26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Perda Adminduk Kota Medan: Mudahkan Warga Dalam Layanan Kependudukan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan meyakini, jika Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan akan mudahkan sekaligus mendisiplinkan masyarakat Kota Medan dalam mengurus dokumen kependudukan.

Zulkarnain MSi

Sebab dalam perda yang baru, cukup banyak perubahan regulasi yang diatur dibandingkan dengan Perda yang lama, seperti persyaratan, buku dan formulir yang digunakan pengembangan layanan online maupun kerjasama pemanfaatan data kependudukan.

Selain itu, Perda Adminduk yang baru akan memberikan kemudahan, kesederhanaan sekaligus kepastian waktu bagi masyarakat yang memohonkan pendaftaran penduduk atau pencatatan sipil. Hal itu karena Disdukcapil bisa secara optimal mengembangkan pelayanan daring adminduk, sebab sudah ada dasar hukum yang kuat.

“Lalu, permohonan pendaftaran penduduk juga tidak memerlukan surat pengantar dari kelurahan/kecamatan lagi, sehingga memperpendek rantai birokrasi pelayanan. Artinya masyarakat bisa langsung memohonkan pendaftaran penduduk ke Disdukcapil termasuk yang ditempatkan di masing-masing kecamatan,” ucap Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan, Dr Drs Zulkarnain MSi kepada Sumut Pos, Rabu (6/1).

Dikatakan Zul, sedangkan menyangkut denda keterlambatan, sesungguhnya dapat diterapkan tanpa mengurangi prinsip dasar bahwa pelayanan adminduk bersifat gratis atau tanpa bayar. Sebab, denda hanya diterapkan bila pelaporan atas peristiwa kependudukan atau peristiwa penting yang terjadi terlambat dilaporkan.

“Misalnya anak yang lahir harus sudah dimohonkan akta kelahirannya paling lama 60 hari setelah kelahiran. Bahwa besaran denda yang ditetapkan dalam Perda bersifat maksimal sehingga nilai efektifnya nanti akan dituangkan dalam Perwal tersendiri, jadi bisa saja tetap seperti yang diterapkan saat ini atau bisa bahkan lebih rendah atau lebih tinggi,” ujarnya.

Besaran denda juga disesuaikan dengan tujuannya, yaitu untuk mendorong adminduk yang lebih baik ditengah-tengah masyarakat. Apalagi, besaran maksimal denda keterlambatan yang ditetapkan dalam Perda juga masih jauh dari yang ditetapkan dalam UU No.23 Tahun 2006. “Misalnya denda keterlambatan pelaporan permohonan akta kelahiran, di dalam undang-undang adminduk ditetapkan maksimal Rp1 jt, sedangkan dalam Perda ini hanya Rp100 ribu. Itupun nantinya dalam Perwal, akan disesuaikan lagi besarannya,” katanya.

Untuk itu, kata Zul, saat ini Disdukcapil Medan masih memberlakukan besaran denda seperti yang tertuang dalam Perda yang lama, yakni sebesar Rp10 ribu.”Yang baru nanti masih akan di atur dalam Perwalnya, berapa yang ditetapkan nantinya. Jadi saat ini yang berlaku bukan Rp100 ribu. Tapi bisa lebih rendah dari yang sekarang atau bisa lebih tinggi, tergantung hasil evaluasinya,” jelasnya.

Untuk itu, Disdukcapil Medan juga akan terus mengembangkan sistem pelayanan yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan dokumen kependudukan yang diperlukan. Sehingga, masyarakat mau segera memohonkannya secara tepat waktu dan tidak akan dikenakan denda.

Sebab, penerapan denda bukan dimaksudkan sebagai sumber PAD tetapi hanya salah satu instrumen yang bisa digunakan dalam meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam mengurus dokumen adminduknya.

Penerapan denda itu sendiri, nantinya masih akan disesuaikan. Jikapun ada perubahan besaran denda keterlambatan, direncanakan baru akan diterapkan tahun 2022.”Jadi masyarakat nantinya tidak perlu khawatir mengenai besaran denda keterlambatan yang ditetapkan dalam Perda adminduk yang baru,” terangnya.

Bahkan untuk besaran denda yang direncanakan, juga dibuat berdasarkan kelompok waktu keterlambatan. Misalnya untuk keterlambatan 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan ke atas, maka besaran denda yang diterapkannya akan berbeda. Intinya melalui Perda yang baru nantinya, diharapkan masyarakat semakin terlindungi hak-hak kependudukannya sehingga lebih memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan publik lainnya.

“Jadi Pemko tidak mengedepankan pendekatan sanksi, tetapi akan mengembangkan program-program secara aktif untuk bisa menyelenggarakan pelayanan adminduk yang semakin mudah diakses masyarakat secara menyeluruh,” pungkasnya.

Terpisah, anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani SH menegaskan, pemberlakukan denda keterlambatan mengurus akta lahir merupakan wujud tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan.”Jadi sanksi administrasi secara filosofi hanya mengedepankan efek jera, bukan untuk menggali PAD. Denda itu agar tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan,” ucap Abdul Rani, Rabu (6/1).

Di samping itu, katanya, Perda Administrasi Kependudukan yang telah disahkan pada 30 Desember 2020 lalu, bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam menyelesaikan urusan administrasi kependudukan serta meningkatkan efektivitas pelayanan penyelenggaraan urusan administrasi kependudukan dan pengembangan Siak (sistem informasi administrasi kependudukan) kepada masyarakat.

Perda tersebut juga termaktub dalam UU No.24/2013 tentang Administrasi Kependudukan yang merupakan penjabaran amanat pasal 26 ayat 3 UUD 1945 yang bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan.

“Justru saat pembahasan Raperda, denda sebesar Rp100 ribu tersebut sangat sudah maksimal. Tidak boleh dikurangi, dan kalau bisa ditambah lagi jumlahnya. Malah kita juga mengusulkan denda ratusan juta rupiah bagi yang memalsukan data kependudukan,” kata anggota DPRD Medan dari PPP ini.

Dikatakannya, administrasi kependudukan merupakan suatu sistem yang menjadi tugas negara untuk dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administratif penduduk dalam pelayanan publik.

Selain itu, tambah Abdul Rani, hal itu juga memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif melalui peran aktif pemerintah dan pemerintah daerah.”Atas dasar peraturan tersebut, maka Perda Nomor 1 tahun 2010 tentang administrasi kependudukan tidak sesuai lagi,” pungkasnya. (map/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan meyakini, jika Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan akan mudahkan sekaligus mendisiplinkan masyarakat Kota Medan dalam mengurus dokumen kependudukan.

Zulkarnain MSi

Sebab dalam perda yang baru, cukup banyak perubahan regulasi yang diatur dibandingkan dengan Perda yang lama, seperti persyaratan, buku dan formulir yang digunakan pengembangan layanan online maupun kerjasama pemanfaatan data kependudukan.

Selain itu, Perda Adminduk yang baru akan memberikan kemudahan, kesederhanaan sekaligus kepastian waktu bagi masyarakat yang memohonkan pendaftaran penduduk atau pencatatan sipil. Hal itu karena Disdukcapil bisa secara optimal mengembangkan pelayanan daring adminduk, sebab sudah ada dasar hukum yang kuat.

“Lalu, permohonan pendaftaran penduduk juga tidak memerlukan surat pengantar dari kelurahan/kecamatan lagi, sehingga memperpendek rantai birokrasi pelayanan. Artinya masyarakat bisa langsung memohonkan pendaftaran penduduk ke Disdukcapil termasuk yang ditempatkan di masing-masing kecamatan,” ucap Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan, Dr Drs Zulkarnain MSi kepada Sumut Pos, Rabu (6/1).

Dikatakan Zul, sedangkan menyangkut denda keterlambatan, sesungguhnya dapat diterapkan tanpa mengurangi prinsip dasar bahwa pelayanan adminduk bersifat gratis atau tanpa bayar. Sebab, denda hanya diterapkan bila pelaporan atas peristiwa kependudukan atau peristiwa penting yang terjadi terlambat dilaporkan.

“Misalnya anak yang lahir harus sudah dimohonkan akta kelahirannya paling lama 60 hari setelah kelahiran. Bahwa besaran denda yang ditetapkan dalam Perda bersifat maksimal sehingga nilai efektifnya nanti akan dituangkan dalam Perwal tersendiri, jadi bisa saja tetap seperti yang diterapkan saat ini atau bisa bahkan lebih rendah atau lebih tinggi,” ujarnya.

Besaran denda juga disesuaikan dengan tujuannya, yaitu untuk mendorong adminduk yang lebih baik ditengah-tengah masyarakat. Apalagi, besaran maksimal denda keterlambatan yang ditetapkan dalam Perda juga masih jauh dari yang ditetapkan dalam UU No.23 Tahun 2006. “Misalnya denda keterlambatan pelaporan permohonan akta kelahiran, di dalam undang-undang adminduk ditetapkan maksimal Rp1 jt, sedangkan dalam Perda ini hanya Rp100 ribu. Itupun nantinya dalam Perwal, akan disesuaikan lagi besarannya,” katanya.

Untuk itu, kata Zul, saat ini Disdukcapil Medan masih memberlakukan besaran denda seperti yang tertuang dalam Perda yang lama, yakni sebesar Rp10 ribu.”Yang baru nanti masih akan di atur dalam Perwalnya, berapa yang ditetapkan nantinya. Jadi saat ini yang berlaku bukan Rp100 ribu. Tapi bisa lebih rendah dari yang sekarang atau bisa lebih tinggi, tergantung hasil evaluasinya,” jelasnya.

Untuk itu, Disdukcapil Medan juga akan terus mengembangkan sistem pelayanan yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan dokumen kependudukan yang diperlukan. Sehingga, masyarakat mau segera memohonkannya secara tepat waktu dan tidak akan dikenakan denda.

Sebab, penerapan denda bukan dimaksudkan sebagai sumber PAD tetapi hanya salah satu instrumen yang bisa digunakan dalam meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam mengurus dokumen adminduknya.

Penerapan denda itu sendiri, nantinya masih akan disesuaikan. Jikapun ada perubahan besaran denda keterlambatan, direncanakan baru akan diterapkan tahun 2022.”Jadi masyarakat nantinya tidak perlu khawatir mengenai besaran denda keterlambatan yang ditetapkan dalam Perda adminduk yang baru,” terangnya.

Bahkan untuk besaran denda yang direncanakan, juga dibuat berdasarkan kelompok waktu keterlambatan. Misalnya untuk keterlambatan 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan ke atas, maka besaran denda yang diterapkannya akan berbeda. Intinya melalui Perda yang baru nantinya, diharapkan masyarakat semakin terlindungi hak-hak kependudukannya sehingga lebih memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan publik lainnya.

“Jadi Pemko tidak mengedepankan pendekatan sanksi, tetapi akan mengembangkan program-program secara aktif untuk bisa menyelenggarakan pelayanan adminduk yang semakin mudah diakses masyarakat secara menyeluruh,” pungkasnya.

Terpisah, anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani SH menegaskan, pemberlakukan denda keterlambatan mengurus akta lahir merupakan wujud tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan.”Jadi sanksi administrasi secara filosofi hanya mengedepankan efek jera, bukan untuk menggali PAD. Denda itu agar tertib administrasi dan terbangunnya database kependudukan,” ucap Abdul Rani, Rabu (6/1).

Di samping itu, katanya, Perda Administrasi Kependudukan yang telah disahkan pada 30 Desember 2020 lalu, bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam menyelesaikan urusan administrasi kependudukan serta meningkatkan efektivitas pelayanan penyelenggaraan urusan administrasi kependudukan dan pengembangan Siak (sistem informasi administrasi kependudukan) kepada masyarakat.

Perda tersebut juga termaktub dalam UU No.24/2013 tentang Administrasi Kependudukan yang merupakan penjabaran amanat pasal 26 ayat 3 UUD 1945 yang bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dengan terbangunnya database kependudukan secara nasional serta keabsahan dan kebenaran atas dokumen kependudukan yang diterbitkan.

“Justru saat pembahasan Raperda, denda sebesar Rp100 ribu tersebut sangat sudah maksimal. Tidak boleh dikurangi, dan kalau bisa ditambah lagi jumlahnya. Malah kita juga mengusulkan denda ratusan juta rupiah bagi yang memalsukan data kependudukan,” kata anggota DPRD Medan dari PPP ini.

Dikatakannya, administrasi kependudukan merupakan suatu sistem yang menjadi tugas negara untuk dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administratif penduduk dalam pelayanan publik.

Selain itu, tambah Abdul Rani, hal itu juga memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif melalui peran aktif pemerintah dan pemerintah daerah.”Atas dasar peraturan tersebut, maka Perda Nomor 1 tahun 2010 tentang administrasi kependudukan tidak sesuai lagi,” pungkasnya. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/