28.9 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Komnas PA: Medan Sarang Pekerja Anak!

Foto: Riadi/PM Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di  Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).
Foto: Riadi/PM
Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menegaskan Sumatera Utara, masuk kategori daerah darurat kekerasan terhadap anak. Predikat semakin dikuatkan dengan kembali terungkapnya kasus Sri Muliati (19).

Anak di bawah umur asal Garut, Jawa Barat, itu bahkan telah dipekerjakan sejak enam tahun lalu (saat itu usianya 13 tahun), di sebuah rumah di Kompleks Grand Polonia.

“Apa yang terjadi mengulang kembali kejadian yang sebelumnya. Sebulan lalu tiga anak dari Depok dipekerjakan di Bukit Maharaja (sebagai pekerja seks komersial, red). Belum lagi kasus puluhan anak dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipekerjakan di sarang burung walet beberapa waktu lalu, yang sampai ada meninggal,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/3).

Arist mendasari pandangannya, karena dari catatan yang ia miliki, setidaknya di tahun 2014 saja, terdapat 94 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Sumut. Itu belum termasuk dugaan kekerasan yang dimiliki lembaga lain, maupun yang hingga saat ini belum terungkap. Namun sayangnya dalam hal ini hanya sebagian kecil yang ditangani hingga tuntas oleh aparat hukum.

Padahal anak-anak tersebut tidak saja dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga maupun industri, namun yang terbesar justru dijadikan kurir narkoba maupun pekerja seks komersial. “Sangat menguntungkan sekali (memekerjakan anak,red) di Medan. Apalagi bisnis narkoba dan prostitusi, itu Medan sarangnya. Jadi tidak hanya menjadi daerah transit saja, Medan itu juga menjadi daerah tujuan,” katanya.

Karena itulah Arist kembali mengungkapkan pandangannya, kalau Medan daerah darurat kekerasan terhadap anak. Apalagi dari segi penegakan hukum, juga seperti tidak jelas. “Saya protes keras terhadap Polresta Medan, yang terkesan setengah hati menangani kasus-kasus yang terjadi. Sampai sekarang contohnya, enggak jelas proses penegakan hukum terhadap pengusaha yang memekerjakan anak di sarang burung walet itu. Padahal sampai ada beberapa yang meninggal dunia. Saya agak kecewa dengan Pak Niko (Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta Karo-Karo,red),” katanya.

Foto: Riadi/PM Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di  Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).
Foto: Riadi/PM
Sri Muliati, dipeluk ayah kandungnya, yang menemukannya jadi pembantu di Perumahan Grand Polonia Medan, Senin (2/3/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menegaskan Sumatera Utara, masuk kategori daerah darurat kekerasan terhadap anak. Predikat semakin dikuatkan dengan kembali terungkapnya kasus Sri Muliati (19).

Anak di bawah umur asal Garut, Jawa Barat, itu bahkan telah dipekerjakan sejak enam tahun lalu (saat itu usianya 13 tahun), di sebuah rumah di Kompleks Grand Polonia.

“Apa yang terjadi mengulang kembali kejadian yang sebelumnya. Sebulan lalu tiga anak dari Depok dipekerjakan di Bukit Maharaja (sebagai pekerja seks komersial, red). Belum lagi kasus puluhan anak dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipekerjakan di sarang burung walet beberapa waktu lalu, yang sampai ada meninggal,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/3).

Arist mendasari pandangannya, karena dari catatan yang ia miliki, setidaknya di tahun 2014 saja, terdapat 94 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Sumut. Itu belum termasuk dugaan kekerasan yang dimiliki lembaga lain, maupun yang hingga saat ini belum terungkap. Namun sayangnya dalam hal ini hanya sebagian kecil yang ditangani hingga tuntas oleh aparat hukum.

Padahal anak-anak tersebut tidak saja dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga maupun industri, namun yang terbesar justru dijadikan kurir narkoba maupun pekerja seks komersial. “Sangat menguntungkan sekali (memekerjakan anak,red) di Medan. Apalagi bisnis narkoba dan prostitusi, itu Medan sarangnya. Jadi tidak hanya menjadi daerah transit saja, Medan itu juga menjadi daerah tujuan,” katanya.

Karena itulah Arist kembali mengungkapkan pandangannya, kalau Medan daerah darurat kekerasan terhadap anak. Apalagi dari segi penegakan hukum, juga seperti tidak jelas. “Saya protes keras terhadap Polresta Medan, yang terkesan setengah hati menangani kasus-kasus yang terjadi. Sampai sekarang contohnya, enggak jelas proses penegakan hukum terhadap pengusaha yang memekerjakan anak di sarang burung walet itu. Padahal sampai ada beberapa yang meninggal dunia. Saya agak kecewa dengan Pak Niko (Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta Karo-Karo,red),” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/