30 C
Medan
Wednesday, February 5, 2025

Peserta BPJS Ketenagakerjaan 22,6 Juta, Kesehatan Cuma 11 Juta

”Hasil KBK ini sangat positif. Makanya akan diperluas hingga tingkat kabupaten/kota. Tapi puskesmas di daerah terpencil tidak kita syaratkan karena jaringan komunikasi dan lainnya yang masih terkendala,” ujarnya ditemui usai acara JLN international workshop di Jogjakarta, kemarin (2/3).

Dia menjelaskan, dalam pelaksanaan pembayaran KBK, selain SDM dan alat yang dimilik, penilaian juga dilihat dari capaian indikator yang meliputi beberapa aspek. Misalnya, angka kontak, yang merupakan indikator untuk mengetahui tingkat aksesibilitas dan pemanfaatan pelayanan primer di FKTP. Perhitungannya, berdasarkan berapa peserta JKN yang mendapat pelayanan kesehatan per bulan.

Selanjutnya, rasio rujukan rawat jalan non spesialistik. Ini untuk mengetahui kualitas pelayanan di FKTP, sehingga sistem rujkan terselenggara sesuai dengan indikasi medis. Lalu, rasio peserta prolanis (program pengelolaan penyakit kronis). Ini untuk mengetahui kesinambungan pelayanan penyakit kronis.

”Setelah diberlakukan KBK, rata-rata rujukan rawat jalan non spesialistik turun. Dari 5 persen menjadi 0,9 persen. Kemudian, rasio kontal dari 79 per 1000 orang meningkat menjadi 150 per 1000 orang,” tuturnya.

Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS kesehatan Irfan Humaidi menambahkan, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi besarnya angka rujukan ini. Pertama, terkait ketersediaan SDM dan alat. Kedua, operasional FKTP itu sendiri yang belum 24 jam. ”lalu, kan puskesmas juga belum semua buka Sabtu dan Mingg,” jelasnya.

 

Persoalan klaim yang tinggi juga turut disampaikan oleh perwakilan Jooint Learning Network Vietnam Tham Chi Dung. Dia mengungkapkan, saat ini di Vietnam hampir seluruh biaya kesehatan peserta asuransi milik pemerintah ditanggung. Seperti contohnya MRI, operasi dengan bantuan robot dan lainnya. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah membengkak.

”Negara kita ini negara mskin, kenapa operasi harus pakai robot ditanggung pemerintah? Ke depan ini tidak lagi,” ungkapnya.

Selain itu, Vietnam juga akan berlajar dari Indonesia soal sistem kapitasi. Mereka berencana menerapkan sistem ini untuk jaminan kesehatan di sana. Baik untuk fasilitas kesehatan milik pemerintah ataupun swasta.

”Kami memiliki surplus 3 Miliar dollar. Tapi ini diperkirakan segera habis di tahun 2019 bila seluruhnya terus ditanggung. Kami juga berencana menaikkan premi,” ungkapnya. (mia/bil/jpg/ril)

”Hasil KBK ini sangat positif. Makanya akan diperluas hingga tingkat kabupaten/kota. Tapi puskesmas di daerah terpencil tidak kita syaratkan karena jaringan komunikasi dan lainnya yang masih terkendala,” ujarnya ditemui usai acara JLN international workshop di Jogjakarta, kemarin (2/3).

Dia menjelaskan, dalam pelaksanaan pembayaran KBK, selain SDM dan alat yang dimilik, penilaian juga dilihat dari capaian indikator yang meliputi beberapa aspek. Misalnya, angka kontak, yang merupakan indikator untuk mengetahui tingkat aksesibilitas dan pemanfaatan pelayanan primer di FKTP. Perhitungannya, berdasarkan berapa peserta JKN yang mendapat pelayanan kesehatan per bulan.

Selanjutnya, rasio rujukan rawat jalan non spesialistik. Ini untuk mengetahui kualitas pelayanan di FKTP, sehingga sistem rujkan terselenggara sesuai dengan indikasi medis. Lalu, rasio peserta prolanis (program pengelolaan penyakit kronis). Ini untuk mengetahui kesinambungan pelayanan penyakit kronis.

”Setelah diberlakukan KBK, rata-rata rujukan rawat jalan non spesialistik turun. Dari 5 persen menjadi 0,9 persen. Kemudian, rasio kontal dari 79 per 1000 orang meningkat menjadi 150 per 1000 orang,” tuturnya.

Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS kesehatan Irfan Humaidi menambahkan, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi besarnya angka rujukan ini. Pertama, terkait ketersediaan SDM dan alat. Kedua, operasional FKTP itu sendiri yang belum 24 jam. ”lalu, kan puskesmas juga belum semua buka Sabtu dan Mingg,” jelasnya.

 

Persoalan klaim yang tinggi juga turut disampaikan oleh perwakilan Jooint Learning Network Vietnam Tham Chi Dung. Dia mengungkapkan, saat ini di Vietnam hampir seluruh biaya kesehatan peserta asuransi milik pemerintah ditanggung. Seperti contohnya MRI, operasi dengan bantuan robot dan lainnya. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah membengkak.

”Negara kita ini negara mskin, kenapa operasi harus pakai robot ditanggung pemerintah? Ke depan ini tidak lagi,” ungkapnya.

Selain itu, Vietnam juga akan berlajar dari Indonesia soal sistem kapitasi. Mereka berencana menerapkan sistem ini untuk jaminan kesehatan di sana. Baik untuk fasilitas kesehatan milik pemerintah ataupun swasta.

”Kami memiliki surplus 3 Miliar dollar. Tapi ini diperkirakan segera habis di tahun 2019 bila seluruhnya terus ditanggung. Kami juga berencana menaikkan premi,” ungkapnya. (mia/bil/jpg/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/