24 C
Medan
Tuesday, November 5, 2024
spot_img

Hubungan Ryamizard & Gatot Renggang

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryachudu (kiri) dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. Rapat kerja kali ini membahas anggaran dan rencana program kerja 2017, Senin 6 Januari 2017.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR RI meminta Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk duduk bersama melakukan hamonisasi antara keduanya. Hal ini penting untuk melakukan sinkronisasi peraturan-peraturan yang merujuk ke Undang-undang.

Seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di gedung DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2). Kurang hamonisnya Panglima TNI dan Menhan itu terungkap dalam rapat bersama Panglima TNI dan Menhan di Komisi I DPR.

“Kesimpulan rapat Komisi I, kita minta agar Kemenhan dan Panglima TNI melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan-peraturan yang terkait dan merujuk pada UU tentunya,” ungkap politisi Partai Golkar daerah Pemilihan Sumut I.

Meutya menyampaikan, pihaknya lebih meminta kepada Menhan dan Panglima TNI untuk duduk bersama melakukan sinkronisasi peraturan-peraturan, dan tidak boleh ada yang melanggar undang-undang.  Sejauh ini, Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan intelijen belum bersikap soal Permenhan Nomor 28/2015 itu. Sebab, masih ada sinkronisasi soal peraturan itu.

Namun, politikus Partai Golkar itu menegaskan, jika antara Kemenhan dan Mabes TNI sudah menuntaskan sinkronisasi maka hasilnya akan diserahkan ke Komisi I DPR. “Dilaporkan kepada kami dan kita akan agendakan rapat khusus terkait itu,” sebutnya.

Mencuatnya kurang harmonisnya hubungan Menhan dan Panglima TNI terkait ketidaktahuan, Jenderal Gatot  Nurmantyo tentang pembelian heli Agusta Westland AW 101.  “Kalau misalnya panglima mengatakan tidak tahu menahu, Menhan tidak tau menahu, ya DPR Komisi I jadi bingung,” kata Meutya.

Ketidaktahuan Gatot lantaran adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28/2015, politikus Partai Golkar itu mengatakan peraturan tersebut mengikat bukan hanya untuk pembelian alutsista seperti AW 101 saja. Tapi terkait kepada seluruh penganggaran.

Anggota Komisi I Andreas Pareira, yang juga ikut dalam rapat, memaklumi Kemenhan yang tidak siap karena masalah itu mencuat lewat keluhan yang disampaikan Panglima TNI saat rapat. “Dari Kementerian Pertahanan menjelaskan, tapi belum membawa materi yang lebih spesifik soal Permenhan dan implikasi-implikasinya,” kata Andreas kepada awak media, dan turut berujar dalam rapat diputuskan untuk menyiapkan suatu pertemuan khusus untuk memperdalam di agenda selanjutnya.

Dari penyampaian Gatot, Andreas menilai substansi yang dikeluhkan adalah soal sentralisasi perencanaan dan pembelian alutsista di tiap-tiap matra yang langsung ke Kemenhan. Sehingga Panglima TNI kini tidak lagi mengetahui soal perencanaan serta pembelanjaan alutsista di AD, AL, dan AU.

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryachudu (kiri) dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. Rapat kerja kali ini membahas anggaran dan rencana program kerja 2017, Senin 6 Januari 2017.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR RI meminta Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk duduk bersama melakukan hamonisasi antara keduanya. Hal ini penting untuk melakukan sinkronisasi peraturan-peraturan yang merujuk ke Undang-undang.

Seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di gedung DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2). Kurang hamonisnya Panglima TNI dan Menhan itu terungkap dalam rapat bersama Panglima TNI dan Menhan di Komisi I DPR.

“Kesimpulan rapat Komisi I, kita minta agar Kemenhan dan Panglima TNI melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan-peraturan yang terkait dan merujuk pada UU tentunya,” ungkap politisi Partai Golkar daerah Pemilihan Sumut I.

Meutya menyampaikan, pihaknya lebih meminta kepada Menhan dan Panglima TNI untuk duduk bersama melakukan sinkronisasi peraturan-peraturan, dan tidak boleh ada yang melanggar undang-undang.  Sejauh ini, Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan intelijen belum bersikap soal Permenhan Nomor 28/2015 itu. Sebab, masih ada sinkronisasi soal peraturan itu.

Namun, politikus Partai Golkar itu menegaskan, jika antara Kemenhan dan Mabes TNI sudah menuntaskan sinkronisasi maka hasilnya akan diserahkan ke Komisi I DPR. “Dilaporkan kepada kami dan kita akan agendakan rapat khusus terkait itu,” sebutnya.

Mencuatnya kurang harmonisnya hubungan Menhan dan Panglima TNI terkait ketidaktahuan, Jenderal Gatot  Nurmantyo tentang pembelian heli Agusta Westland AW 101.  “Kalau misalnya panglima mengatakan tidak tahu menahu, Menhan tidak tau menahu, ya DPR Komisi I jadi bingung,” kata Meutya.

Ketidaktahuan Gatot lantaran adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28/2015, politikus Partai Golkar itu mengatakan peraturan tersebut mengikat bukan hanya untuk pembelian alutsista seperti AW 101 saja. Tapi terkait kepada seluruh penganggaran.

Anggota Komisi I Andreas Pareira, yang juga ikut dalam rapat, memaklumi Kemenhan yang tidak siap karena masalah itu mencuat lewat keluhan yang disampaikan Panglima TNI saat rapat. “Dari Kementerian Pertahanan menjelaskan, tapi belum membawa materi yang lebih spesifik soal Permenhan dan implikasi-implikasinya,” kata Andreas kepada awak media, dan turut berujar dalam rapat diputuskan untuk menyiapkan suatu pertemuan khusus untuk memperdalam di agenda selanjutnya.

Dari penyampaian Gatot, Andreas menilai substansi yang dikeluhkan adalah soal sentralisasi perencanaan dan pembelian alutsista di tiap-tiap matra yang langsung ke Kemenhan. Sehingga Panglima TNI kini tidak lagi mengetahui soal perencanaan serta pembelanjaan alutsista di AD, AL, dan AU.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/