MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ong Sinshe, sudah 43 tahun menggeluti pengobatan terapi di Medan. Berbagai pasien sudah ditangani, baik yang datang dari dalam negeri maul pun luar negeri. Semua itu dilakukannnya demi membantu masyarakat yang mampu mau pun kurang mampu.
Kini, di usianya yang 60 tahun, Ong Sinshe ingin berbuat lebih banyak lagi membantu masyarakat, dengan mendirikan Yayasan Ong Sinshe Indonesia (YOSI).
“Ini bukan karena materi atau uang, melainkan karena hati nurani yang tergerak ingin membantu orang-orang yang memang layak dibantu, tanpa memandang suku, agama, ras, dan antargolongan,” tutur Ong Sinshe di lokasi pengobatan terapinya Jalan Karya Gang Karya Sehati, Perumahan Karya Sehati Residence Nomor 7, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, kemarin.
Dalam pengobatan terapi, Ong Sinshe dibantu beberapa muridnya. Mulai menangani pasien syaraf kejepit, stroke, patah tulang, terkilir, dan lainnya.
“Jadi, sekarang tak cuma pengobatan, dalam kehidupan sosial, saya ingin membantu masyarakat yang terkendala ekonomi dalam pengurusan jenazah, seperti penyediaan ambulans, kremasi, hingga pemakaman, makanya YOSI ini saya dirikan tujuannya seperti itu,” beber Ong Sinshe sembari menunjukkan sertifikat yayasan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0006078.AH.01.04 Tahun 2024 tentang Pengesahan Pendirian Yayasan Ong Shin She ditanda tangani Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo Rahadian Muzhar SH LLM.
Biasanya, bagi etnis Tiongho untuk pengurusan jenazah memerlukan biaya besar mulai dari persemayaman, kremasi hingga penguburan. Semua itu bisa mengeluarkan biaya Rp30 juta hingga Rp20 juta. “Bagi YOSI semuanya itu bisa kita bantu menjadi, Rp10,5 juta,” tandasnya.
“Sedangkan bagi umat Muslim dan Nasrani, bisa kami bantu untuk sekadar dana pemakaman, penyediaan peti mati termasuk ambulans, sesuai kebutuhan masing-masing,” imbuhnya.
Bagi yang sakit dan butuh pengobatan, sambungnya, diobati sesuai kemampuan.
Ong Sinshe mengaku sedikit terkendala dalam pengobatan pasien sebab banyak yang datang tanpa komunikasi lebih awal.
“Sebaiknya koordinasi lebih dulu, misalnya melalui media sosial (medsos) saya. Bisa juga melalui telepon atau WhatsApp (WA). Jika memang bisa dibantu, pasti kami bantu, kalau tidak kami katakan tidak, karena itu perlu komunikasi dahulu,” ceritanya.
Padahal, ungkapnya, yang datang ke tempat praktiknya umumnya korban dari tempat pengobatan lain. Di sini, tegas Ong Sinshe, mereka menerima ‘sampah’ yang harus didaur ulang. Sehingga pengobatan harus lebih fokus dengan mengerahkan segala kemampuan dimiliki. Tak jarang satu pasien ditangani hingga empat jam.
Ong Sinshe mengaku menjalankan ini semua bukan hal yang mudah. Harus punya hati dan senantiasa legowo. Kembali ke niat awal, melakukannya atas perintah yang maha kuasa. “Pedoman yang selalu saya lakukan, ketika kita meringankan beban orang lain, maka Tuhan memudahkan urusan kita,” tuturnya.
Dia juga senantiasa berpesan kepada muridnya jangan mengambil kesempatan dengan alasan membantu orang. Kalau memang bisa cepat dibantu, jangan diperlambat. “Mudah-mudahan YOSI bisa terus membantu orang-orang yang layak dibantu. Apalagi ke depan perekonomian semakin berat. Semoga YOSI bisa bermanfaat untuk banyak orang,” pungkasnya.(azw)