26.7 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Kakan BPN Medan Tersangka di Polda

Lebih lanjut, dikatakan Helfi kalau dalam surat tersebut, pihak BPN Kota Medan juga beralasan tanah yang dimohonkan penerbitan HGB-nya itu, masih dalam proses perkara perdata dan peninjauan kembali. Begitu juga dengan belum adanya penghapusan atas Aktiva Tetap PT Kreta Api Indonesia yang merupakan kewenangan Kementerian BUMN berdasarkan pasal 14 dalam UU No.19/2003 tentang BUMN jo pasal 3 ayat 2 huruf g dan peraturan Meneteri BUMN nomor Per-02/MB/2010, dikatakan Helfi disebutkan dalam surat pihak BPN kota Medan kepada pihak PT ACK selaku pemohon HGB tersebut.

“Berdasarkan keterangan pelapor yang merupakan Direktur PT ACK, akibat keadaan itu pihak PT ACK mengalami kerugian sekitar Rp50 miliar. Pihak pelapor mengaku kalau bangunan yang sudah selesai mereka bangun tidak dapat dijual. Begitu juga dengan bangunan plaza dan apartemen yang telah diusahai dan dikuasai pihak PT ACK, belum memiliki sertifikat sampai sekarang,” sambung Helfi.

Saat disinggung soal lahan tersebut selain masih dalam sengketa, juga dalam perkara dugaan korupsi dalam pengalihan hak atas tanah PT KAI menjadi HPL Pemda Tingkat II Medan tahun 1982, penerbitan HGB tahun 1994, pengalihan HGB tahun 2004 dan perpanjangan HGB tahun 2011 yang sedang ditangani Kejaksaan Agung RI, terkait Helfi mengaku kalau pihaknya tidak mengurusi sampai ke sana. Dikatakannya, pihaknya hanya menangani kasus soal kesewenang-wenangan dalam jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil. Dikatakan Helfi, dalam peraturan penerbitan HGB tersebut, seharusnya pihak BPN kota Medan terlebih dahulu menerbitkan sertifikat HGB tersebut, sekalipun sedang ada upaya banding.

“Untuk penetapan tersangka itu, juga sudah kita sampaikan pada yang bersangkutan. Oleh karena itu, kita juga sudah melayangkan panggilan untuk pemeriksaan pada yang bersangkutan, dan kita jadwalkan pemeriksaan itu Rabu (8/10) besok,” tandas Helfi mengakhiri.

Praktisi hukum, Abdul Hakim Siagian mengaku sangat aneh melihat hal tersebut. Dikatakannya, hal itu seperti kriminalisasi terhadap BPN, mengingat penolakan penerbitan HGB itu terlebih dahulu diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), memang pada dasarnya memiliki kelemahan pada hak eksekusi. Disebutnya, persoalan administrasi, perdata dan kriminal, tidak dapat disatukan.

“Ini kemunduran penegakkan hukum, Lakon apa yang sedang diperankan ini. Kalau begitu, nanti pihak lain yang tidak menerbitkan permohonan sertifikat tanah dan SIMB, bisa dipidana. Namun, kalau memang hal itu terjadi, saya masih tidak yakin dengan kejadian itu ada,” ungkap dari seberang telepon.

Saat disinggung jawaban pihak BPN kota Medan yang dibacakan Kabid Humas Poldasu, AKBP Helfi Assegaf di hadapan Wartawan tentang lahan untuk penerbitan HGB itu masih dalam proses perkara perdata, disebut Abdul Hakim kalau hal itu sangatlah kuat untuk diterima. Begitu juga mengingat kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan Agung RI yang sudah menyeret 2 nama mantan Walikota Medan sebagai tersangka karena pengalihan hak pakai lahan itu, dikatakannya kalau hal itu menunjukkan perlunya kepastian hukum atas alas hak lahan yang pada dasarnya cukup panjang prosesnya.

“Kalau memang seperti itu, menurut saya bakal panjang ini. terlebih saat ini Kepala BPN RI, merupakan mantan Kepala Kejaksaan Agung RI,” tandas Abdul Hakim mengakhiri.

Sementara itu, saat Sumut Pos mencoba mengkonfirmasi Kepala Kantor BPN Kota Medan, Dwi Purnama melalui nomor handphone yang biasa digunakannya dalam setiap wawancara, kali ini handphone tersebut dijawab seorang wanita. Dengan singkat, wanita itu menyebut kata ‘salah sambung’, meski sebelumnya sempat menanyakan identitas penelepon dan keperluan menelepon. (ain/tom)

Lebih lanjut, dikatakan Helfi kalau dalam surat tersebut, pihak BPN Kota Medan juga beralasan tanah yang dimohonkan penerbitan HGB-nya itu, masih dalam proses perkara perdata dan peninjauan kembali. Begitu juga dengan belum adanya penghapusan atas Aktiva Tetap PT Kreta Api Indonesia yang merupakan kewenangan Kementerian BUMN berdasarkan pasal 14 dalam UU No.19/2003 tentang BUMN jo pasal 3 ayat 2 huruf g dan peraturan Meneteri BUMN nomor Per-02/MB/2010, dikatakan Helfi disebutkan dalam surat pihak BPN kota Medan kepada pihak PT ACK selaku pemohon HGB tersebut.

“Berdasarkan keterangan pelapor yang merupakan Direktur PT ACK, akibat keadaan itu pihak PT ACK mengalami kerugian sekitar Rp50 miliar. Pihak pelapor mengaku kalau bangunan yang sudah selesai mereka bangun tidak dapat dijual. Begitu juga dengan bangunan plaza dan apartemen yang telah diusahai dan dikuasai pihak PT ACK, belum memiliki sertifikat sampai sekarang,” sambung Helfi.

Saat disinggung soal lahan tersebut selain masih dalam sengketa, juga dalam perkara dugaan korupsi dalam pengalihan hak atas tanah PT KAI menjadi HPL Pemda Tingkat II Medan tahun 1982, penerbitan HGB tahun 1994, pengalihan HGB tahun 2004 dan perpanjangan HGB tahun 2011 yang sedang ditangani Kejaksaan Agung RI, terkait Helfi mengaku kalau pihaknya tidak mengurusi sampai ke sana. Dikatakannya, pihaknya hanya menangani kasus soal kesewenang-wenangan dalam jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil. Dikatakan Helfi, dalam peraturan penerbitan HGB tersebut, seharusnya pihak BPN kota Medan terlebih dahulu menerbitkan sertifikat HGB tersebut, sekalipun sedang ada upaya banding.

“Untuk penetapan tersangka itu, juga sudah kita sampaikan pada yang bersangkutan. Oleh karena itu, kita juga sudah melayangkan panggilan untuk pemeriksaan pada yang bersangkutan, dan kita jadwalkan pemeriksaan itu Rabu (8/10) besok,” tandas Helfi mengakhiri.

Praktisi hukum, Abdul Hakim Siagian mengaku sangat aneh melihat hal tersebut. Dikatakannya, hal itu seperti kriminalisasi terhadap BPN, mengingat penolakan penerbitan HGB itu terlebih dahulu diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), memang pada dasarnya memiliki kelemahan pada hak eksekusi. Disebutnya, persoalan administrasi, perdata dan kriminal, tidak dapat disatukan.

“Ini kemunduran penegakkan hukum, Lakon apa yang sedang diperankan ini. Kalau begitu, nanti pihak lain yang tidak menerbitkan permohonan sertifikat tanah dan SIMB, bisa dipidana. Namun, kalau memang hal itu terjadi, saya masih tidak yakin dengan kejadian itu ada,” ungkap dari seberang telepon.

Saat disinggung jawaban pihak BPN kota Medan yang dibacakan Kabid Humas Poldasu, AKBP Helfi Assegaf di hadapan Wartawan tentang lahan untuk penerbitan HGB itu masih dalam proses perkara perdata, disebut Abdul Hakim kalau hal itu sangatlah kuat untuk diterima. Begitu juga mengingat kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan Agung RI yang sudah menyeret 2 nama mantan Walikota Medan sebagai tersangka karena pengalihan hak pakai lahan itu, dikatakannya kalau hal itu menunjukkan perlunya kepastian hukum atas alas hak lahan yang pada dasarnya cukup panjang prosesnya.

“Kalau memang seperti itu, menurut saya bakal panjang ini. terlebih saat ini Kepala BPN RI, merupakan mantan Kepala Kejaksaan Agung RI,” tandas Abdul Hakim mengakhiri.

Sementara itu, saat Sumut Pos mencoba mengkonfirmasi Kepala Kantor BPN Kota Medan, Dwi Purnama melalui nomor handphone yang biasa digunakannya dalam setiap wawancara, kali ini handphone tersebut dijawab seorang wanita. Dengan singkat, wanita itu menyebut kata ‘salah sambung’, meski sebelumnya sempat menanyakan identitas penelepon dan keperluan menelepon. (ain/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/