32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Kalau Kami Ngemis Jangan Ditangkap Ya…

Dengan menggunakan angkotan kota berwarna kuning dan merah, puluhan penderita kusta dari Kawasan Pulo Sicanang mendatangi kantor pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Di tempat lain, ratusan pasien kusta dari Serdang Bedagai juga menggelar aksi. Kedua kelompok massa ini sama-sama protes karena kebutuhan mereka tak terpenuhi.

AKSI: Puluhan penderita kusta saat beraksi  Kantor Gubsu Jalan Imam Bonjol Medan.//AMINOER RASYID/SUMUT POS
AKSI: Puluhan penderita kusta saat beraksi di Kantor Gubsu Jalan Imam Bonjol Medan.//AMINOER RASYID/SUMUT POS

Adalah para penghuni rumah sakit penderita kusta di kawasan Pulo Sicanang, Kamis (4/4) kemarin ini mengharapkan dana jatah hidup (jadup) yang hampir 4 bulan belum diberikan.

Kedatangan para penderita kusta yang kebanyakan kaum ibu ini tertahan di halaman kantor Pemprovsu selama setengah jam hingga sekretaris Dinas Kesehatan Sumut Wahid Khusyairi menemui dan mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa ini. “Dari keterangan kami dapat, anggaran untuk kami tak turun. Padahal setahu kami, anggaran tersebut telah lama dianggarkan. Apa kami harus turun ke jalan mengemis. Kalau kami mengemis, jangan ditangkap ya,” ujar peserta aksi yang terlihat sudah dewasa.

M Daud Koordinator Aksi mengatakan, kedatangan mereka terkait masalah jadup tiba-tiba tak diberikan. Ini ditambah dengan pemutusan listrik dan air untuk tempat relokasi mereka.

“Sejak awal April, kami tak lagi mendapatkan jadup yang biasanya diberikan setiap harinya. Cuma itunya permintaan kami,” tukas Daud yang sejak 1980 telah masuk panti rehabilitasi penderita kusta di Sicanang.

Dia kemudian merinci beberapa bahan makanan selama ini menjadi jatah mereka yakni beras 15 kg, gula 1,5 kg, minyak goreng 1,5 kg, satu kotak susu kaleng, kacang ijo 1 kg, minyak tanah 6 liter, daging 1 kg, dan beberapa bahan pokok lainnya.

Sementara itu Wahid Khusyairi menyatakan, masalah jatah hidup untuk penderita kusta memang biasa diberikan. Namun dia menerangkan para penderita kusta yang datang rata-rata telah sembuh. “Jadi mereka ini sebenarnya bukan lagi domainnya Dinas Kesehatan tapi sudah harus ke Dinas Sosial,” ungkapnya.

“Bila selama ini mereka dikumpulkan di relokasi itu, seharusnya tidak lagi karena mereka kan mantan. Jadi sebenarnya tidak ada lagi dasar hukumnya kita memberikan bantuan kepada mereka,” lanjutnya.

Namun bila diputuskan, akan menimbulkan masalah juga. Karenanya hal ini sudah dibicarakan ke gubernur untuk segera menyikapinya. “Untuk sementara bantuan akan tetap kita usahakan untuk pemberian jadup tersebut. Tapi harus segera ada penyelesaian. Besok hal ini akan kita bicarakan antar lintas intansi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Khusyairi mencoba mengkonfirmasi via telepon pimpinan rumah sakit penderita kusta di kawasan Pulo Sicanang. Dirinya menanyakan, kenapa tidak ada air ataupun listrik di rumah sakit tersebut. “Tidak ada, karena kita belum bayar Pak,” ujar suara yang di seberang.
“Kenapa tidak bisa bayar, harus ada evaluasi terkait permasalahn ini,” tukas Wahid.

Sementara itu, untuk menutupi rasa lapar para penderita ini pada umumnya mulai melakoni pekerjaan mereka semula, dengan turun kejalan dan meminta-minta. “Kalau tidak minta-minta, mau makan apa aku? Pokoknya, jangan salahkan aku, kalau minta-minta di jalan ya,” tutur seorang ibu yang saat itu menggunakan bawahan kain bercorak batik.

Sementar itu, di hari yang sama, ratusan pasien penyakit kusta dari Unit Pelayanan Teknik (UPT) Rumah Sakit (RS) Kusta Belidahan, Serdang Bedagai (Sergai) juga menggelar aksi di kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Jalan HM Yamin. Mereka menuntut pembagian sembilan bahan pokok (sembako) yang beberapa bulan ini tersendat.

Menurut mereka, pembagian sembako telah berlangsung sejak 1953. Namun, saat ini pembagian sembako tersebut sering tersendat bahkan tidak dibagikan. Bukan hanya itu, fasilitas listrik pun tidak mereka dapatkan.

“Sembilan bahan pokok itu, di antaranya beras yang biasa diberikan tanggal 1 sampai tanggal 4 bulan ini belum juga dibagikan. Minyak tanah sudah 3 bulan tidak dibagikan, begitu juga dengan minyak goreng, gula, dan kebutuhan lainnya. Selain itu, perawat yang ada juga suka berlaku tidak baik dan dokter yang bertugas di RS ini, tidak pernah tampak sudah sejak 3 bulan yang lalu,” kata anggota aksi, Jalpren Purba (78).

Tambahnya, sebanyak 150 orang penderita kusta yang saat ini datang ke Dinkes Sumut hanya mengharapkan bantuan sembako tersebut tetap diberikan dengan tepat waktu. “Kami harap sembilan bahan pokok ini tetap berjalan. Ditempat penampungan juga sampai saat ini tidak ada listrik masuk, kami juga mengharapkan itu,” katanya.

Menanggapi hal ini, Kadinkes Sumut dr Surjantini M Kes melalui Wahid Khusyairi mengakui bahwa sebelumnya pihaknya memang memberikan bantuan kebutuhan bahan pokok untuk para penderita kusta di RS tersebut. Namun, itu diberikan hanya untuk penderita bukan untuk pasien bekas penderita penyakit kusta. “Kami memang memberikan bantuan kepada para penderita kusta di penampungan, tapi kita sadar itu salah. Karena kita juga tidak memiliki payung hukum untuk itu. Ini seharusnya tanggung jawab Dinas Sosial. Misalnya memperdayakan mereka melalui keterampilan atau apa saja,” ujarnya.

Menurut Wahid, penderita penyakit kusta dari tahun ke tahun harus berkurang. Bahkan RS kusta sudah seharusnya ditutup, sehingga pengobatannya cukup di puskesmas saja. “Penderita kusta saat ini hanya tinggal sedikit dan yang melakukan aksi tersebut adalah mantan penderita kusta. Jadi tidak juga tidak bisa berbuat apa apa. Persoalan ini seharusnya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial,” katanya. (ram/mag-13)

Dengan menggunakan angkotan kota berwarna kuning dan merah, puluhan penderita kusta dari Kawasan Pulo Sicanang mendatangi kantor pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Di tempat lain, ratusan pasien kusta dari Serdang Bedagai juga menggelar aksi. Kedua kelompok massa ini sama-sama protes karena kebutuhan mereka tak terpenuhi.

AKSI: Puluhan penderita kusta saat beraksi  Kantor Gubsu Jalan Imam Bonjol Medan.//AMINOER RASYID/SUMUT POS
AKSI: Puluhan penderita kusta saat beraksi di Kantor Gubsu Jalan Imam Bonjol Medan.//AMINOER RASYID/SUMUT POS

Adalah para penghuni rumah sakit penderita kusta di kawasan Pulo Sicanang, Kamis (4/4) kemarin ini mengharapkan dana jatah hidup (jadup) yang hampir 4 bulan belum diberikan.

Kedatangan para penderita kusta yang kebanyakan kaum ibu ini tertahan di halaman kantor Pemprovsu selama setengah jam hingga sekretaris Dinas Kesehatan Sumut Wahid Khusyairi menemui dan mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa ini. “Dari keterangan kami dapat, anggaran untuk kami tak turun. Padahal setahu kami, anggaran tersebut telah lama dianggarkan. Apa kami harus turun ke jalan mengemis. Kalau kami mengemis, jangan ditangkap ya,” ujar peserta aksi yang terlihat sudah dewasa.

M Daud Koordinator Aksi mengatakan, kedatangan mereka terkait masalah jadup tiba-tiba tak diberikan. Ini ditambah dengan pemutusan listrik dan air untuk tempat relokasi mereka.

“Sejak awal April, kami tak lagi mendapatkan jadup yang biasanya diberikan setiap harinya. Cuma itunya permintaan kami,” tukas Daud yang sejak 1980 telah masuk panti rehabilitasi penderita kusta di Sicanang.

Dia kemudian merinci beberapa bahan makanan selama ini menjadi jatah mereka yakni beras 15 kg, gula 1,5 kg, minyak goreng 1,5 kg, satu kotak susu kaleng, kacang ijo 1 kg, minyak tanah 6 liter, daging 1 kg, dan beberapa bahan pokok lainnya.

Sementara itu Wahid Khusyairi menyatakan, masalah jatah hidup untuk penderita kusta memang biasa diberikan. Namun dia menerangkan para penderita kusta yang datang rata-rata telah sembuh. “Jadi mereka ini sebenarnya bukan lagi domainnya Dinas Kesehatan tapi sudah harus ke Dinas Sosial,” ungkapnya.

“Bila selama ini mereka dikumpulkan di relokasi itu, seharusnya tidak lagi karena mereka kan mantan. Jadi sebenarnya tidak ada lagi dasar hukumnya kita memberikan bantuan kepada mereka,” lanjutnya.

Namun bila diputuskan, akan menimbulkan masalah juga. Karenanya hal ini sudah dibicarakan ke gubernur untuk segera menyikapinya. “Untuk sementara bantuan akan tetap kita usahakan untuk pemberian jadup tersebut. Tapi harus segera ada penyelesaian. Besok hal ini akan kita bicarakan antar lintas intansi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Khusyairi mencoba mengkonfirmasi via telepon pimpinan rumah sakit penderita kusta di kawasan Pulo Sicanang. Dirinya menanyakan, kenapa tidak ada air ataupun listrik di rumah sakit tersebut. “Tidak ada, karena kita belum bayar Pak,” ujar suara yang di seberang.
“Kenapa tidak bisa bayar, harus ada evaluasi terkait permasalahn ini,” tukas Wahid.

Sementara itu, untuk menutupi rasa lapar para penderita ini pada umumnya mulai melakoni pekerjaan mereka semula, dengan turun kejalan dan meminta-minta. “Kalau tidak minta-minta, mau makan apa aku? Pokoknya, jangan salahkan aku, kalau minta-minta di jalan ya,” tutur seorang ibu yang saat itu menggunakan bawahan kain bercorak batik.

Sementar itu, di hari yang sama, ratusan pasien penyakit kusta dari Unit Pelayanan Teknik (UPT) Rumah Sakit (RS) Kusta Belidahan, Serdang Bedagai (Sergai) juga menggelar aksi di kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Jalan HM Yamin. Mereka menuntut pembagian sembilan bahan pokok (sembako) yang beberapa bulan ini tersendat.

Menurut mereka, pembagian sembako telah berlangsung sejak 1953. Namun, saat ini pembagian sembako tersebut sering tersendat bahkan tidak dibagikan. Bukan hanya itu, fasilitas listrik pun tidak mereka dapatkan.

“Sembilan bahan pokok itu, di antaranya beras yang biasa diberikan tanggal 1 sampai tanggal 4 bulan ini belum juga dibagikan. Minyak tanah sudah 3 bulan tidak dibagikan, begitu juga dengan minyak goreng, gula, dan kebutuhan lainnya. Selain itu, perawat yang ada juga suka berlaku tidak baik dan dokter yang bertugas di RS ini, tidak pernah tampak sudah sejak 3 bulan yang lalu,” kata anggota aksi, Jalpren Purba (78).

Tambahnya, sebanyak 150 orang penderita kusta yang saat ini datang ke Dinkes Sumut hanya mengharapkan bantuan sembako tersebut tetap diberikan dengan tepat waktu. “Kami harap sembilan bahan pokok ini tetap berjalan. Ditempat penampungan juga sampai saat ini tidak ada listrik masuk, kami juga mengharapkan itu,” katanya.

Menanggapi hal ini, Kadinkes Sumut dr Surjantini M Kes melalui Wahid Khusyairi mengakui bahwa sebelumnya pihaknya memang memberikan bantuan kebutuhan bahan pokok untuk para penderita kusta di RS tersebut. Namun, itu diberikan hanya untuk penderita bukan untuk pasien bekas penderita penyakit kusta. “Kami memang memberikan bantuan kepada para penderita kusta di penampungan, tapi kita sadar itu salah. Karena kita juga tidak memiliki payung hukum untuk itu. Ini seharusnya tanggung jawab Dinas Sosial. Misalnya memperdayakan mereka melalui keterampilan atau apa saja,” ujarnya.

Menurut Wahid, penderita penyakit kusta dari tahun ke tahun harus berkurang. Bahkan RS kusta sudah seharusnya ditutup, sehingga pengobatannya cukup di puskesmas saja. “Penderita kusta saat ini hanya tinggal sedikit dan yang melakukan aksi tersebut adalah mantan penderita kusta. Jadi tidak juga tidak bisa berbuat apa apa. Persoalan ini seharusnya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial,” katanya. (ram/mag-13)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/