27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Jika Meninggal, Ingin Diselimuti Bendera Merah Putih

HUT TNI dan Nasib Kurang Baik Veteran

 Tentara Nasional Indonesia hari ini genap berusia 67 tahun. Di usia yang sudah matang itu cukup banyak prestasi yang telah diraih. Namun, seperti apa nasib para veteran yang ada di Kota Medan dan sekitarnya? Adakah mereka bahagia?

M Sahbainy Nasution, Medan

VETERAN: Kliwon  Ali Chatler Saragih (kanan) saat ditemui Sumut Pos, kemarin.//M Sahbainy Nasution/sumut pos
VETERAN: Kliwon dan Ali Chatler Saragih (kanan) saat ditemui Sumut Pos, kemarin.//M Sahbainy Nasution/sumut pos

Kemarin, Sumut Pos menyambangi seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) bernama Kliwon. Purnawirawan TNI Angkatan Darat ini beralamat di Komplek Veteran di Medan Estate, Kabupaten Deli Serdang. Sebelum tinggal di komplek itu, Kliwon sempat menikmati rumah di Kodam Bukit Barisan di Jalan Binjai KM 7. Dia tinggal di situ hingga pensiun.

Kediamannya di Komplek Veteran sangat sederhana. Rumahnya berdinding papan dan beratapkan seng tanpa pelapis asbes. Perabotan rumahnya terlihat sudah usang. “Saya hidup dalam kemiskinan. Tak ada bantuan dari pemerintah sampai sekarang,” kata Kliwon yang telah menginjak usia 83 tahun.

Meski begitu, Ketua Serikat Tolong Menolong Memperebuti Hak (STM MH) ini terlihat tetap semangat. Rasa bangga dan cinta tanah air begitu ketara dalam sinar matanya. Bahkan, saking bangganya, dia pun telah meninggalkan wasiat bagi pewarisnya agar ketika meninggalkan dunia nanti dapat diselimuti dengan bendera Merah Putih. “Jika saya mati nanti, saya ingin kerenda mayat saya dilapisi kain bendera Merah Putih, bukan kain STM. Karena saya bangga bisa menegakkan Merah Putih di bumi pertiwi ini,” tegasnya.

Mulut keriput Kliwon kemudian menari. Bercerita tentang pengalamannya membela negeri. Dia mengisahkan, awalnya dia berjuang dibawah komando Kolonel Betjo. Pada 1956, dia pun menjadi tim SAR. “Saat itu belum ada TNI,” jelasnya.

Hingga suatu hari dia dipanggil oleh Camat Medan Timur. Dikatakan sang camat agar dia masuk TNI, kebetulan saat itu ada pendaftaran. Dengan panggilan dari hati ini dan untuk membela negara, ia menyepakati tawaran itu dan akhirnya bergabung menjadi TNI.

Awal karir menjadi TNI, Kliwon ditugaskan di Sibolga sekitar 1959 dan saat itu berperang dengan PRRI (Pemerintah Refolusi RI) yang dipimpin oleh Nainggolan. Bukan hanya perang itu saja yang dia lakukan.

“Yang paling berkesan saat melawan PKI,” kata Kliwon dengan mata berbinar.

Cerita Kliwon, saat itu dia ditugaskan menjadi intelijen. Tugasnya di Batangserangan Langkat. Kliwon diberi tugas menjaring informasi pergerakan PKI di tempat itu. “”Saya ditugaskan berpura-pura menjadi tukang jual ayam,” urai Kliwon sambil tersenyum tipis.

Hasilnya, Kliwon berhasil. Tak ada satu pun warga sekitar yang paham kalau dia adalah anggota TNI yang sedang menyamar. Begitupun PKI, sama sekali tak tahu penyamaran itu. “Hingga ada sebuah rapat akbar yang digelar PKI di situ. Langsung saya laporkan pada komando,” cerita Kliwon.
Dari laporan Kliwon tadi, TNI langsung menyergap. Pertempuran terjadi. TNI berhasil menang dengan menangkap satu gembong PKI. “Dihadapan PKI saya mengaku kalau saya TNI,” koar Kliwon.

Kliwon juga sempat berperang melawan Malaysia. Pernah juga dia bertugas di pesisir Pangkalanbrandan sampai kawasan Aceh, tepatnya pada tahun 1963. “Kami mengamankan nelayan dari perompak dan pernah dua kali ada kapal boat perusuh,” ucapnya.

Dari begitu banyak perang yang pernah dijalaninya, Kliwon pun mendapat penghargaan. “Penghargaan yang saya dapat dari Wirta Dharma dan Malaysia, Penegak penumpasan PKI, Sapta Marga, Perajurit Setia Delapan Tahun dari  Kasat Jakarta, Pejuang Tanpa Cacat 16 tahun dan 24 tahun tanpa cacat,” terang kakek berambut putih itu.

Masalahnya, kini Kliowon dirudung sedih. Kediamannya di Komplek Veteran bermasalah. Ada sengketa. Sementara, sebagai veteran dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menuntut hak itu. Hal ini dipertegas oleh istri Kliwon, Nur Atia Boru Sinambela. “Tanah tempat tinggal kami dikuasai mafia tanah,” katanya.

Lepas dari Kliwon, Sumut Pos pun menjumpai anggota LVRI lainnya. Dia adalah Ali Chatler Saragih. Sosok ini menjabat Ketua Ranting Medan Sunggal LVRI. Persis dengan Kliwon, Ali Chatler juga mengalami banyak perang. “Saya dapat penghargaan merebut Irian Barat, Penghargaan Ganyang Malasysia, dan Penumpasan PKI,” ucapnya.

Perang yang berkesan baginya adalah saat merebut Irian Barat. Dia bertugas di Sorong dan Biak dan dibawah komado langsung dari Soeharto yang kemudian hari menjadi presiden Indonesia. Saat perang itulah dia pernah mengalami kekurangan stok makanan. Saat itu, dia dan tim terjebak perang dalam tiga hari. Pesawat yang membawa makanan tidak datang-datang juga. Kabut di kawasan itu begitu tebal. Posisi mereka tidak diketahui. “Kami makan dengan mengandalkan apa yang disediakan alam,” cerita Ali Chatler.

Bagi Ali, kisah itu memang membanggakan. Setidaknya, rasa sakit bisa terpuaskan karena kemudian Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Kini, dia malah sedih ketika menyadari banyak kawan seperjuangannya yang tidak memiliki nasib menyenangkan. Termasuk, dia sendiri. Hingga kini Ali Chatler memang masih tinggal di rumah dinas TNI yang berada di kawasan Sunggal. “Di Medan saja 50 persen veteran masih menyewa dan sebahagian tinggal di komplek veteran,” ucapnya.

Ali berharap, agar kiranya pejabat-pejabat mau menolong nasib para veteran. Pasalnya, keberadaan negara ini tak lepas dari perjuangan mereka. “Dan tinggalkan korupsi agar rakyat adil dan damai,” harapnya. (*)

HUT TNI dan Nasib Kurang Baik Veteran

 Tentara Nasional Indonesia hari ini genap berusia 67 tahun. Di usia yang sudah matang itu cukup banyak prestasi yang telah diraih. Namun, seperti apa nasib para veteran yang ada di Kota Medan dan sekitarnya? Adakah mereka bahagia?

M Sahbainy Nasution, Medan

VETERAN: Kliwon  Ali Chatler Saragih (kanan) saat ditemui Sumut Pos, kemarin.//M Sahbainy Nasution/sumut pos
VETERAN: Kliwon dan Ali Chatler Saragih (kanan) saat ditemui Sumut Pos, kemarin.//M Sahbainy Nasution/sumut pos

Kemarin, Sumut Pos menyambangi seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) bernama Kliwon. Purnawirawan TNI Angkatan Darat ini beralamat di Komplek Veteran di Medan Estate, Kabupaten Deli Serdang. Sebelum tinggal di komplek itu, Kliwon sempat menikmati rumah di Kodam Bukit Barisan di Jalan Binjai KM 7. Dia tinggal di situ hingga pensiun.

Kediamannya di Komplek Veteran sangat sederhana. Rumahnya berdinding papan dan beratapkan seng tanpa pelapis asbes. Perabotan rumahnya terlihat sudah usang. “Saya hidup dalam kemiskinan. Tak ada bantuan dari pemerintah sampai sekarang,” kata Kliwon yang telah menginjak usia 83 tahun.

Meski begitu, Ketua Serikat Tolong Menolong Memperebuti Hak (STM MH) ini terlihat tetap semangat. Rasa bangga dan cinta tanah air begitu ketara dalam sinar matanya. Bahkan, saking bangganya, dia pun telah meninggalkan wasiat bagi pewarisnya agar ketika meninggalkan dunia nanti dapat diselimuti dengan bendera Merah Putih. “Jika saya mati nanti, saya ingin kerenda mayat saya dilapisi kain bendera Merah Putih, bukan kain STM. Karena saya bangga bisa menegakkan Merah Putih di bumi pertiwi ini,” tegasnya.

Mulut keriput Kliwon kemudian menari. Bercerita tentang pengalamannya membela negeri. Dia mengisahkan, awalnya dia berjuang dibawah komando Kolonel Betjo. Pada 1956, dia pun menjadi tim SAR. “Saat itu belum ada TNI,” jelasnya.

Hingga suatu hari dia dipanggil oleh Camat Medan Timur. Dikatakan sang camat agar dia masuk TNI, kebetulan saat itu ada pendaftaran. Dengan panggilan dari hati ini dan untuk membela negara, ia menyepakati tawaran itu dan akhirnya bergabung menjadi TNI.

Awal karir menjadi TNI, Kliwon ditugaskan di Sibolga sekitar 1959 dan saat itu berperang dengan PRRI (Pemerintah Refolusi RI) yang dipimpin oleh Nainggolan. Bukan hanya perang itu saja yang dia lakukan.

“Yang paling berkesan saat melawan PKI,” kata Kliwon dengan mata berbinar.

Cerita Kliwon, saat itu dia ditugaskan menjadi intelijen. Tugasnya di Batangserangan Langkat. Kliwon diberi tugas menjaring informasi pergerakan PKI di tempat itu. “”Saya ditugaskan berpura-pura menjadi tukang jual ayam,” urai Kliwon sambil tersenyum tipis.

Hasilnya, Kliwon berhasil. Tak ada satu pun warga sekitar yang paham kalau dia adalah anggota TNI yang sedang menyamar. Begitupun PKI, sama sekali tak tahu penyamaran itu. “Hingga ada sebuah rapat akbar yang digelar PKI di situ. Langsung saya laporkan pada komando,” cerita Kliwon.
Dari laporan Kliwon tadi, TNI langsung menyergap. Pertempuran terjadi. TNI berhasil menang dengan menangkap satu gembong PKI. “Dihadapan PKI saya mengaku kalau saya TNI,” koar Kliwon.

Kliwon juga sempat berperang melawan Malaysia. Pernah juga dia bertugas di pesisir Pangkalanbrandan sampai kawasan Aceh, tepatnya pada tahun 1963. “Kami mengamankan nelayan dari perompak dan pernah dua kali ada kapal boat perusuh,” ucapnya.

Dari begitu banyak perang yang pernah dijalaninya, Kliwon pun mendapat penghargaan. “Penghargaan yang saya dapat dari Wirta Dharma dan Malaysia, Penegak penumpasan PKI, Sapta Marga, Perajurit Setia Delapan Tahun dari  Kasat Jakarta, Pejuang Tanpa Cacat 16 tahun dan 24 tahun tanpa cacat,” terang kakek berambut putih itu.

Masalahnya, kini Kliowon dirudung sedih. Kediamannya di Komplek Veteran bermasalah. Ada sengketa. Sementara, sebagai veteran dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menuntut hak itu. Hal ini dipertegas oleh istri Kliwon, Nur Atia Boru Sinambela. “Tanah tempat tinggal kami dikuasai mafia tanah,” katanya.

Lepas dari Kliwon, Sumut Pos pun menjumpai anggota LVRI lainnya. Dia adalah Ali Chatler Saragih. Sosok ini menjabat Ketua Ranting Medan Sunggal LVRI. Persis dengan Kliwon, Ali Chatler juga mengalami banyak perang. “Saya dapat penghargaan merebut Irian Barat, Penghargaan Ganyang Malasysia, dan Penumpasan PKI,” ucapnya.

Perang yang berkesan baginya adalah saat merebut Irian Barat. Dia bertugas di Sorong dan Biak dan dibawah komado langsung dari Soeharto yang kemudian hari menjadi presiden Indonesia. Saat perang itulah dia pernah mengalami kekurangan stok makanan. Saat itu, dia dan tim terjebak perang dalam tiga hari. Pesawat yang membawa makanan tidak datang-datang juga. Kabut di kawasan itu begitu tebal. Posisi mereka tidak diketahui. “Kami makan dengan mengandalkan apa yang disediakan alam,” cerita Ali Chatler.

Bagi Ali, kisah itu memang membanggakan. Setidaknya, rasa sakit bisa terpuaskan karena kemudian Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Kini, dia malah sedih ketika menyadari banyak kawan seperjuangannya yang tidak memiliki nasib menyenangkan. Termasuk, dia sendiri. Hingga kini Ali Chatler memang masih tinggal di rumah dinas TNI yang berada di kawasan Sunggal. “Di Medan saja 50 persen veteran masih menyewa dan sebahagian tinggal di komplek veteran,” ucapnya.

Ali berharap, agar kiranya pejabat-pejabat mau menolong nasib para veteran. Pasalnya, keberadaan negara ini tak lepas dari perjuangan mereka. “Dan tinggalkan korupsi agar rakyat adil dan damai,” harapnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/