25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Ditahan karena tak Punya 3.000 Ringgit

Enam Nelayan Pantai Labu yang Berhasil Dipulangkan dari Malaysia

Tidak ada acara tepung tawar resmi yang digelar. Namun, ketika bus milik Pemkab Deli Serdang berhenti di depan kantor Kepala Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu, kegembiraan bercampur haru langsung menyeruak. Enam dari 12 nelayan yang dinanti telah tiba setelah ditahan oleh Pemerintah Malaysia.

Mereka, keenam nelayan itu, turun dari bus langsung disambut tangis keluarga. Bagaimana tidak, waktu enam bulan di tahanan bukanlah masa yang singkat. Tak pelak, peluk cium dari keluarga tak terhindarkan.

Dengan mengenakan kaos putih, keenamnya pun tampak begitu merindukan keluarga dan kampung halaman mereka. Mata mereka berkaca. “Di penjara aku bernazar, apabila bebas aku akan melaksanakan salat lima waktu,”tegas seorang nelayan, Muklis (22) Istri Adi Afrizal (36), Jumiati (30), malah tak mampu menahan tangis bahagia. “Tentu, kita takut, Bang. Soalnya, kita takut apakah suami sakit atau bagaimana,” ujarnya.

Selain khawatir akan kesehatan suami, Jumiati juga harus membanting tulang untuk mencukupi ekonomi rumah tangganya. Wanita yang memiliki anak empat ini, harus bekerja serabutan dengan upah Rp10 ribu per hari selam enam bulan. Karena itu, kepulangan Adi Afrizal menjadi berkah tiada tara baginya.

Sayang, kegembiraan enam keluarga nelayan yang dibebaskan itu, sangat kontras dengan  yang dialami Asmah (45). Pasalnya, anaknya yang bernama Moh Idris Irham tidak dapat pulang. “Saya berharap pemerintah segera memulangkan nelayan yang masih tertahan,” katanya.

Di tempat yang sama, Ady Aprizal dan rekan nelayan lainnya, Iskandar (34), bercerita pada Sumut Pos. Iskandar membeberkan kalau mereka dituduh melanggar perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kapal mereka, dihadang oleh kapal Agency Pengkuat Maritim Diraja Malaysia (APMY). Kemudian, seluruh anak buah kapal (ABK) ditahan. Saat itu, ada dua kapal yang ditangkap dan para nelayan dibawa ke Malaysia untuk disidangkan.

“Kami ditangkap tanpa melalui peringatan. Langsung diboyong ke Malaysia, padahal peralatan navigasi kami hanya kompas. Bagaimana kita tau letak kordinat pada saat itu,” bilangnya.
Ady Aprizal menimpali kalau mereka langsung ditahan dan disuruh mengakui telah melanggar tapal batas. Dengan berat hati, seluruh nelayan terpaksa mengakui kesalahan yang belum tentu dilakukan.

Awal persidangan, di tingkat pertama, nelayan disodorkan pilihan. Pertama, bila mampu membayar denda 3000 ringgit per orang maka diperbolehkan kembali ke Indonesia. “Kita tidak mempunyai uang, terpaksa mendekam selama 6 bulan di penjara Malaysia,” katanya.

Tiga nelayan lain yang berhasil dibebaskan adalah Ok Hasan Basri (38), Harianto Simbolon (34), serta Hairi Fadli (26). Mereka tiba di Terminal Kedatangan International Bandara Polonia Medan, Jumat (6/1) pukul 07.30 WIB. Pembebasan ini tak lepas dari usaha Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Deli Serdang bersama Pemkab Deli Serdang dibantu oleh anggota DPD RI Parlidungan Purba.

Rakhmadsyah SH, ketua HNSI Deli Serdang, menerangkan keenam nelayan asal pantai Desa Paluh Sebaji Kecamatan Pantai Labu itu, diterbangkan dari Kuala Lumpur dengan menumpang pesawat Air Asia. Sebelum berangkat, keenamnya diserahkan langsung oleh Wakil Komandan Imigrasi Malaysia Suohari kepada perwakilan Indonesia. Serah terima itu, berlangsung sekitar pukul 03.30 waktu Malaysia.

Setelah itu, pagi hari keenamnya dibawa ke kedutaan besar Ri di Kuala Lumpur dan menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang berfungsi sebagai pengganti paspor. SPLP berfungsi sekali pakai dengan masa waktu selama sebulan. Setelah mendapat dokumen SPLP maka keenamnya baru dapat dipulangkan.

Terkait pemulangan keenam nelayan itu, dibiayai anggota DPD RI Parlidungan Purba bersama Bupati Deli Serdang Amri Tambunan. “Biaya ditanggung keduanya. Sedangkan Kedubes RI tidak memiliki biaya untuk pemulangan,”jelas Rakhmadsyah.

Disebutkan Rakhmadsyah, sejatinya ada 13 nelayan yang ditangkap. Mereka tertangkap pada 22 Agustus 2011 silam. Namun, karena sakit asma, Eli Zailani (34), meninggal dunia di Penjara Bahtera, Penang-Malaysia. Kemudian pada Senin (14/11) jenazahnya dipulangkan. Masih ada enam nelayan lagi yang belum dipulangkan. Dua diantaranya masih dibawa umur yakni Moh Idris Irham dan Ucil.

Keduanya ditahan di penjara anak Sai Petani di wilayah Kedah, Malaysia. Sementara itu, empat nelayan lainnya belum diketahui informasinya. Mereka adalah Siyes, Alwatan alias Siken, Lukman, dan Hendra. (btr/jon)

Enam Nelayan Pantai Labu yang Berhasil Dipulangkan dari Malaysia

Tidak ada acara tepung tawar resmi yang digelar. Namun, ketika bus milik Pemkab Deli Serdang berhenti di depan kantor Kepala Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu, kegembiraan bercampur haru langsung menyeruak. Enam dari 12 nelayan yang dinanti telah tiba setelah ditahan oleh Pemerintah Malaysia.

Mereka, keenam nelayan itu, turun dari bus langsung disambut tangis keluarga. Bagaimana tidak, waktu enam bulan di tahanan bukanlah masa yang singkat. Tak pelak, peluk cium dari keluarga tak terhindarkan.

Dengan mengenakan kaos putih, keenamnya pun tampak begitu merindukan keluarga dan kampung halaman mereka. Mata mereka berkaca. “Di penjara aku bernazar, apabila bebas aku akan melaksanakan salat lima waktu,”tegas seorang nelayan, Muklis (22) Istri Adi Afrizal (36), Jumiati (30), malah tak mampu menahan tangis bahagia. “Tentu, kita takut, Bang. Soalnya, kita takut apakah suami sakit atau bagaimana,” ujarnya.

Selain khawatir akan kesehatan suami, Jumiati juga harus membanting tulang untuk mencukupi ekonomi rumah tangganya. Wanita yang memiliki anak empat ini, harus bekerja serabutan dengan upah Rp10 ribu per hari selam enam bulan. Karena itu, kepulangan Adi Afrizal menjadi berkah tiada tara baginya.

Sayang, kegembiraan enam keluarga nelayan yang dibebaskan itu, sangat kontras dengan  yang dialami Asmah (45). Pasalnya, anaknya yang bernama Moh Idris Irham tidak dapat pulang. “Saya berharap pemerintah segera memulangkan nelayan yang masih tertahan,” katanya.

Di tempat yang sama, Ady Aprizal dan rekan nelayan lainnya, Iskandar (34), bercerita pada Sumut Pos. Iskandar membeberkan kalau mereka dituduh melanggar perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kapal mereka, dihadang oleh kapal Agency Pengkuat Maritim Diraja Malaysia (APMY). Kemudian, seluruh anak buah kapal (ABK) ditahan. Saat itu, ada dua kapal yang ditangkap dan para nelayan dibawa ke Malaysia untuk disidangkan.

“Kami ditangkap tanpa melalui peringatan. Langsung diboyong ke Malaysia, padahal peralatan navigasi kami hanya kompas. Bagaimana kita tau letak kordinat pada saat itu,” bilangnya.
Ady Aprizal menimpali kalau mereka langsung ditahan dan disuruh mengakui telah melanggar tapal batas. Dengan berat hati, seluruh nelayan terpaksa mengakui kesalahan yang belum tentu dilakukan.

Awal persidangan, di tingkat pertama, nelayan disodorkan pilihan. Pertama, bila mampu membayar denda 3000 ringgit per orang maka diperbolehkan kembali ke Indonesia. “Kita tidak mempunyai uang, terpaksa mendekam selama 6 bulan di penjara Malaysia,” katanya.

Tiga nelayan lain yang berhasil dibebaskan adalah Ok Hasan Basri (38), Harianto Simbolon (34), serta Hairi Fadli (26). Mereka tiba di Terminal Kedatangan International Bandara Polonia Medan, Jumat (6/1) pukul 07.30 WIB. Pembebasan ini tak lepas dari usaha Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Deli Serdang bersama Pemkab Deli Serdang dibantu oleh anggota DPD RI Parlidungan Purba.

Rakhmadsyah SH, ketua HNSI Deli Serdang, menerangkan keenam nelayan asal pantai Desa Paluh Sebaji Kecamatan Pantai Labu itu, diterbangkan dari Kuala Lumpur dengan menumpang pesawat Air Asia. Sebelum berangkat, keenamnya diserahkan langsung oleh Wakil Komandan Imigrasi Malaysia Suohari kepada perwakilan Indonesia. Serah terima itu, berlangsung sekitar pukul 03.30 waktu Malaysia.

Setelah itu, pagi hari keenamnya dibawa ke kedutaan besar Ri di Kuala Lumpur dan menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang berfungsi sebagai pengganti paspor. SPLP berfungsi sekali pakai dengan masa waktu selama sebulan. Setelah mendapat dokumen SPLP maka keenamnya baru dapat dipulangkan.

Terkait pemulangan keenam nelayan itu, dibiayai anggota DPD RI Parlidungan Purba bersama Bupati Deli Serdang Amri Tambunan. “Biaya ditanggung keduanya. Sedangkan Kedubes RI tidak memiliki biaya untuk pemulangan,”jelas Rakhmadsyah.

Disebutkan Rakhmadsyah, sejatinya ada 13 nelayan yang ditangkap. Mereka tertangkap pada 22 Agustus 2011 silam. Namun, karena sakit asma, Eli Zailani (34), meninggal dunia di Penjara Bahtera, Penang-Malaysia. Kemudian pada Senin (14/11) jenazahnya dipulangkan. Masih ada enam nelayan lagi yang belum dipulangkan. Dua diantaranya masih dibawa umur yakni Moh Idris Irham dan Ucil.

Keduanya ditahan di penjara anak Sai Petani di wilayah Kedah, Malaysia. Sementara itu, empat nelayan lainnya belum diketahui informasinya. Mereka adalah Siyes, Alwatan alias Siken, Lukman, dan Hendra. (btr/jon)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/