26.7 C
Medan
Thursday, May 30, 2024

Terkait Kelangkaan BBM Premium, Pertamina Jangan Bohong…

Pertamina

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di lapangan, dapat mengakibatkan efek samping yang besar bagi perekonomian masyarakat. Karenanya, kalangan dewan meminta Pertamina tidak berbohong dengan alasan rakyat semakin pintar memilih produk berkualitas seperti Pertalite atau Pertamax.

“Pertamina jangan memakai bahasa politis, dengan mengatakan masyarakat sudah pintar menggunakan BBM bermutu. Bukan itu yang jadi pertanyaan. Yang ditanya itu, kenapa Premium langka? Kalau katanya stok ada sampai 1,2 Kl per hari, kenapa di hampir semua SPBU ditempel pengumuman ‘Premium habis,” ujar Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut I Yulizar Parlagutan Lubis, Selasa (6/11).

Menurut Yulizar, apa yang disampaikan pihak Pertamina soal stok dengan kondisi di lapangan, sangat berbanding terbalik. Karena itu, dirinya menuding perusahaan plat merah itu berbohong untuk menyembunyikan persoalan. Apalagi dengan kondisi ini, masyarakat terpaksa membeli BBM jenis Pertalite yang selisih harganya cukup tinggi. Khususnya, bagi kendaraan angkutan umum maupun becak bermotor.

“Jadi jangan berapologi (mengkambinghitamkan,Red) mengatakan rakyat semakin pintar. Memang kalau rakyat pintar itu bagus, tetapi masalahnya ini kebutuhan primer. Kan bisa berefek bagi mereka, begitu juga kepada biaya operasional yang arahnya bisa kepada harga barang kebutuhan,” tegas Yulizar.

Naiknya harga barang, lanjut Politisi PPP ini, karena distribusi dan lainnya menggunakan kendaraan bermotor. Sudah tentu biaya lebih besar menggunakan BBM nonsubsidi. Sehingga, persoalan ini tidak sesederhana seperti apa yang disampaikan Pertamina. “Jadi Pertamina itu harus bijak. Pertamina jangan melihat Premium saja, tetapi dampaknya kepada rakyat yang terpaksa menggunakan BBM nonsubsidi,” ujarnya.

Dikatakan Yulizar, dari beberapa SPBU, diketahuinya ramai antrean kendaraan umum seperti taksi dan angkot saat waktu tertentu seperti malam dan pagi hari. Keramaian itu, katanya, karena saat itu tersedia BBM Premium yang harganya Rp6.450, berbeda dengan Pertalite yang kini sudah mencapai Rp7.800 per liter.

“Jadi kalau soal rakyat pintar, itu gak nyambung. Biarkan kesadaran masyarakat itu tumbuh. Toh juga kendaraan mewah sekarang ini kan memang sudah pakai Pertalite paling rendah. Jadi untuk apa ada Premium? Atau sengaja disimpan, dan kita tidak tahu untuk siapa itu? Makanya kita minta itu (Premium) didistribusikan kembali, prioritasnya angkutan umum,” tegasnya.

Senada disampaikan Anggota DPRD Sumut dapil Sumut 9, Juliski Simorangkir. Menurutnya kebijakan saat ini mengarahkan penggunaan BBM kepada Pertalite atau nonsubsidi. Alasannya, yakni agar emisi gas yang keluar, lebih sedikit dan ramah lingkungan. Sehingga, penggunaan Premium seperti sengaja dikurangi.

“Yang pasti dampaknya ke masyarakat kecil. Karena rata-rata mereka, khususnya angkutan umum masih menggunakan Premium. Karena masyarakat tidak melihat itu, tetapi bagaimana mendapatkan BBM dengan harga murah,” kata Politisi PKPI itu.

Selain itu, kondisi perekonomian yang sulit saat ini menurutnya akan semakin membebani masyarakat dengan kelangkaan Premium di lapangan. Apalagi di banyak SPBU, barang subsidi itu sudah tidak ditemui lagi di papan nama mesin pompa minyak. Saat ini, penyediaan bahan bakar lebih didominasi Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo, termasuk jenis Solar yakni Dexlit dan Pertamina Dex.

“Jadi Pertamina harus jujur soal stok Premium ini. Kalau memang ada pasokan, maka jangan ditutup-tutupi. Jangan sampai membuat masyarakat gerah. Pertamina jangan berbohong,” tegasnya.

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menilai, harusnya Pertamina memberikan penjelasan dengan melakukan sosialisasi terhadap pembatasan tersebut. Karena, sebagai masyarakat masih membutuhkan premium sebagai BBM kendaraan bermotor.

Ia menilai pembatasan penggunaan Premium memberikan dampak positif dan negatif ditengah masyarakat.”Untuk akses itu, berkurang. Jadinya, juga terbatas. Dari sisi masyarakat terbatas dan disisi lainnya, bagus. Karena, mengurangi subsidi dilakukan pemerintah sendiri untuk BBM jenis Premium,” kata Gunawan.

Gunawan mengungkapkan, Premium sendiri memiliki kelas ditengah masyarakat. Namun, masyarakat menengah kebawah menggunakan Premium. Secara dampaknya bisa membantu masyarakat untuk memenuhi konsumsi BBM bersubsidi ini.

“Batas Premium itu sendiri, sudah berjalan lah. Kalau membantasi it’s oke lah. Tapi, baiknya dijelasi kepada masyarakat. Pembatasan ini, bisa menghemat anggaran contohnya,” tutur Gunawan.

Gunawan yang juga Dosen di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) meminta, Selain memberikan penjelasan atas pembatasan penggunaan Premium, Pertamina juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk penggunaan BBM berkualitas seperti Pertalite, Pertamax dan lainnya.(bal/gus/ila)

Pertamina

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di lapangan, dapat mengakibatkan efek samping yang besar bagi perekonomian masyarakat. Karenanya, kalangan dewan meminta Pertamina tidak berbohong dengan alasan rakyat semakin pintar memilih produk berkualitas seperti Pertalite atau Pertamax.

“Pertamina jangan memakai bahasa politis, dengan mengatakan masyarakat sudah pintar menggunakan BBM bermutu. Bukan itu yang jadi pertanyaan. Yang ditanya itu, kenapa Premium langka? Kalau katanya stok ada sampai 1,2 Kl per hari, kenapa di hampir semua SPBU ditempel pengumuman ‘Premium habis,” ujar Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut I Yulizar Parlagutan Lubis, Selasa (6/11).

Menurut Yulizar, apa yang disampaikan pihak Pertamina soal stok dengan kondisi di lapangan, sangat berbanding terbalik. Karena itu, dirinya menuding perusahaan plat merah itu berbohong untuk menyembunyikan persoalan. Apalagi dengan kondisi ini, masyarakat terpaksa membeli BBM jenis Pertalite yang selisih harganya cukup tinggi. Khususnya, bagi kendaraan angkutan umum maupun becak bermotor.

“Jadi jangan berapologi (mengkambinghitamkan,Red) mengatakan rakyat semakin pintar. Memang kalau rakyat pintar itu bagus, tetapi masalahnya ini kebutuhan primer. Kan bisa berefek bagi mereka, begitu juga kepada biaya operasional yang arahnya bisa kepada harga barang kebutuhan,” tegas Yulizar.

Naiknya harga barang, lanjut Politisi PPP ini, karena distribusi dan lainnya menggunakan kendaraan bermotor. Sudah tentu biaya lebih besar menggunakan BBM nonsubsidi. Sehingga, persoalan ini tidak sesederhana seperti apa yang disampaikan Pertamina. “Jadi Pertamina itu harus bijak. Pertamina jangan melihat Premium saja, tetapi dampaknya kepada rakyat yang terpaksa menggunakan BBM nonsubsidi,” ujarnya.

Dikatakan Yulizar, dari beberapa SPBU, diketahuinya ramai antrean kendaraan umum seperti taksi dan angkot saat waktu tertentu seperti malam dan pagi hari. Keramaian itu, katanya, karena saat itu tersedia BBM Premium yang harganya Rp6.450, berbeda dengan Pertalite yang kini sudah mencapai Rp7.800 per liter.

“Jadi kalau soal rakyat pintar, itu gak nyambung. Biarkan kesadaran masyarakat itu tumbuh. Toh juga kendaraan mewah sekarang ini kan memang sudah pakai Pertalite paling rendah. Jadi untuk apa ada Premium? Atau sengaja disimpan, dan kita tidak tahu untuk siapa itu? Makanya kita minta itu (Premium) didistribusikan kembali, prioritasnya angkutan umum,” tegasnya.

Senada disampaikan Anggota DPRD Sumut dapil Sumut 9, Juliski Simorangkir. Menurutnya kebijakan saat ini mengarahkan penggunaan BBM kepada Pertalite atau nonsubsidi. Alasannya, yakni agar emisi gas yang keluar, lebih sedikit dan ramah lingkungan. Sehingga, penggunaan Premium seperti sengaja dikurangi.

“Yang pasti dampaknya ke masyarakat kecil. Karena rata-rata mereka, khususnya angkutan umum masih menggunakan Premium. Karena masyarakat tidak melihat itu, tetapi bagaimana mendapatkan BBM dengan harga murah,” kata Politisi PKPI itu.

Selain itu, kondisi perekonomian yang sulit saat ini menurutnya akan semakin membebani masyarakat dengan kelangkaan Premium di lapangan. Apalagi di banyak SPBU, barang subsidi itu sudah tidak ditemui lagi di papan nama mesin pompa minyak. Saat ini, penyediaan bahan bakar lebih didominasi Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo, termasuk jenis Solar yakni Dexlit dan Pertamina Dex.

“Jadi Pertamina harus jujur soal stok Premium ini. Kalau memang ada pasokan, maka jangan ditutup-tutupi. Jangan sampai membuat masyarakat gerah. Pertamina jangan berbohong,” tegasnya.

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menilai, harusnya Pertamina memberikan penjelasan dengan melakukan sosialisasi terhadap pembatasan tersebut. Karena, sebagai masyarakat masih membutuhkan premium sebagai BBM kendaraan bermotor.

Ia menilai pembatasan penggunaan Premium memberikan dampak positif dan negatif ditengah masyarakat.”Untuk akses itu, berkurang. Jadinya, juga terbatas. Dari sisi masyarakat terbatas dan disisi lainnya, bagus. Karena, mengurangi subsidi dilakukan pemerintah sendiri untuk BBM jenis Premium,” kata Gunawan.

Gunawan mengungkapkan, Premium sendiri memiliki kelas ditengah masyarakat. Namun, masyarakat menengah kebawah menggunakan Premium. Secara dampaknya bisa membantu masyarakat untuk memenuhi konsumsi BBM bersubsidi ini.

“Batas Premium itu sendiri, sudah berjalan lah. Kalau membantasi it’s oke lah. Tapi, baiknya dijelasi kepada masyarakat. Pembatasan ini, bisa menghemat anggaran contohnya,” tutur Gunawan.

Gunawan yang juga Dosen di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) meminta, Selain memberikan penjelasan atas pembatasan penggunaan Premium, Pertamina juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk penggunaan BBM berkualitas seperti Pertalite, Pertamax dan lainnya.(bal/gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/