Ia pun meminta agar BBPOM rutin melakukan pengawasan terlebih untuk produk mie, bakso dan tahu. Selain itu ikan basah dan ikan asin juga berpotensi mengadung formalin, tapi tidak ada instansi yang memberi sosialisasi bagaimana mengetahui ciri-ciri makanan segar tidak berpengawet.
“Jika kita lihat ikan yang baru ditangkap nelayan cenderung dikerumuni lalat, tapi hampir di seluruh pasar tradisional, ikan basah tidak seekor lalat pun yang hinggap. Menurut saya, kalau ikan berformalin, lalat tidak berani hinggap, itulah cara sederhana membuktikannya,” katanya.
Tidak hanya ikan dan daging, sayur mayur dan buah impor juga belakangan ini banyak ditemukan di pasar-pasar tradisional dan pinggir jalan. Seperti anggur, apel dan buah naga dan pear. Secara kasat mata, katanya, masyarakat tidak mengetahui apakah buah dan sayuran impor tersebut mengandung pengawet atau tidak. Seharusnya Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian dan Perikanan serta Dinas Ketahanan Pangan mengawasinya secara rutin.
“Ada juga potensi piring, cangkir plastik, pembungkus dari busa/gabus (styrofoam) yang diklaim berbahaya banyak orang sangat berbahaya jika diisi makanan panas. Begitu juga ada berita mengatakan sumpit dari bambu juga mengandung pengawet,“ pungkasnya.
Sebelumnya, Pemko Medan mengaku akan terus melakukan pengawasan terhadap produk panganan yang ada di Kota Medan. Pengawasan akan lebih intens dilaksanakan, setelah peraturan wali kota atas Perda Pengawasan Serta Jaminan Produk Halal dan Higienis sudah diterbitkan Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan, Muslim Harahap mengatakan, perwal atas perda dimaksud masih dikaji dan disusun Bagian Hukum Setdako Medan. Pihaknya saat ini terus mendorong agar pelaksanaan regulasi tentang pengawasan serta jaminan produk halal dan higienis dapat segera berjalan. “Setelah nanti ada perwal, baru dibentuk tim pengawasan. Ada dari kita (Dinas Ketapang), Balai POM, dan Dinas Perdagangan. Kitakan juga ada lab untuk menguji sampel produk-produk tersebut,” katanya kepada wartawan, belum lama ini.
Menurutnya kendala terhadap sertifikasi atau label halal suatu produk, lantaran sampai sekarang belum dibentuk Badan Sertifikasi Nasional (BSN). Hal ini padahal sangat penting, mengingat banyaknya produk luar atau asing yang dipasarkan di Kota Medan.
“Kalau ada sertifikasi (BSN) kita, tentu akan lebih mudah mendeteksi produk yang masuk ke Kota Medan. Dan itu berlaku di seluruh dunia. Padahal sejak 2009 Undang-undang menyangkut sertifikasi sudah berlaku. Tapi badannya belum terbentuk juga sampai kini,” ujarnya. (prn/ila)