25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Warga Siap Melawan

SUMUTPOS.CO – Sedikitnya 300 Kepala Keluarga (KK) mengancam akan menutup akses proyek jalan tol Medan-Binjai pada sesi 3 Tanjung Mulia Hilir, Medan Deli. Ini lantaran kisruh soal bagi hasil uang ganti rugi antara warga penggarap dan pemilik sertifikat tanah akan dititipkan lewat jalur konsinyasi di pengadilan.

Sebelum adanya proyek jalan tol, warga penggarap yang telah puluhan tahun mendiami perkampungan itu, tidak pernah tahu siapa pemilik lahan tersebut. Namun, belakangan setelah adanya proyek ini, sejumlah warga Tionghoa muncul dan mengaku sebagai pemilik tanah. “Ini dulunya tanah Kesultanan Deli, lalu digarap warga. Kenapa setelah ada proyek jalan tol, ada pula yang mengaku sebagai pemilik sertifikat. Kami tak mau menerima 40 persen uang ganti rugi, kami tetap minta 70 persen,” ujar Mawardi (51), warga Jalan Kawat 5 Tanjung Mulia, Jumat (29/9) kemarin.

Meski demikian, semula warga tidak mempersoalkan hal dimaksud asal uang ganti rugi akibat terdampak dari proyek jalan tol Medan-Binjai tidak merugikan mereka. “Yang dirugikan itu kami, rumah tergusur. Kok malah orang mengaku sebagai pemilik sertifikat minta jatah 70 persen, untuk warga cuma 30 persen,” ungkap Mawardi.

Dia mengaku siap bertahan dan melakukan perlawanan jika nantinya harus digusur paksa. Apalagi, adanya rencana proses ganti rugi tanah bakal dititipkan ke pengadilan (konsinyasi) membuat warga kecewa. “Kuat dugaan ada permainan. Yang pasti kami akan bertahan dan melawan jika digusur paksa,” cetusnya.

Isdiana (41), warga lainnya justru merasa was-was atas masalah tanah terdampak proyek jalan tol. Karena wanita yang tinggal di Jalan Kawat 5 sejak lahir sudah mendapat kabar soal rencana tim pembebasan lahan akan melakukan konsinyasi. “Kabarnya begitu, tapi aku belum tahu jelas. Bagaimana nasib kami ini,” ucap Isdiana.

Lurah Tanjung Mulia Hilir, Maulana Harahap menjelaskan, status tanah yang di tempati warga dahulunya memang milik Kesultanan Deli. Tapi, belakangan diberikan kepada, Alboin Pakpahan selaku petugas pemungut uang sewa tanah warga. “Karena jasanya, Alboin diberi lahan itu oleh kesultanan. Sama dia dijual kepada etnis warga tionghoa,” terangnya.

Maulana, berharap permasalahan yang terjadi diantara kedua belah pihak bisa diselesaikan dengan jalan baik. Diapun tidak berkeinginan kalau kasus tanah ini sampai ke jalur pengadilan. “Jika masalah pembayaran ganti rugi tanah Rp1,9 juta per meter dititipkan lewat jalur pengadilan, tentunya akan merugikan salah satu pihak,” pungkas Maulana.

SUMUTPOS.CO – Sedikitnya 300 Kepala Keluarga (KK) mengancam akan menutup akses proyek jalan tol Medan-Binjai pada sesi 3 Tanjung Mulia Hilir, Medan Deli. Ini lantaran kisruh soal bagi hasil uang ganti rugi antara warga penggarap dan pemilik sertifikat tanah akan dititipkan lewat jalur konsinyasi di pengadilan.

Sebelum adanya proyek jalan tol, warga penggarap yang telah puluhan tahun mendiami perkampungan itu, tidak pernah tahu siapa pemilik lahan tersebut. Namun, belakangan setelah adanya proyek ini, sejumlah warga Tionghoa muncul dan mengaku sebagai pemilik tanah. “Ini dulunya tanah Kesultanan Deli, lalu digarap warga. Kenapa setelah ada proyek jalan tol, ada pula yang mengaku sebagai pemilik sertifikat. Kami tak mau menerima 40 persen uang ganti rugi, kami tetap minta 70 persen,” ujar Mawardi (51), warga Jalan Kawat 5 Tanjung Mulia, Jumat (29/9) kemarin.

Meski demikian, semula warga tidak mempersoalkan hal dimaksud asal uang ganti rugi akibat terdampak dari proyek jalan tol Medan-Binjai tidak merugikan mereka. “Yang dirugikan itu kami, rumah tergusur. Kok malah orang mengaku sebagai pemilik sertifikat minta jatah 70 persen, untuk warga cuma 30 persen,” ungkap Mawardi.

Dia mengaku siap bertahan dan melakukan perlawanan jika nantinya harus digusur paksa. Apalagi, adanya rencana proses ganti rugi tanah bakal dititipkan ke pengadilan (konsinyasi) membuat warga kecewa. “Kuat dugaan ada permainan. Yang pasti kami akan bertahan dan melawan jika digusur paksa,” cetusnya.

Isdiana (41), warga lainnya justru merasa was-was atas masalah tanah terdampak proyek jalan tol. Karena wanita yang tinggal di Jalan Kawat 5 sejak lahir sudah mendapat kabar soal rencana tim pembebasan lahan akan melakukan konsinyasi. “Kabarnya begitu, tapi aku belum tahu jelas. Bagaimana nasib kami ini,” ucap Isdiana.

Lurah Tanjung Mulia Hilir, Maulana Harahap menjelaskan, status tanah yang di tempati warga dahulunya memang milik Kesultanan Deli. Tapi, belakangan diberikan kepada, Alboin Pakpahan selaku petugas pemungut uang sewa tanah warga. “Karena jasanya, Alboin diberi lahan itu oleh kesultanan. Sama dia dijual kepada etnis warga tionghoa,” terangnya.

Maulana, berharap permasalahan yang terjadi diantara kedua belah pihak bisa diselesaikan dengan jalan baik. Diapun tidak berkeinginan kalau kasus tanah ini sampai ke jalur pengadilan. “Jika masalah pembayaran ganti rugi tanah Rp1,9 juta per meter dititipkan lewat jalur pengadilan, tentunya akan merugikan salah satu pihak,” pungkas Maulana.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/