30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Komnas PA: Medan Sarang Pekerja Anak!

Arist mengingatkan kepolisian, bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, pengusaha yang memekerjakan Sri Muliati diancam dengan pasal pidana dengan hukuman maksimal penjara sepuluh tahun. Sementara terhadap pihak-pihak yang membawa Sri Muliati ke Medan, dapat dikenakan sanksi perdagangan manusia.

“Ini yang saya katakan penegakan hukum. Saya rindu sekali Polresta Medan maupun dan Polda Sumut memrioritaskan kasus-kasus seperti itu. Tapi ini kasus memekerjakan anak di sarang burng walet itu saja enggak jelas proses hukumnya sampai mana,” katanya.

Padahal dari beberapa kasus yang ditangani Komnas Anak, sejumlah pengusaha yang memekerjakan anak misalnya seperti di Tangerang-Banten, pengusaha pabrik panci dijatuhi sanksi pidana penjara selama delapan tahun.

“Tapi di Medan saya belum pernah mendengar hal tersebut. Apalagi bagi pengusaha yang hanya memekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga. Ini yang perlu kita ingatkan, penegakan hukum hangan transaksional. Dalam kasus ini (Sri Muliati, red) saya kira teman-teman (lembaga yang menangani kasus Sri,red) jangan tinggal diam. Bisa menghantar anak tersebut melaporkannya ke polisi,” katanya.

Setelah melapor, Arist berharap teman-teman yang mendampingi dapat terus memantau perkembangan kasusnya. Sehingga hal-hal yang tak diinginkan bagi proses penegakan hukum, tidak terabaikan.

“Kalau setelah dilapor kepolisian tidak menangani, dapat dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dapat dilaporkan ke Propam, atas dugaan tidak melakukan penyelamatan terhadap anak. Itu diatur dalam Pasal 77 UU Perlindungan Anak. Ini pemahaman saya, ini kan kejahatan,” katanya.

Terpisah, Edi Syahputra Hasibuan, Komisioner Kompolnas menegaskan agar Poldasu tangani kasus secara profesional. “Siapa saja yang terlibat memperkerjakan tenaga kerja di bawah umur tentu harus diproses. Poldasu harus profesional,” tegasnya.

“Kalau ada indikasi pelanggaran, kita minta Kapoldasu untuk rekomendasikan kepada Disnaker agar izin jasa tenaga kerja itu dicabut. Soal majikannya, proses hukum harus terus dilaksanakan, karena kita tidak mau ada anak di bawah umur yang dipekerjakan. Kalau korban sudah melapor, kita tunggu saja hasilnya,” ucapnya.

Soal Polresta Medan yang terkesan ‘dingin’ terhadap laporan keluarga korban, Edi mengatakan belum tahu apakah saat melapor, persyaratan yang diminta sudah ada atau belum. “Kalau belum ada, tentu harus dilengkapi, tapi kalau sudah lengkap, tidak diterima juga, itu namanya keterlaluan. “Nanti kami cek ke Poldasu, karena itu jajarannya,” pungkasya.(gir/gib/trg)

Arist mengingatkan kepolisian, bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, pengusaha yang memekerjakan Sri Muliati diancam dengan pasal pidana dengan hukuman maksimal penjara sepuluh tahun. Sementara terhadap pihak-pihak yang membawa Sri Muliati ke Medan, dapat dikenakan sanksi perdagangan manusia.

“Ini yang saya katakan penegakan hukum. Saya rindu sekali Polresta Medan maupun dan Polda Sumut memrioritaskan kasus-kasus seperti itu. Tapi ini kasus memekerjakan anak di sarang burng walet itu saja enggak jelas proses hukumnya sampai mana,” katanya.

Padahal dari beberapa kasus yang ditangani Komnas Anak, sejumlah pengusaha yang memekerjakan anak misalnya seperti di Tangerang-Banten, pengusaha pabrik panci dijatuhi sanksi pidana penjara selama delapan tahun.

“Tapi di Medan saya belum pernah mendengar hal tersebut. Apalagi bagi pengusaha yang hanya memekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga. Ini yang perlu kita ingatkan, penegakan hukum hangan transaksional. Dalam kasus ini (Sri Muliati, red) saya kira teman-teman (lembaga yang menangani kasus Sri,red) jangan tinggal diam. Bisa menghantar anak tersebut melaporkannya ke polisi,” katanya.

Setelah melapor, Arist berharap teman-teman yang mendampingi dapat terus memantau perkembangan kasusnya. Sehingga hal-hal yang tak diinginkan bagi proses penegakan hukum, tidak terabaikan.

“Kalau setelah dilapor kepolisian tidak menangani, dapat dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dapat dilaporkan ke Propam, atas dugaan tidak melakukan penyelamatan terhadap anak. Itu diatur dalam Pasal 77 UU Perlindungan Anak. Ini pemahaman saya, ini kan kejahatan,” katanya.

Terpisah, Edi Syahputra Hasibuan, Komisioner Kompolnas menegaskan agar Poldasu tangani kasus secara profesional. “Siapa saja yang terlibat memperkerjakan tenaga kerja di bawah umur tentu harus diproses. Poldasu harus profesional,” tegasnya.

“Kalau ada indikasi pelanggaran, kita minta Kapoldasu untuk rekomendasikan kepada Disnaker agar izin jasa tenaga kerja itu dicabut. Soal majikannya, proses hukum harus terus dilaksanakan, karena kita tidak mau ada anak di bawah umur yang dipekerjakan. Kalau korban sudah melapor, kita tunggu saja hasilnya,” ucapnya.

Soal Polresta Medan yang terkesan ‘dingin’ terhadap laporan keluarga korban, Edi mengatakan belum tahu apakah saat melapor, persyaratan yang diminta sudah ada atau belum. “Kalau belum ada, tentu harus dilengkapi, tapi kalau sudah lengkap, tidak diterima juga, itu namanya keterlaluan. “Nanti kami cek ke Poldasu, karena itu jajarannya,” pungkasya.(gir/gib/trg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/