MEDAN-Sepuluh orang korban penipuan CPNS Pemko Medan 2010, Minggu (5/1), mendatangi rumah HHS, calo yang telah menilep uang mereka di Jalan Monginsidi. Namun HHS yang berkerja sebagai PNS di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan itu, tidak bisa mengembalikan uang para korbannya.
Kepada para korbannya, HHS mengatakan, dia memang pernah berjanji akan mengembalikan uang mereka jika anak mereka tidak lulus seleksi CPNS. Namun hal itu tidak bisa dilakukannya, karena semua uangnya telah disetorkan kepada Damari Sianturi, PNS di Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan.
Sebelumnya di Mapoldasu, Damari mengaku juga menjadi ‘korban’, karena uang para korban telah disetorkannya kepada Plancius Panjaitan. Plancius menurut Damari adalah pengusaha ekspedisi yang mengaku bisa meloloskan peserta seleksi CPNS karena memiliki kedekatan dengan Presiden SBY dan orang-orang di Cikeas.
Sementara itu, para korban mengaku telah menyetorkan uang sebanyak Rp115 juta hingga Rp180 juta kepada HHSn Penyetoran uang tersebut disertai kwitansi bermaterai. “Si HHS ngakunya, uang sudah disetorkan semuanya sama Damari. Katanya, ada kwitansinya. Jadi kami fotokopi semua kwitansinya itu. Dari 24 kwitansi, yang ada sama saya 22 kwitansi. Dua kwitansi lainnya, katanya terselip-selip entah kemana. Katanya mau dicari sama si HHS itu,” ungkap salah seorang korban yang enggan disebutkan identitasnya. Sebagian besar korban penipuan calo CPNS itu menolak disebut identitasnya.
Dari rumah HHS, para korban kemudian mendatangi kediaman Damari, PNS Dinkes Medan yang bertugas di Puskesmas Kelurahan Lalang, Medan Sunggal. Rumah Damari yang berada di Gang Suplir, Kelurahan Cinta Damai, Medan Sunggal itu sepi. Di rumah tersebut hanya ada suami Damari, Desmon Simangunsong. Damari sendiri tak diketahui berada di mana.
Kepada para ‘tamunya’ Desmon mengatakan istrinya telah menyerahkan uang dari para korban CPNS kepada Plancius Panjaitan di Jakarta. Tak berhasil memperoleh kejelasan kapan uanganya dikembalikan, para korban percaloan itupun bubar.
Seorang korban kepada wartawan koran ini menginginkan, agar persoalan ini tidak berlanjut ke jalur hukum, tapi diselesaikan dengan cara kekeluargaan. “Ya itu, maksudnya uang kami kembali dan gak sampai ke polisi. Nanti kalau ke polisi, jadi ribet. Takutnya kalau ke polisi, uang kami nggak kembali malah kami keluar uang lagi. Kami juga heran, kenapa si Damari itu dilepaskan Poldasu,” tutupnya.
Sementara itu, sebelumnya sejumlah korban calo CPNS menyayangkan sikap Ditreskrimum Poldasu yang melepas Damari Sianturi. Pasalnya, bukti-bukti keterlibatan PNS di Dinas Kesehatan Medan itu sudah sangat jelas.
Kepada polisi, Damari juga telah mengakui keterlibatannya. Meski dia mengaku menjadi korban pelaku lainnya, Plancius Panjaitan, yang mengaku orang dekat ‘Cikeas’. Para korbannya juga mengaku memiliki kwitansi bermaterai, bukti penyetoran uang ke Damari dan sindikatnya.
Alasan polisi melepas Damari karena tidak ada korban yang melaporkannya. Sejumlah korban yang ditemui wartawan koran ini, kemarin (3/2), mengaku enggan melaporkan Damari dan sindikatnya ke polisi karena masih berharap uang mereka dikembalikan. “Kita masih ingin baik-baik. Kalau nanti ke polisi, lama prosesnya. Dipanggil-panggil lagi dan sebagainya,” ujar Jasa Karokaro, salah seorang dari 42 korban Damari.
Jasa Karokaro menyerahkan uang tersebut kepada perempuan berinisial HHS, PNS di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan. Jasa Karokaro mengaku menyerahkan Rp180 juta agar keponakannya, Hasan Tarigan, lulus jadi CPNS rekruitmen 2010 di Pemko Medan.
Menurutnya, HHS saat itu menyatakan, bila sampai 5 Januari 2011 tak lulus CPNS, maka uang tersebut dikembalikan. HHS kemudian menyetorkannya kepada Damari. Menurut pengakuan Damari, dia langsung menyetorkannya ke Plancius Panjaitan.
“Uangnya saya serahkan langsung ke HHS, dan diberi kwitansi. Janjinya Januari 2011 lalu sudah masuk kerja. Kalau sampai tanggal 5 Januari 2011 lalu tidak juga diterima, maka dia (HHS, red) akan mengembalikan uangnya secara utuh. Tapi sampai sekarang tidak pernah dikembalikan. Saya sudah menemuinya di rumah, di Pemko Medan. Kadang ketemu, kadang tidak. Kalau pas ketemu, waktu kuminta uangnya alasannya sudah disetorkan ke kawan atau atasannya,” ungkapnya.
Jasa Karokaro menyatakan, dirinya masih mengharapkan itikad baik dari HHS untuk mengembalikan uangnya. Karenanya dia belum berniat melaporkannya ke polisi.
Korban lain yang enggan disebutkan identitasnya saat ditemui wartawan koran ini di kediamannya, menunjukkan kwitansi bermaterai, bukti penyetoran uang Rp115 juta kepada HHS. Kwitansi yang ditandatangani HHS itu bertanggal 1 Januari 2011. Dia sendiri sudah berulangkali menemui HHS, namun HHS mengatakan uangnya telah disetorkannya kepada Damari.
“HHS ini menyetorkannya ke Damari Sianturi itu. Makanya kami aneh, kok bisa dilepaskan polisi dia (Damari, red). Memang itulah. Kami ini kan masyarakat awam, kami takut juga mau melapor ke polisi. Nanti makin lama selesainya, dipanggil sana-sini. Terus takutnya nggak kembali uang kami. Kalau kwitansinya kami punya semua,” ujar korban tersebut.
Setelah diajak berdiskusi, korban tersebut berencana mengontak puluhan korban lainnya agar membuat pengaduan bersama-sama. “Kami ini akan ngumpul dan membicarakan itu dulu. Ya itu tadi, maklumlah kami masyarakat awam,” keluhnya.
Penerimaan CPNS tahun 2010 (prosesnya hingga 2011, Red) merupakan penerimaan terakhir sebelum moratorium dilakukan pemerintah pusat. Saat itu Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Medan masih dijabat oleh Lahum Lubis yang saat ini menduduki jabatan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Medan.
Kepada wartawan koran ini, Lahum Lubis menyatakan persoalan calo CPNS untuk penerimaan tahun 2010 lalu memang sudah jauh hari didengarnya. Bahkan dia juga sempat dipanggil untuk memberikan keterangan kepada pihak Polresta Medan. “Iya, ini sudah pernah. Waktu itu kita diminta memberi klarifikasi ke Polresta Medan. Apa yang dilakukannya (HHS, red), itu bukan atas nama Pemko Medan melainkan atas nama pribadinya dan mungkin kawan-kawannya. Kita juga sudah pernah buat teguran kepada yang bersangkutan,” akunya.
Lahum kemudian menuturkan, HHS ini bekerjasama dengan petugas di Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan. “Itu orangnya katanya kerjasama dengan petugas di salah satu puskesmas di Medan. Saya lupa namanya,” ungkapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendy, mengatakan Damari Sianturi adalah PNS di Puskesmas Kelurahan Lalang, Medan Sunggal. Dan sosok Damari Sianturi ini merupakan, sosok PNS yang tidak baik. Sebagai atasan, dia telah menyerahkan kepada BKD Medan untuk pemberian sanksinya. “Iya, itu sudah pernah kita tegur dan kita peringati. Kita sudah memberikan surat penyerahan ke BKD Pemko Medan, untuk diambil tindakan tegas terhadapnya. Semua surat-surat mengenai perilaku buruk sebagai petugas puskesmas itu, ada semua sama saya,” tegasnya.
Kasubdit III/Umum Polda Sumut, AKBP Andry Setiawan kepada Sumut Pos menyatakan, agar sebaiknya para korban-korban penipuan CPNS tersebut segera melaporkan hal itu, guna dilakukan penyelidikan dan pengembangan terhadap kasus penipuan CPNS tersebut.
“Sebaiknya segera dilaporkan, agar bisa segera juga kita tangani,” ungkapnya.
Berita sebelumnya, Damari Sianturi dan dua orang rekannya menyerahkan diri ke Polda Jawa Barat, setelah tak berhasil melacak keberadaan ‘orang dekat’ Cikeas di Jakarta dan Bandung. Ketiganya kemudian dijemput petugas Poldasu. Namun setelah diperiksa, Damari dilepaskan. Polisi beralasan tidak ada pengaduan para korban terkait keterlibatan Damari. Dalam kasus ini bebeberapa orang telah ditahan dan disidang PN Medan, diantaranya Delisa. Perempuan ini merupakan satu jaringan di bawah Plancius Panjaitan. Menurut pengakuan Damari, diperkirakan ada sekitar Rp60 miliar yang disetorkan sejumlah ‘korban’ seperti dirinya kepada Plancius Panjaitan. (ari)