26 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Jangan Bernasib Seperti Bus Trans Mebidang

Hal senada disampaikan Anggota Komisi D DPRD Kota Medan, Godfried Effendi Lubis. Menurutnya, walaupun program ini ditujukan untuk mengurai kemacetan namun belum tentu diminati masyarakat. “Seharusnya pemerintah memaksimalkan yang ada terlebih dahulu dalam mengurai kemacetan. Contohnya, pembangunnan jalur underpass yang sudah direncanakan Pemko Medan di kawasan Titi Kuning. Tapi sayangnya, sampai sekarang belum juga tuntas,” ujarnya.

Tak jauh beda dikemukakan Anggota Komisi B DPRD Medan H Jumadi. Ia mengungkapkan konsepnya harus dikaji matang sehingga tidak menjadi proyek mubazir. Apalagi, membutuhkan biaya yang cukup besar dan jangan sampai anggarannya terbuang sia-sia jika kajiannya tidak matang.”Pemko Medan tidak sekadar latah untuk mengikuti Jakarta. Harusnya program transportasi darat saja dulu dimaksimalkan. Soalnya, yang ada saja belum maksimal,” cetusnya.

Jumadi menilai, masyarakat Kota Medan belum sepenuhnya membutuhkan moda transportasi massal seperti BRT atau LRT. Hal ini berkaca pada Bus Trans Medan Binjai Deliserdang Karo (Mebidangro) yang telah beroperasi, tapi hingga kini kurang diminati masyarakat.”Lihat saja bus Mebidangro sehari-hari penumpangnya selalu sepi. Apalagi mau buat LRT, saya pesimistis itu diminati masyarakat,” pungkasnya.

Sementara, pengamat Lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna mengungkapkan, proyek ini harus memperhatikan dampak lingkungan (Amdal) dan sosial. Namun, sebelum membuat kajian analisis itu, pemerintah harus terlebih dahulu membuat kajian ekonomi dan serta teknis program tersebut. Dari kedua kajian itu, barulah bisa diajukan kajian Amdal.”Pemerintah harus perhitungkan dulu kajian ekonominya, apakah program ini bisa menguntungkan. Jangan pula nanti investasinya saja yang besar tapi malah tidak diminati masyarakat,” kata Jaya.

Jaya menuturkan, jalur BRT dan LRT harus disebutkan dengan jelas sehingga tidak membingungkan masyarakat. Kajian ini harus disosialisasikan jauh-jauh hari. “Jangan sampai nanti masyarakat jadi bingung sendiri apa fungsi BRT dan LRT,” ujarnya.

Diketahui, kajian sementara Pemko Medan, jalur LRT akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan.

Sedangkan jalur BRT akan menghubungkan kawasan sub pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar inti kota, seperti Pasar Induk Laucih, Terminal Amplas, dan Pelabuhan Belawan untuk menuju kawasan inti kota. Namun disiapkan juga rencana melintasi Jalan Sisingamangaraja atau batas kota menuju Lapangan Merdeka, Jalan Gatot Subroto, hingga Kampung Lalang. (ris/ila)

 

Hal senada disampaikan Anggota Komisi D DPRD Kota Medan, Godfried Effendi Lubis. Menurutnya, walaupun program ini ditujukan untuk mengurai kemacetan namun belum tentu diminati masyarakat. “Seharusnya pemerintah memaksimalkan yang ada terlebih dahulu dalam mengurai kemacetan. Contohnya, pembangunnan jalur underpass yang sudah direncanakan Pemko Medan di kawasan Titi Kuning. Tapi sayangnya, sampai sekarang belum juga tuntas,” ujarnya.

Tak jauh beda dikemukakan Anggota Komisi B DPRD Medan H Jumadi. Ia mengungkapkan konsepnya harus dikaji matang sehingga tidak menjadi proyek mubazir. Apalagi, membutuhkan biaya yang cukup besar dan jangan sampai anggarannya terbuang sia-sia jika kajiannya tidak matang.”Pemko Medan tidak sekadar latah untuk mengikuti Jakarta. Harusnya program transportasi darat saja dulu dimaksimalkan. Soalnya, yang ada saja belum maksimal,” cetusnya.

Jumadi menilai, masyarakat Kota Medan belum sepenuhnya membutuhkan moda transportasi massal seperti BRT atau LRT. Hal ini berkaca pada Bus Trans Medan Binjai Deliserdang Karo (Mebidangro) yang telah beroperasi, tapi hingga kini kurang diminati masyarakat.”Lihat saja bus Mebidangro sehari-hari penumpangnya selalu sepi. Apalagi mau buat LRT, saya pesimistis itu diminati masyarakat,” pungkasnya.

Sementara, pengamat Lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna mengungkapkan, proyek ini harus memperhatikan dampak lingkungan (Amdal) dan sosial. Namun, sebelum membuat kajian analisis itu, pemerintah harus terlebih dahulu membuat kajian ekonomi dan serta teknis program tersebut. Dari kedua kajian itu, barulah bisa diajukan kajian Amdal.”Pemerintah harus perhitungkan dulu kajian ekonominya, apakah program ini bisa menguntungkan. Jangan pula nanti investasinya saja yang besar tapi malah tidak diminati masyarakat,” kata Jaya.

Jaya menuturkan, jalur BRT dan LRT harus disebutkan dengan jelas sehingga tidak membingungkan masyarakat. Kajian ini harus disosialisasikan jauh-jauh hari. “Jangan sampai nanti masyarakat jadi bingung sendiri apa fungsi BRT dan LRT,” ujarnya.

Diketahui, kajian sementara Pemko Medan, jalur LRT akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan.

Sedangkan jalur BRT akan menghubungkan kawasan sub pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar inti kota, seperti Pasar Induk Laucih, Terminal Amplas, dan Pelabuhan Belawan untuk menuju kawasan inti kota. Namun disiapkan juga rencana melintasi Jalan Sisingamangaraja atau batas kota menuju Lapangan Merdeka, Jalan Gatot Subroto, hingga Kampung Lalang. (ris/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru