Dua Jam Bincang-bincang Bersama Balon Gubsu, Cornel Simbolon (3)
Listrik di rumahmu byar pet? Itu bukan karena Sumatera Utara kekurangan sumber energi. Pasalnya, “Banyak sumber-sumber energi terbarukan di Sumut yang belum termanfaatkan. Jika kita sungguh-sungguh mau bekerja, energi itu niscaya bisa digali dan dimanfaatkan,” kata Cornel Simbolon, dengan nada optimis.
Cornel menuturkan, daerah Sarulla, Taput diprediksi memiliki cadangan energi panas bumi terbesar di dunia. Namun hingga saat ini belum juga dieksploitasi, karena proses tawar-menawar antara investor dengan PLN soal harga jual listrik per kwh, belum mencapai titik temu.
Selain Sarulla, Sumut juga memiliki daerah Simbolon-Pusuk Buhit, Samosir, yang memiliki potensi panas bumi hingga 500 megawatt di dua lokasi, kemudian di Sibual-buali 150 MW, Gunung Sorik-Merapi sebesar 150 MW, serta Gunung Sibayak sebesar 70 MW. Selain itu juga terdapat potensi energi biomassa yang belum dapat dihitung.
“Ada juga potensi pemanfaatan kekuatan angin di kawasan Tele, menjadi pembangkit listrik. Belajar dari Zhuhai-China, mereka membangun 1.000 kincir angin untuk menangkap putaran angin, dan memanfaatkannya menjadi pembangkit listrik tenaga angin untuk memenuhi kebutuhan listrik di Zhuhai. Nah, putaran angin di Tele dihitung mampu seperti itu jika dimanfaatkan,” katanya bersemangat.
Selain Sarulla, Pusuk Buhit, dan Tele, Sumut juga memiliki sumber cadangan energi di berbagai daerah, seperti Sungai Asahan yang memutar turbin PLTA Asahan, Dari bidang pertanian, Cornel juga melihat potensi pembuatan bioetanol dari produksi tuak (air nira) di Sumut.
“Pohon aren (nira) banyak di Sumut. Baru-baru ini saya berkunjung ke Namopinang, Deliserdang, potensi air nira di sana sangat besar. Ada 137 sepeda motor yang dibeli warga setempat dari hasil penjualan air nira. Itu menunjukkan, produksi air nira di kawasan itu cukup besar. Dan itu bisa dimanfaatkan lebih besar lagi,” ungkapnya.
Menurut warga Namopinang, dari 1 pohon nira, bisa menghasilkan 12 liter air nira dalam satu hari. Jika misalnya ada 500 pohon nira di daerah tersebut dan sekitarnya, berarti dalam sehari bisa diperoleh 6 ton nira. Potensi yang cukup besar untuk dijual sebagai minuman atau untuk diolah menjadi bioetanol.
Cornel menyebutkan, dengan riset dan teknologi rekayasa pertanian, petani bisa menciptakan pohon aren unggulan. Dengan demikian, produksinya lebih meningkat. “Selama ini, pembudidayaan pohon aren kurang mendapat perhatian serius. Kebanyakan tumbuh sendiri, bukan karena ditanam.
Aren dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, tidak subur, dan berpasir. Nah, jika dibudidayakan lebih sungguh-sungguh lagi, hasilnya tentu lebih maksimal,” ungkapnya.
Adapun pohon aren memiliki manfaat beragam. Misalnya akar dapat untuk obat tradisional, batang diolah untuk berbagai peralatan, ijuknya untuk keperluan bangunan, daunnya kususnya daun muda untuk pembungkus dan merokok. Hasil produksinya seperti buah dan nira, dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. “Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat memfasilitasi penyediaan bibit aren, untuk dibudidayakan masyarakat Sumut,” cetusnya.
Dalam hal ini, tugas pemerintahlah mengelola seluruh potensi sumber energi yang ada, untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat banyak. (mea/bersambung)