MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) angkat bicara terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, yang mengabulkan permohonan gugatan dilayangkan oleh Ketua Karang Taruna Sumut Dedi Dermawan Milaya, terhadap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, dengan penonaktifan jabatan Ketua Karang Taruna Sumut.
Kepala Biro Hukum Setda Sumut, Dwi Aries Sudarto menjelaskan, pihaknya belum menentukan banding atau tidak dalam putusan tersebut. Namun, lebih dulu akan mempelajari putusan PTUN Medan tersebut.
Kemudian, putusan ini, akan disampaikan juga kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, selaku pimpinan tertinggi di Pemprov Sumut.
“Sementara ini, kami laporkan ke pimpinan hasil putusannya (PTUN Medan), sambil mempelajari putusan lengkap untuk menentukan sikap, apakah akan mengajukan upaya hukum banding,” ungkap Dwi, Rabu (7/6).
Untuk diketahui, dalam putusan tersebut, menyatakan tidak sah Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/969/KPTS/2022, tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/134/KPTS/2019, tentang Pengurus Karang Taruna Provinsi Sumatera Utara Masa Bhakti 2018-2023, tertanggal 30 November 2022, beserta lampiran pertama pada pengurus inti dalam posisi ketua.
Selanjutnya, memerintahkan kepada tergugat yakni Gubernur Sumut untuk mencabut Keputusan Gubernur Sumatera Utara tersebut.
Kuasa Hukum Karang Taruna Sumut, Muhammad Rusli mengatakan, keputusan tersebut belum inkracht. Karena, masih ada waktu 14 hari bagi pihak Gubernur Sumut, untuk banding atau tidak.
“Meski begitu kami berharap Gubernur Sumut dapat arif menerima dan mematuhi putusan ini. Tapi kalau putusan dibanding, kami akan hadapi,” tutur Rusli, dalam jumpa pers di Kota Medan, Selasa (6/6) petang.
Didampingi kuasa hukum lainnya, Andi Syahputra dan Zaki Varozy, Rusli mengatakan, bila pihak Gubernur Sumut melakukan upaya banding, pihaknya siap melakukan upaya hukum selanjutnya. Namun, mereka akan melihat lebih dulu perkembangan atas putusan tersebut.
“Ini putusan tingkat pertama. Jadi belum inkracht, sehingga Gubernur Sumut memiliki hak untuk banding. Kalau banding, kami siap meladeni. Kami di sini berjuang untuk membuat Karang Taruna ini, tidak bisa diintervensi dan di bawah tekanan siapapun,” jelas Rusli.
Rusli menjekaskan, gugatan tersebut, bukan bicara personal. Tapi, bagaimana Dedi menyelamatkan Karang Taruna Sumut secara organisasi, agar Karang Taruna Sumut berjalan dengan netral tanpa ada tekanan dari mana pun, termasuk Gubernur Sumut.
Rusli juga mengatakan, masa jabatan Dedi sebagai Ketua Karang Taruna Sumut akan berakhir pada Desember 2023. Bila dihitung, tidak terlalu besar dampak secara personal. Tapi, ini akan berdampak terhadap kepengurusan Karang Taruna Sumut sendiri.
“Bukan ambisi bung Dedi mempertahankan jabatannya sebagai Ketua Karang Taruna. Tidak. Tapi, agar Karang Taruna ini tidak di bawah intervensi. Apalagi dibawa-bawa ke ranah politik, dan jangan jadi korban,” jelas Rusli.
Sementara itu, Ketua Karang Taruna Sumut, Dedi Dermawan Milaya, mengucapkan rasa bersyukur atas putusan tersebut. Karena, dalam SK Gubernur Sumut, dinilai ada kekeliruan sehingga sangat merugikan pihak Karang Taruna Sumut.
“Hasil dari gugatan saya terhadap tergugat, selama proses persidangan di PTUN Medan majelis hakim telah menerbitkan Surat Keputusan pada Senin 5 Juni 2023, tentang SK Pencabutan Pengurus Karang taruna Sumut, yang menjelaskan SK itu tidak sah, karena melanggar AD/ART Karang Taruna,” jelasnya.
Dengan keputusan ini, Dedi mengatakan, masyarakat dapat menilai SK yang diterbitkan Gubernur Sumut adalah salah, dengan mencopot dia dari pimpinan tertinggi di Karang Taruna Sumut.
“Tentu hari ini saya ingin masyarakat tahu, dengan kondisi saat ini. Karena memang banyak yang berpikir Karang Taruna tidak saya pimpin lagi, dan apa yang dilakukan tergugat menyalahi aturan,” kata Dedi.
Atas putusan ini, Dedi mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Ketua Umum Karang Taruna Didik Mukrianto, pengurus Karang Taruna Sumut hingga pengurus Karang Taruna kabupaten kota di Sumut.
“Karang Taruna itu berwarna, saya sampaikan pada kawan-kawan sampai tingkat kabupaten kota, Karang Taruna tidak boleh dibawa ke politik praktis. Untuk itu, demi menjaga keutuhan dan martabat Karang Taruna, saya melakukan langkah-langkah hukum ini. Saya jelaskan kepada masyarakat, agar tidak lagi bertanya-tanya apakah putusan Gubernur Sumut itu benar atau salah,” tegasnya.
Dedi meminta putusan PTUN Medan ini, jangan dicampuradukkan dengan politik. Apalagi, masyarakat tahu ada hubungan tidak harmonis antara Gubernur Sumut dengan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah.
Dedi mengungkapkan, dia punya amanah untuk bisa menjaga marwah Karang Taruna agar pemuda tidak terpecah-pecah. Tentunya, dengan putusan PTUN Medan ini, apa yang dilakukan tergugat dan Ketua Karang Taruna saat ini, mengantikan dia, yang ditunjuk Gubernur Sumut, tidak sah. Dan secara legitimate Karang Taruna kepengurusan Dedi, SK-nya masih berjalan.
“Jadi, SK tergugat itu tidak sah. Masa kepengurusan saya masih berjalan seperti biasa. Kami adalah pekerja sosial dan tidak pernah digaji,” tutur Dedi.
Dedi juga mengakui, sejak SK Gubernur Sumut diterbitkan, Sekretariat Karang Taruna Sumut tidak bisa digunakan. Padahal ada 300 UMKM binaan yang beraktivitas di sekretariat itu.
“Ini jadi beban psikologis bagi saya, karena jadi tidak fokus memimpin. Dengan putusan ini, harapan kami, kabupaten kota bisa bangkit dan solid lagi. Kita tidak bergantung dengan fasilitas dari pemerintah. Saya juga punya kantor dan kita akan tetap bekerja. Soal aset dan fasilitas kami juga punya investasi untuk itu,” pungkas Dedi. (gus/saz)