Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap aksi damai itu juga tidak perlu lagi dilaksanakan. Sebab, aksi itu bisa dianggap membuka ruang baru untuk saling berselisih. ”Tentang aksi damai itu kami sebenarnya berharap cukuplah ya berbagai macam aksi itu,” ungkap dia.
Dia menuturkan, berbagai aksi itu memang secara demokratis diberi keleluasaan alias tidak dilarang. Tapi, dalam situasi saat ini, terlebih mendekati pilkada 15 Februari akan lebih baik kalau semua orang bisa menahan diri. ”Kita semakin menciptakan kondisi untuk saling bisa berbagi dan menyelesaikan persoalan-persoalan secara lebih dewasa,” ujar dia.
Haedar mengungkapkan masyarakat Indonesia yang majemuk secara agama etnis golongan sebetulnya punya basis sosial kultural yang bagus. Dia juga menilai masyarakat relatif moderat sehingga bisa menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. ”Tetapi kalau titik-titik picu kemudaian ditambah dengan pilkada bahkan pak Wapres juga mengajak kita waspada,” ungkap dia.
Dia menuturkan masyarakat akan dihadapkan pada dinamika politik yang semakin panas. Bila kejadian itu terjadi semua pihak harus bisa mengendalikan diri. ”Kemudian berada dalam posisi untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif,” harap dia.
Sementara, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, larangan aksi 112 justru akan menyebabkan pergolakan massa yang lebih besar untuk ikut dalam aksi tersebut. Apalagi ada pernyataan Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan yang akan membubarkan paksa aksi tersebut jika tetap dilaksanakan.
Dahnil menilai, sikap Iriawan yang bernada ancaman tidak sepatutnya dilakukan. “Bahasa yang diucapkan Pak Iriawan tidak sepatutnya dilontarkan oleh seorang Kapolda. Kata-kata bernada ancaman akan membubarkan paksa dan sebagainya justru akan menyebabkan pergolakan massa yang lebih besar untuk ikut aksi tersebut,” kata Dahnil melalui pesan singkat kepada JPNN (grup Sumut Pos), Rabu (8/2).