28 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Saksi Ahli Penentu Kasus Ahok

Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar.
Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gelar perkara terbuka kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diprediksi akan panas. Diprediksi, yang paling menentukan arah kasus adalah saksi ahli. Apakah ada pidana atau tidak, akan bergantung dari analisa saksi ahli tafsir, pidana dan bahasa.

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, gelar perkara terbuka itu sejak awal telah dijadwalkan dalam dua minggu ke depan. Kemungkinan akhir November. ”Tentu untuk menentukan status dari terlapor,” paparnya, Minggu (6/11).

Dalam gelar perkara itu, ada sekitar 15 saksi yang akan ikut dalam gelar perkara. Di antaranya, ada saksi ahli tafsir atau agama, pidana, dan bahasa. ”Sebelum gelar perkara, maka pengambilan keterangan semua saksi harus tuntas,” jelasnya.

Sesuai jadwal, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan diperiksa hari ini, Senin (7/11). Lalu, dilanjutkan dengan memeriksa beberapa saksi ahli pada Selasa (8/11) dan Rabu (9/11). ”Setelah selesai, baru gelar perkara itu,” ungkapnya.

Boy berharap masyarakat bisa bersabar menunggu proses tersebut. Mekanisme penyelidikan tersebut sudah diterapkan dengan baik. ”Ini sudah diatur dalam peraturan Kapolri soal manajemen penyidikan,” tuturnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menuturkan, gelar perkara bergantung dari kesaksian dari semua saksi. Baik yang melihat secara langsung dan saksi ahli. ”Namun, yang patut untuk diketahui, saksi ahli tafsir agama ini dari mana?” tanyanya.

Pasalnya, saksi ahli itu harus memiliki legal standing. Bila, diibaratkan sebuah profesi, tentunya saksi ahli yang harus memiliki sertifikasi. Bukan saksi ahli yang ukurannya tidak jelas. ”Ini adalah proses hukum, tentu semua harus memiliki dasar hukumnya,” tuturnya.

Mempertimbangkan masalah tersebut, maka sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga yang diakui pemerintah dalam menaungi ulama. Maka, seharusnya MUI ini menjadi saksi ahli yang pertimbangannya lebih dominan. ”Sebab, MUI memiliki legal standing yang lebih kuat,” tegasnya.

Lalu, bagaimana prediksi jalannya gelar perkara ini? Abdul Ficar menuturkan, untuk mengetahui jalannya gelar perkara tentu harus mengetahui pasalnya. Untuk kasus dugaan penistaan agama itu diatur dalam pasal 156 a KUHP. Pasal 156a menyebut dipidana selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan suatu agama. ”Maka, yang akan dibuktikan adalah pasal tersebut,” terangnya.

Dalam pernyataan Ahok yang terekam dalam video itu akan dianalisa, apakah sengaja dan apakah perbuatannya bersifat penodaan agama. ”Maka yang harus didalami adalah soal kesengajaannya,” tuturnya.

Menurutnya, pertanyaannya yang muncul dalam kondisi ini adalah, apakah Ahok sadar perkataannya itu akan menyinggung orang lain. Kalau sadar dan mengetahui, maka unsur kesengajaan itu masuk. ”Kalau tidak sadar ya tidak masuk,” terangnya.

Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar.
Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gelar perkara terbuka kasus dugaan penistaan agama dengan terlapor Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diprediksi akan panas. Diprediksi, yang paling menentukan arah kasus adalah saksi ahli. Apakah ada pidana atau tidak, akan bergantung dari analisa saksi ahli tafsir, pidana dan bahasa.

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, gelar perkara terbuka itu sejak awal telah dijadwalkan dalam dua minggu ke depan. Kemungkinan akhir November. ”Tentu untuk menentukan status dari terlapor,” paparnya, Minggu (6/11).

Dalam gelar perkara itu, ada sekitar 15 saksi yang akan ikut dalam gelar perkara. Di antaranya, ada saksi ahli tafsir atau agama, pidana, dan bahasa. ”Sebelum gelar perkara, maka pengambilan keterangan semua saksi harus tuntas,” jelasnya.

Sesuai jadwal, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan diperiksa hari ini, Senin (7/11). Lalu, dilanjutkan dengan memeriksa beberapa saksi ahli pada Selasa (8/11) dan Rabu (9/11). ”Setelah selesai, baru gelar perkara itu,” ungkapnya.

Boy berharap masyarakat bisa bersabar menunggu proses tersebut. Mekanisme penyelidikan tersebut sudah diterapkan dengan baik. ”Ini sudah diatur dalam peraturan Kapolri soal manajemen penyidikan,” tuturnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menuturkan, gelar perkara bergantung dari kesaksian dari semua saksi. Baik yang melihat secara langsung dan saksi ahli. ”Namun, yang patut untuk diketahui, saksi ahli tafsir agama ini dari mana?” tanyanya.

Pasalnya, saksi ahli itu harus memiliki legal standing. Bila, diibaratkan sebuah profesi, tentunya saksi ahli yang harus memiliki sertifikasi. Bukan saksi ahli yang ukurannya tidak jelas. ”Ini adalah proses hukum, tentu semua harus memiliki dasar hukumnya,” tuturnya.

Mempertimbangkan masalah tersebut, maka sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga yang diakui pemerintah dalam menaungi ulama. Maka, seharusnya MUI ini menjadi saksi ahli yang pertimbangannya lebih dominan. ”Sebab, MUI memiliki legal standing yang lebih kuat,” tegasnya.

Lalu, bagaimana prediksi jalannya gelar perkara ini? Abdul Ficar menuturkan, untuk mengetahui jalannya gelar perkara tentu harus mengetahui pasalnya. Untuk kasus dugaan penistaan agama itu diatur dalam pasal 156 a KUHP. Pasal 156a menyebut dipidana selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan suatu agama. ”Maka, yang akan dibuktikan adalah pasal tersebut,” terangnya.

Dalam pernyataan Ahok yang terekam dalam video itu akan dianalisa, apakah sengaja dan apakah perbuatannya bersifat penodaan agama. ”Maka yang harus didalami adalah soal kesengajaannya,” tuturnya.

Menurutnya, pertanyaannya yang muncul dalam kondisi ini adalah, apakah Ahok sadar perkataannya itu akan menyinggung orang lain. Kalau sadar dan mengetahui, maka unsur kesengajaan itu masuk. ”Kalau tidak sadar ya tidak masuk,” terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/