31 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Narkoba Key Dibanderol Rp500 Ribu per Paket

Menelusuri Tempat Hiburan Malam, Station (4)  

GEDUNG: : Suasana  luar gedung Stasion  difoto, kemarin.//tim sumut pos
GEDUNG: : Suasana di luar gedung Stasion yang difoto, kemarin.//tim sumut pos

Baru saja bertemu dengan kolega Jumat malamnya, tapi kolega kembali mengajak saja esoknya, di Sabtu malam alias malam Minggu. Janji kembali bertemu di Station. Saya pun tak mau menyiakan ajakan kolega. Pasalnya, kolega berjanji akan menunjukkan peredaran narkoba di tempat itu.

Pukul delapan malam, saya dan kolega berjanji untuk bertemu kolega. Saya hanya disuruh menunggu kolega di tempat parkiran Station di Jalan Wajir Medan. Dengan mengikuti instruksi kolega, saya pun menunggu di Jalan Wajir itu, tepatnya di sebelah gedung Station. Beruntung saya hanya sepuluh menit menunggunya di parkiran itu. Kamipun melangkah menuju gedung Station.

Hebatnya, beberapa langkah kami berjalan, ada seorang pria menghampiri kami dengan menawarkan pil ekstasi. “Bang, ada nih Bang bagus barangnya. Mantap Bang.

Harganya bisa diskon,” tawar pria itu kepada saya dan kolega.
Sang kolega pun merasa tertarik dengan tawaran pil ekstasi dari si pria itu. “Kau lihat nih, di luar saja di jual, apalagi di dalam,” bisik kolega ke telinga saya.
Kolega lalu memancing si pria tadi untuk menunjukkan pil dagangannya kepada kami. “Ada berapa butir, coba mana barangnya, biar kulihat dulu,” tanya kolega kepada pria berkulit hitam, bertubuh kurus dan berambut ikal itu.

Tanpa rasa takut, si pria itu langsung menunjukkan empat butir pil itu kepada kami Pilnya berwarna ungu. Si pria berkulit hitam itu bilang, harga obat yang dia tawarkan hanya Rp175 ribu saja. “Sudah murah harga segitu Bang, kalau di dalam harganya Rp250 ribu. Kualitasnya jangan ragu Bang, mantap nih punya kita,” bujuk si pria tadi.

Kolega hanya memandangi empat butir ekstasi yang berada di telapak tangan si pria berkulit hitam. Kolega tak ingin menyentuh pil itu karena dia tahu bisa membahayakan dirinya, paling tidak bisa saja si pria hitam itu menjebakkan kepada aparat hukum. Tak mau menanggung risiko besar, kolega lalu menolak halus tawaran pil dari si pria berkulit hitam tadi, meski si pria itu sedikit memaksa.

Setelah meninggalkan pria berkulit hitam tadi, kamipun lalu masuk ke dalam KTV yang sudah dipesan kolega. Di dalam KTV, ternyata sudah ada seorang pria yang ternyata teman kolega. Si teman kolega langsung menyambut kedatangan kami. Kalau saya perhatikan sekilas, teman kolega sepertinya seorang pebisnis.

Saya menilainya dari stelan pakaiannya yang necis dan rapi; terkesan ekslusif seperti cara berpakaian kolega saya
Beberapa botol air mineral sudah tergeletak di atas meja lengkap dengan potongan buah segar.

Kolega lalu mengajak saya membuktikan kalau di Station juga ada pil ekstasi dan narkoba key (turunan narkotika dari jenis kokain). “Saya pesan key dan ekstasi dulu ya sama pelayan. Ini semua demi pembuktian,” kata kolega kepada saya.

Saya langsung mengangguk setuju. Kolega langsung memanggil pelayan. Tanpa banyak tanya dan rasa curiga, si pelayan lalu bergegas pergi. Sedangkan saya seperti sebelumnya menunggu dengan rasa cemas dan takut.
“Kau jangan takut, kalau mau investigasi, kau harus terjun langsung membuktikannya, jangan setengah-setengah,” kata kolega sedikit marah kepada saya. “Baiklah bos,” jawab saya singkat.

Tak lama kami ngobrol, seorang pria bertubuh tinggi besar dan berkulit putih menemui kolega. Tawar menawar harga key terjadi. “Satu paket harganya Rp500 ribu Bos. Obatnya harganya biasa Bos,” kata si pria bertubuh tinggi itu. Sang kolega langsung setuju.
Key dan dua butir ekstasipun lalu diserahkan ke kolega. Si pria bertinggi besar itu lalu meninggalkan KTV kami.

Menurut cerita kolega, cara menggunakan key tergantung selera masing-masing juga. Bisa dicampurkan ke minuman alkohol atau dihirup dengan sedotan melalui hidung. “Tapi kalau pakai sedotan, key-nya harus dihaluskan lagi,” kata kolega kepada saya.

Saya pun hanya menganguk-angguk sambil memperhatikan bentuk key seperti bubuk kristal putih, butirannya lebih besar dari serbuk sabu.
Kolega tak menghiraukan key dan ekstasi yang tergeletak di atas meja. Bahkan, dia menyuruh temannya untuk membuang barang itu ke dalam wastafel. “Bos! Bos sudah membuang uang Rp1 juta ke dalam wastafel,” kataku sambil tertawa.
“No problem, lebih baik kita nyanyi-nyanyi karaoke aja yuk,” ajak kolaga.

Saya pun mengangguk setuju. Masih cerita kolega, ujung tombak peredaran narkoba juga masih dipegang manajemen Station. “Kendalinya dipegang sama pria yang ngasih obat kita dan ada satu wanita, mereka menejemen di Station ini,” kata kolega.

Malam itu, saya dan kolega bernyanyi riang sambil melepaskan penat. Pertemanan saya dengan kolega bukan hanya sebatas teman baik, tapi dia sudah saya anggap sebagai saudara yang selalu tulus membantu saya. Ahh, andai saja banyak orang seperti jiwa kolega saya, pasti banyak orang yang bahagia.   (*)

Menelusuri Tempat Hiburan Malam, Station (4)  

GEDUNG: : Suasana  luar gedung Stasion  difoto, kemarin.//tim sumut pos
GEDUNG: : Suasana di luar gedung Stasion yang difoto, kemarin.//tim sumut pos

Baru saja bertemu dengan kolega Jumat malamnya, tapi kolega kembali mengajak saja esoknya, di Sabtu malam alias malam Minggu. Janji kembali bertemu di Station. Saya pun tak mau menyiakan ajakan kolega. Pasalnya, kolega berjanji akan menunjukkan peredaran narkoba di tempat itu.

Pukul delapan malam, saya dan kolega berjanji untuk bertemu kolega. Saya hanya disuruh menunggu kolega di tempat parkiran Station di Jalan Wajir Medan. Dengan mengikuti instruksi kolega, saya pun menunggu di Jalan Wajir itu, tepatnya di sebelah gedung Station. Beruntung saya hanya sepuluh menit menunggunya di parkiran itu. Kamipun melangkah menuju gedung Station.

Hebatnya, beberapa langkah kami berjalan, ada seorang pria menghampiri kami dengan menawarkan pil ekstasi. “Bang, ada nih Bang bagus barangnya. Mantap Bang.

Harganya bisa diskon,” tawar pria itu kepada saya dan kolega.
Sang kolega pun merasa tertarik dengan tawaran pil ekstasi dari si pria itu. “Kau lihat nih, di luar saja di jual, apalagi di dalam,” bisik kolega ke telinga saya.
Kolega lalu memancing si pria tadi untuk menunjukkan pil dagangannya kepada kami. “Ada berapa butir, coba mana barangnya, biar kulihat dulu,” tanya kolega kepada pria berkulit hitam, bertubuh kurus dan berambut ikal itu.

Tanpa rasa takut, si pria itu langsung menunjukkan empat butir pil itu kepada kami Pilnya berwarna ungu. Si pria berkulit hitam itu bilang, harga obat yang dia tawarkan hanya Rp175 ribu saja. “Sudah murah harga segitu Bang, kalau di dalam harganya Rp250 ribu. Kualitasnya jangan ragu Bang, mantap nih punya kita,” bujuk si pria tadi.

Kolega hanya memandangi empat butir ekstasi yang berada di telapak tangan si pria berkulit hitam. Kolega tak ingin menyentuh pil itu karena dia tahu bisa membahayakan dirinya, paling tidak bisa saja si pria hitam itu menjebakkan kepada aparat hukum. Tak mau menanggung risiko besar, kolega lalu menolak halus tawaran pil dari si pria berkulit hitam tadi, meski si pria itu sedikit memaksa.

Setelah meninggalkan pria berkulit hitam tadi, kamipun lalu masuk ke dalam KTV yang sudah dipesan kolega. Di dalam KTV, ternyata sudah ada seorang pria yang ternyata teman kolega. Si teman kolega langsung menyambut kedatangan kami. Kalau saya perhatikan sekilas, teman kolega sepertinya seorang pebisnis.

Saya menilainya dari stelan pakaiannya yang necis dan rapi; terkesan ekslusif seperti cara berpakaian kolega saya
Beberapa botol air mineral sudah tergeletak di atas meja lengkap dengan potongan buah segar.

Kolega lalu mengajak saya membuktikan kalau di Station juga ada pil ekstasi dan narkoba key (turunan narkotika dari jenis kokain). “Saya pesan key dan ekstasi dulu ya sama pelayan. Ini semua demi pembuktian,” kata kolega kepada saya.

Saya langsung mengangguk setuju. Kolega langsung memanggil pelayan. Tanpa banyak tanya dan rasa curiga, si pelayan lalu bergegas pergi. Sedangkan saya seperti sebelumnya menunggu dengan rasa cemas dan takut.
“Kau jangan takut, kalau mau investigasi, kau harus terjun langsung membuktikannya, jangan setengah-setengah,” kata kolega sedikit marah kepada saya. “Baiklah bos,” jawab saya singkat.

Tak lama kami ngobrol, seorang pria bertubuh tinggi besar dan berkulit putih menemui kolega. Tawar menawar harga key terjadi. “Satu paket harganya Rp500 ribu Bos. Obatnya harganya biasa Bos,” kata si pria bertubuh tinggi itu. Sang kolega langsung setuju.
Key dan dua butir ekstasipun lalu diserahkan ke kolega. Si pria bertinggi besar itu lalu meninggalkan KTV kami.

Menurut cerita kolega, cara menggunakan key tergantung selera masing-masing juga. Bisa dicampurkan ke minuman alkohol atau dihirup dengan sedotan melalui hidung. “Tapi kalau pakai sedotan, key-nya harus dihaluskan lagi,” kata kolega kepada saya.

Saya pun hanya menganguk-angguk sambil memperhatikan bentuk key seperti bubuk kristal putih, butirannya lebih besar dari serbuk sabu.
Kolega tak menghiraukan key dan ekstasi yang tergeletak di atas meja. Bahkan, dia menyuruh temannya untuk membuang barang itu ke dalam wastafel. “Bos! Bos sudah membuang uang Rp1 juta ke dalam wastafel,” kataku sambil tertawa.
“No problem, lebih baik kita nyanyi-nyanyi karaoke aja yuk,” ajak kolaga.

Saya pun mengangguk setuju. Masih cerita kolega, ujung tombak peredaran narkoba juga masih dipegang manajemen Station. “Kendalinya dipegang sama pria yang ngasih obat kita dan ada satu wanita, mereka menejemen di Station ini,” kata kolega.

Malam itu, saya dan kolega bernyanyi riang sambil melepaskan penat. Pertemanan saya dengan kolega bukan hanya sebatas teman baik, tapi dia sudah saya anggap sebagai saudara yang selalu tulus membantu saya. Ahh, andai saja banyak orang seperti jiwa kolega saya, pasti banyak orang yang bahagia.   (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/