”Biasanya, per hektar sawah mereka menghasilkan 39 kwintal padi, namun kalau menggunakan pupuk palsu ini hasil panennya hanya 25 kwintal. Artinya, ada penurunan 14 kwintal, kerugian yang begitu besar untuk petani,” jelasnya.
Dengan pabrik yang telah beroperasi selama 10 tahun dan dampaknya pupuk yang menurunkan hasil panen, apakah sindikat ini salah satu yang mengganjal program swasembada pangan? Agung mengaku belum bisa berkomentar terkait hal tersebut.
”Yang pasti, dengan terungkapnya pabrik pupuk palsu ini, maka petani tidak lagi dirugikan dan bisa meningkatkan hasil panennya. Kami awasi terus agar tidak ada pemalsuan lagi, ini sebagai upaya Bareskrim membantu petani,” jelasnya kemarin.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Mahyudin mengatakan, baik aparat maupun pemerintah harus bergerak cepat menangani kasus tersebut. Terutama, untuk mencegah penggunaan lebih lanjut dari pupuk palsu tersebut.
’’Alur pupuk tersebut harus dilacak secara detil sampai ke petani mana yang menggunakan produk tersebut. Karena produk tersebut harus segera ditarik sebelum kerusakan terjadi lebih parah,’’ ungkapnya.
Dia menambahkan, pupuk palsu sudah pasti merugikan petani di Indonesia. Bukan hanya produk, namun dampak ke produk pertanian yang dipanen pun menjadi lebih buruk dari yang seharusnya. Karena itu, dia meminta ada evaluasi terhadap seluruh pabrik pupuk di seluruh Indonesia. Terutama, pabrik-pabrik pupuk kecil yang biasanya tak terdeteksi.
’’Pemerintah harusnya bersikap cepat dan tegas menangani hal ini. Juga, memastikan ada ganti rugi terhadap petani yang sudah tertipu oleh pupuk tersebut,’’ ucapnya. (idr/bil/ram)

