26.7 C
Medan
Wednesday, May 8, 2024

Sidang Gugatan Tolak Pembangunan Underpass Juanda di PTUN Medan, Warga Tuntut Keadilan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Medan menggelar sidang perdana gugatan penolakan pembangunan Underpass di Jalan Juanda Medan, Selasa (8/8). Gugatan itu, diajukan oleh Tim kuasa hukum Ir. Hj. Masra Chairani Dalimunthe pemilik Dalitan Coffee, bersama 8 warga lainnya.

Sidang diketuai oleh Alpon Teri Sagala, dengan agenda pemeriksaan persiapan dari kedua belah pihak penggugat dan tergugat. Dalam gugatan tersebut, tergugat pertama Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDA BMBK) Kota Medan.

Tergugat dua, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Medan. Tergugat ketiga, Wali Kota Medan. Tergugat keempat, Gubernur Sumut, Tergugat kelima, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tergugat keenam, Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), dan tergugat ketujuh, Mendikbudristek cq Rektor USU.

“Sidang pertama, pemeriksaan persiapan. Disamping itu, melihat persiapan,” ucap Kuasa Hukum Dalitan Coffee, H. Refman Basri, SH, MBA kepada wartawan di PTUN Medan, disela-sela sidang gugatan tersebut.

Refman mengungkap bahwa Ada beberapa masyarakat di Jalanan Juanda dan sekitarnya, memasukkan permohonan intervensi untuk ikut sebagai pihak penggugat dalam gugatan menolak pembangunan Underpass tersebut.

“Permohonan intervensi, ikut bersama-sama keberatan pembangunan Underpass. Paling utama, ada ketidakadilan,” jelas Refman.

Refman mengungkap pembangunan Underpass ini, dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, tidak memberikan keadilan bagi masyarakatnya. Karena, disisi kiri jalan Juanda ke Jalan Brigjend Katamso, Kota Medan. Terdapat hotel, gudang pemerintah, hingga pusat perlengkapan rumah tangga tidak terkena pelebaran.

“Penduduk istimewa Kota Medan tidak kena. Kami ini, penduduk dibelakangkan dan dikorbankan. Mudah-mudahan pak Walikota tahu ini, takut tidak tahu ini,” ucap Refman.

Refman mengatakan poin utama dalam gugatan tersebut, membatalkan pembangunan Underpass itu. Karena tidak memiliki rasa keadilan bagi masyarakatnya di sekitar Jalan Juanda tersebut.

“Biar pembangunan Underpass ini, dibatalkan. Itu bukan jalan keluar, banyak jalan keluar. Satu arus, lebarkan kiri dan kanan. Ini kanan tidak kena, ini tidak ada keadilan,” jelas Refman.

Refman optimis dan yakin PTUN Medan sebagai benteng keadilan akan memberikan rasa keadilan kepada penggugat.”Karena kajian dari Profesor teknik (USU) itu, tidak bisa diambil dengan akal sehat. Sebagian kena dan sebagian tidak,” katanya.

Refman mengungkap contoh pembangunan Underpass simpang Titi Kuning, Kota Medan. Tidak menjadi solusi dalam mengurangi kemacetan di jalan tersebut. Tetap menimbulkan kemacetan dan banyak usaha warga yang tutup.

“Di Jalan Juanda itu, tinggal diatur lampu merah, 5 menit, 7 menit. Harusnya dikaji dulu rekayasa lalulintas. Ini tidak tanpa ada informasi,” ujar Refman.

Refman meminta kepada Pemko Medan dan pihak terkait dalam pembangunan Underpass itu. Untuk menghargai proses hukum di PTUN Medan. Jangan ada aktivitas pembangunan dulu.

“Berkaitan dengan Underpass kita minta ditunda, selama proses di PTUN. Kita tunggu saja, satu terima dan satu lagi banding. Tetap kita upaya hukum,” ucap Refman dengan tegas.

Warga terkena dalam pembangunan Underpass ini, juga menolak kompensasi diberikan Pemko Medan. Karena, dinilai kompensasi tidak sebanding dengan usaha mereka jalani puluhan tahun tersebut. Kemudian, berdampak dengan usaha yang akan bangkrut.

“Belum ada kompensasi, sosialisasi tidak jelas. Kita tidak mau kompensasi, ganti untung tidak mau, apa lagi ganti rugi. Berdampak dengan usaha warga di lokasi pembangunan Underpass,” tutur Refman sembari mengatakan sidang selanjutnya, PTUN Medan akan digelar 22 Agustus 2023.

Sementara itu, Johannes Liong mengungkapkan warga menolak pembangunan Underpass. Karena tidak memberikan keadilan dan akan mematikan usaha mereka.

“Kita menolak karena tidak ada keadilan disini, ada gak kena, kita kena. Kita tidak bisa lagi nanti,” ucap Johannes yang tinggal dan memiliki usaha di Jalan Juanda/Jalan Brigjen Katamso, nomor 144.

Johannes mengungkapkan bahwa kemacetan di Jalan Juanda Kota Medan itu, terjadi saat pagi hari masyarakat pergi kerja jam dan sore saat masyarakat pulang kerja. Sisanya, aktivitas Lalulintas normal dan tidak ada kemacetan.

“Kita ada bukti lampu merah itu, di stell supaya macet. Merahnya lama, hijau cuma 30 detik. Kita ada buktinya. Kita ada foto, nanti kita serahkan ke persidangan sebagai bukti,” jelas Johannes yang sudah tinggal sejak tahun 1990.(gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Medan menggelar sidang perdana gugatan penolakan pembangunan Underpass di Jalan Juanda Medan, Selasa (8/8). Gugatan itu, diajukan oleh Tim kuasa hukum Ir. Hj. Masra Chairani Dalimunthe pemilik Dalitan Coffee, bersama 8 warga lainnya.

Sidang diketuai oleh Alpon Teri Sagala, dengan agenda pemeriksaan persiapan dari kedua belah pihak penggugat dan tergugat. Dalam gugatan tersebut, tergugat pertama Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDA BMBK) Kota Medan.

Tergugat dua, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Medan. Tergugat ketiga, Wali Kota Medan. Tergugat keempat, Gubernur Sumut, Tergugat kelima, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tergugat keenam, Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), dan tergugat ketujuh, Mendikbudristek cq Rektor USU.

“Sidang pertama, pemeriksaan persiapan. Disamping itu, melihat persiapan,” ucap Kuasa Hukum Dalitan Coffee, H. Refman Basri, SH, MBA kepada wartawan di PTUN Medan, disela-sela sidang gugatan tersebut.

Refman mengungkap bahwa Ada beberapa masyarakat di Jalanan Juanda dan sekitarnya, memasukkan permohonan intervensi untuk ikut sebagai pihak penggugat dalam gugatan menolak pembangunan Underpass tersebut.

“Permohonan intervensi, ikut bersama-sama keberatan pembangunan Underpass. Paling utama, ada ketidakadilan,” jelas Refman.

Refman mengungkap pembangunan Underpass ini, dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, tidak memberikan keadilan bagi masyarakatnya. Karena, disisi kiri jalan Juanda ke Jalan Brigjend Katamso, Kota Medan. Terdapat hotel, gudang pemerintah, hingga pusat perlengkapan rumah tangga tidak terkena pelebaran.

“Penduduk istimewa Kota Medan tidak kena. Kami ini, penduduk dibelakangkan dan dikorbankan. Mudah-mudahan pak Walikota tahu ini, takut tidak tahu ini,” ucap Refman.

Refman mengatakan poin utama dalam gugatan tersebut, membatalkan pembangunan Underpass itu. Karena tidak memiliki rasa keadilan bagi masyarakatnya di sekitar Jalan Juanda tersebut.

“Biar pembangunan Underpass ini, dibatalkan. Itu bukan jalan keluar, banyak jalan keluar. Satu arus, lebarkan kiri dan kanan. Ini kanan tidak kena, ini tidak ada keadilan,” jelas Refman.

Refman optimis dan yakin PTUN Medan sebagai benteng keadilan akan memberikan rasa keadilan kepada penggugat.”Karena kajian dari Profesor teknik (USU) itu, tidak bisa diambil dengan akal sehat. Sebagian kena dan sebagian tidak,” katanya.

Refman mengungkap contoh pembangunan Underpass simpang Titi Kuning, Kota Medan. Tidak menjadi solusi dalam mengurangi kemacetan di jalan tersebut. Tetap menimbulkan kemacetan dan banyak usaha warga yang tutup.

“Di Jalan Juanda itu, tinggal diatur lampu merah, 5 menit, 7 menit. Harusnya dikaji dulu rekayasa lalulintas. Ini tidak tanpa ada informasi,” ujar Refman.

Refman meminta kepada Pemko Medan dan pihak terkait dalam pembangunan Underpass itu. Untuk menghargai proses hukum di PTUN Medan. Jangan ada aktivitas pembangunan dulu.

“Berkaitan dengan Underpass kita minta ditunda, selama proses di PTUN. Kita tunggu saja, satu terima dan satu lagi banding. Tetap kita upaya hukum,” ucap Refman dengan tegas.

Warga terkena dalam pembangunan Underpass ini, juga menolak kompensasi diberikan Pemko Medan. Karena, dinilai kompensasi tidak sebanding dengan usaha mereka jalani puluhan tahun tersebut. Kemudian, berdampak dengan usaha yang akan bangkrut.

“Belum ada kompensasi, sosialisasi tidak jelas. Kita tidak mau kompensasi, ganti untung tidak mau, apa lagi ganti rugi. Berdampak dengan usaha warga di lokasi pembangunan Underpass,” tutur Refman sembari mengatakan sidang selanjutnya, PTUN Medan akan digelar 22 Agustus 2023.

Sementara itu, Johannes Liong mengungkapkan warga menolak pembangunan Underpass. Karena tidak memberikan keadilan dan akan mematikan usaha mereka.

“Kita menolak karena tidak ada keadilan disini, ada gak kena, kita kena. Kita tidak bisa lagi nanti,” ucap Johannes yang tinggal dan memiliki usaha di Jalan Juanda/Jalan Brigjen Katamso, nomor 144.

Johannes mengungkapkan bahwa kemacetan di Jalan Juanda Kota Medan itu, terjadi saat pagi hari masyarakat pergi kerja jam dan sore saat masyarakat pulang kerja. Sisanya, aktivitas Lalulintas normal dan tidak ada kemacetan.

“Kita ada bukti lampu merah itu, di stell supaya macet. Merahnya lama, hijau cuma 30 detik. Kita ada buktinya. Kita ada foto, nanti kita serahkan ke persidangan sebagai bukti,” jelas Johannes yang sudah tinggal sejak tahun 1990.(gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/