29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Siswa SLB-B Tuna Rungu Karya Murni Buat Lilin Natal

Dijual ke Gereja-gereja dengan Harga Terjangkau

Natal sebentar lagi, tinggal hitungan hari. Alunan lagulagu rohani serta bermacam pernak-pernik natal ikut meramaikan perayaan ini. Namun, lilin tak kalah penting dalam perayaan malam natal karena memiliki makna besar dalam upacara spiritual.

FARIDA NORIS RITONGA, Medan

KEMARIN (9/12), wartawan koran ini berkesempatan mengunjungi SLB-B Tuna Rungu Karya Murni Jalan HM Joni No 66-A Medan Kota. Saat itu, para siswa yang sebagian besar merupakan Tuna Rungu terlihat sangat tekun membuat lilin natal dengan segala bentuk dan keunikan tersendiri di bawah bimbingan Suster Sr Ernestin Siboro KSSY. Seorang siswa, mencoba menjelaskan pembuatan lilin natal tersebut kepada wartawan Sumut Pos melalui bahasa isyarat. “Namanya Dara Novika Camelia. Dia bilang, membuat lilin natal ini tidak susah,” kata Suster Sr Ernestin menjelaskan apa yang dikatakan Dara. Menurut Suster Sr Ernestin, meski memiliki kekurangan, tidak bisa bicara dan mendengar, para tuna rungu ini juga mampu kreatif dan mempunyai daya guna.

Selain itu, para anak didik ditempatkan berdasarkan kemampuannya. “Kita kenali bakatnya di mana. Mereka memang tidak bisa mendengar dan berbicara dengan jelas. Namun, di sekolah ini, mereka kita ajari dengan tekun sehingga bisa kreatif dan mempunyai kemampuan tersendiri. Tapi tidak semua anak didik kita bisa membuat kerajinan lilin Natal ini. Ada yang memang bisanya di bagian mewarnai saja dan adapula di bagian menghias. Jadi kita tempatkan berdasarkan keahliannya,” katanya. Menjelang Natal dan Tahun Baru, katanya, para siswa SLB semakin giat untuk membuat lilin-lilin Natal. Nantinya, hasil karya mereka akan dijual ke gereja- gereja dan bentuknya bermacammacam dengan harga yang lumayan terjangkau.

Seperti lilin berbentuk Santa Klaus kecil dibandrol seharga Rp5 ribu, lilin patung Jesus kecil Rp15 ribu, dan ada juga lilin besar dengan panjang 1,2 meter seharga Rp750 ribu. Lama pembuatan lilin Natal tergantung besar dan bentuk lilin itu. Seperti lilin yang berukuran besar, bisa memakan waktu hingga dua hari. Sedangkan yang kecil hanya berkisar dua jam saja. “Lilinnya terlebih dulu dimasak dalam ketel sekitar 1 jam lebih dengan suhu 70 derajat, setelah bahan merata, lalu dituang ke dalam cetakan. Kalau lilin yang mereka buat laku terjual, mereka merasa termotivasi dan berusaha membuat lilin lebih banyak lagi,” jelasnya.

Memberi pengajaran pada para siswa tuna rungu tidaklah gampang. Seperti yang dilakukan Suster Ernestin, menurutnya hal itu harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Tidak jarang, untuk mengajarkan bahasa isyarat saja memakan waktu hingga 3 tahun supaya mereka mengerti apa yang sedang dibicarakan. “Kita latih supaya mereka bisa membaca bibir. Kalau sudah bisa bahasa isyarat, lalu bisa diajarkan yang lainnya, seperti keterampilan pembuatan lilin natal ini,” urainya. Pembuatan lilin natal ini, lanjutnya, juga mengalami banyak kendala.

Bahannya sendiri harus didatangkan dari Jawa dengan ongkos yang lumayan besar dan cetakan lilin harus dipesan khusus dari pengrajin patung. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sumbangan dari para donatur juga sangat berarti karena hasil dari penjualan lilin natal digunakan sebagai belanja kebutuhan sehari-hari bagi para anak didik yang tinggal di asrama tersebut. “Saat ini ada sekitar 90 anak didik kita yang tuna rungu dan tinggal di asrama karena tempat tinggal mereka yang lumayan jauh. Anak didik kita ada yang dari Siantar, Tebing Tinggi bahkan dari luar Sumatera Utara seperti dari Kalimantan. Jadi mereka memang khusus tinggal disini, terkadang kalau waktu liburan, orangtua mereka datang dan melihat kondisi anaknya,” ungkapnya.(*)

Dijual ke Gereja-gereja dengan Harga Terjangkau

Natal sebentar lagi, tinggal hitungan hari. Alunan lagulagu rohani serta bermacam pernak-pernik natal ikut meramaikan perayaan ini. Namun, lilin tak kalah penting dalam perayaan malam natal karena memiliki makna besar dalam upacara spiritual.

FARIDA NORIS RITONGA, Medan

KEMARIN (9/12), wartawan koran ini berkesempatan mengunjungi SLB-B Tuna Rungu Karya Murni Jalan HM Joni No 66-A Medan Kota. Saat itu, para siswa yang sebagian besar merupakan Tuna Rungu terlihat sangat tekun membuat lilin natal dengan segala bentuk dan keunikan tersendiri di bawah bimbingan Suster Sr Ernestin Siboro KSSY. Seorang siswa, mencoba menjelaskan pembuatan lilin natal tersebut kepada wartawan Sumut Pos melalui bahasa isyarat. “Namanya Dara Novika Camelia. Dia bilang, membuat lilin natal ini tidak susah,” kata Suster Sr Ernestin menjelaskan apa yang dikatakan Dara. Menurut Suster Sr Ernestin, meski memiliki kekurangan, tidak bisa bicara dan mendengar, para tuna rungu ini juga mampu kreatif dan mempunyai daya guna.

Selain itu, para anak didik ditempatkan berdasarkan kemampuannya. “Kita kenali bakatnya di mana. Mereka memang tidak bisa mendengar dan berbicara dengan jelas. Namun, di sekolah ini, mereka kita ajari dengan tekun sehingga bisa kreatif dan mempunyai kemampuan tersendiri. Tapi tidak semua anak didik kita bisa membuat kerajinan lilin Natal ini. Ada yang memang bisanya di bagian mewarnai saja dan adapula di bagian menghias. Jadi kita tempatkan berdasarkan keahliannya,” katanya. Menjelang Natal dan Tahun Baru, katanya, para siswa SLB semakin giat untuk membuat lilin-lilin Natal. Nantinya, hasil karya mereka akan dijual ke gereja- gereja dan bentuknya bermacammacam dengan harga yang lumayan terjangkau.

Seperti lilin berbentuk Santa Klaus kecil dibandrol seharga Rp5 ribu, lilin patung Jesus kecil Rp15 ribu, dan ada juga lilin besar dengan panjang 1,2 meter seharga Rp750 ribu. Lama pembuatan lilin Natal tergantung besar dan bentuk lilin itu. Seperti lilin yang berukuran besar, bisa memakan waktu hingga dua hari. Sedangkan yang kecil hanya berkisar dua jam saja. “Lilinnya terlebih dulu dimasak dalam ketel sekitar 1 jam lebih dengan suhu 70 derajat, setelah bahan merata, lalu dituang ke dalam cetakan. Kalau lilin yang mereka buat laku terjual, mereka merasa termotivasi dan berusaha membuat lilin lebih banyak lagi,” jelasnya.

Memberi pengajaran pada para siswa tuna rungu tidaklah gampang. Seperti yang dilakukan Suster Ernestin, menurutnya hal itu harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Tidak jarang, untuk mengajarkan bahasa isyarat saja memakan waktu hingga 3 tahun supaya mereka mengerti apa yang sedang dibicarakan. “Kita latih supaya mereka bisa membaca bibir. Kalau sudah bisa bahasa isyarat, lalu bisa diajarkan yang lainnya, seperti keterampilan pembuatan lilin natal ini,” urainya. Pembuatan lilin natal ini, lanjutnya, juga mengalami banyak kendala.

Bahannya sendiri harus didatangkan dari Jawa dengan ongkos yang lumayan besar dan cetakan lilin harus dipesan khusus dari pengrajin patung. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sumbangan dari para donatur juga sangat berarti karena hasil dari penjualan lilin natal digunakan sebagai belanja kebutuhan sehari-hari bagi para anak didik yang tinggal di asrama tersebut. “Saat ini ada sekitar 90 anak didik kita yang tuna rungu dan tinggal di asrama karena tempat tinggal mereka yang lumayan jauh. Anak didik kita ada yang dari Siantar, Tebing Tinggi bahkan dari luar Sumatera Utara seperti dari Kalimantan. Jadi mereka memang khusus tinggal disini, terkadang kalau waktu liburan, orangtua mereka datang dan melihat kondisi anaknya,” ungkapnya.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/