Karena khawatir, kata Kristin, akhirnya dirinya pasrah dengan penanganan terhadap anaknya itu. Dirinya hanya mengharapkan yang terbaik untuk anaknya. Namun anaknya sempat diabaikan sehingga dirinya sempat meminta untuk pindah rumah sakit. Namun, pihak rumah sakit tidak mengizinkan dengan alasan anaknya dalam kondisi kritis.
Setelah dicari tahu, lanjutnya, ternyata anaknya harus dipasangi alat CVC. Sayangnya, karena alat tersebut sedang tidak ada, terpaksa anaknya menunggu hingga berjam-jam. “Setelah saya marah-marah, hingga akhirnya alat cvc datang. Lalu datanglah Dokter Anastesi menjumpai saya.Saya ditegur dokter itu dan dokter itu menyatakan tidak mau menangani anak saya. Spontan saya bingung, mau mundur dokternya, padahal anak saya sudah kritis. Tapi kemudian dokter itu langsung bergerak menangani anak saya lagi,” ujarnya.
Setelah selesai dilakukan pemasangan alat CVC, lanjutnya, Dokter Anastesi kembali mendatanginya dengan mengaku telah selesai memasangkan CVC. Dokter itu mengatakan kondisi anaknya masih kritis sehingga harus masuk ICU. Saat itu, Dokter itu mengajukan pilihan kepadanya, apakah anaknya mau dimasukkan ke ICU atau memindahkan ke Rumah Sakit lain.
“Belum sempat saya jawab, Dokter itu kembali ke tempat anak saya. Karena hanya ditutupi gorden, saya lihat ke dalam. Ternyata dada anak saya lagi ditekan-tekan mereka. Selanjutnya hitungan menit, anak saya dinyatakan meninggal dunia,” ujar Kristin dengan mata berkaca-kaca.
Merasa janggal dengan kematian anaknya, Kristin pun mencoba meminta rekam medik ke RSUP H Adam Malik. Namun, pihak RSUP H Adam Malik mengaku belum membuatnya dan akhirnya hanya memberi resume medik. (ain/ila)