26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Kemenkeu Siapkan DBH Sawit 2023 Rp3,4 T, Pemprov Sumut Berharap Bisa Lebih Besar Lagi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk menentukan besaran dana bagi hasil (DBH) perkebunan sawit kepada masing-masing daerah penerima. RPP tersebut merupakan turunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Namun begitu, Kemenkeu telah menganggarkan Rp3,4 triliun untuk DBH terutama dialokasikan bagi perbaikan jalan yang rusak imbas produksi kelapa sawit. Untuk itu, pemerintah daerah terutama daerah penghasil kelapa sawit, khususnya Pemprov Sumut terus mendorong kebijakan DBH ini sampai ke implementasinya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berharap, alokasi DBH sawit tahun 2023 bisa lebih besar lagi dari tahun 2022. Terutama untuk daerah yang besar produksi sawitnya dan dampak negatifnya. Harapan itu disampaikan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sumut Ismael P Sinaga dalam seminar DBH Perkebunan dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Kota Medan, Rabu (8/2) pagi.

Menurut Ismael Sinaga, nilai cukai ekspor sawit Sumut sendiri, dari tahun 2017 hingga 2022 sebesar Rp6,7 triliun, sedangkan untuk ekspornya Rp64 triliun. Dia berharap, alokasi DBH yang sudah disusun Kementerian Keuangan masih bisa tumbuh dan berkembang. “Mudah-mudahan slot ini tumbuh dan berkembang, dihitung kembali berapa persen sebenarnya yang akan dibagikan ke daerah,” sebutnya.

Ismael berharap, RPP yang sedang disusun Kementerian Keuangan bisa selesai sebelum Bulan Juli tahun ini. “Kita sangat berharap selesai sebelum Bulan Juli, sebelum P-APBD, sehingga bisa dicantumkan pemerintah daerah pada saat pembahasan di DPRD, jadi kita bisa pengalokasiannya lebih efektif dan efisien,” tutur Ismael.

Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Zulkfli Gani Ottoh, mewakili Ketua PWI Pusat Atal S Depari, dalam sambutannya mengatakan, PWI tidak senang jika potensi daerah, terutama tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN), terabaikan oleh pemerintah pusat. “Kami berharap potensi daerah juga berkembang dan mendapat perhatian dari pemerintah pusat. PWI Pusat sangat mengharapkan dalam seminar ini dihasilkan sebuah rekomendasi bahwa pembagian hasil dari daerah-daerah yang berpotensi jangan terlalu banyak dibawa ke (pemerintah) pusat,” katanya.

“Kemudian pembagian hasilnya berapa? Kalau cuma nol koma sekian persen untuk apa? Sementara infrastruktur jalan di daerah penghasil sawit banyak yang rusak dan perlu perbaikan besar-besaran, yang tentunya perlu dana besar,” ucap Zulkifli.

Pembiayaan itu tidak mungkin sepenuhnya dari APBD karena tidak akan mencukupi. Padahal hasil dari kelapa sawit tersebut menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara.

Saat ini perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebar di 17 kabupaten, antara lain Asahan, Labuhanbatu, dan lain-lain. Total luas perkebunan kelapa sawit di Sumut tercatat sebanyak 10 juta hektare, nomor dua terbesar setelah Provinsi Riau.

Sementara produksinya mencapai 6 juta ton per tahun dengan nilai ekspor kurang lebih 4 miliar dollar per tahun. Sebaliknya, produksi kelapa sawit ini menjadi penyumbang terbesar kerusakan jalan di Sumatra Utara. Hal itu terjadi karena truk-truk besar pengangkut sawit yang wira-wiri.

Pemprov Sumut hanya bisa anggarkan 64 persen dari total pembiayaan perbaikan jalan. Dengan begitu, jalan rusak masih akan terus ada jika tidak ada tambahan anggaran atau alokasi khusus untuk perbaikan. Lain cerita jika ada DBH yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki jalan dan hal lain semisal pengentasan kemiskinan di Sumut.

Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Dr Drs Maurits Panjaitan Mec.Dev menyampaikan, pemerintah daerah banyak membutuhkan anggaran untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, termasuk stunting. “Belum lagi biaya pegawai dan sebagainya. Tentu hal ini menjadi beban berat pemda. Pendanaan harus rasional dalam menutup anggaran. Di sinilah bagi hasil bisa didorong dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan tersebut, termasuk ketimpangan fiskal,” ujarnya.

Panjaitan mengatakan, pemerintah sudah menganggarkan dana sebesar Rp3,4 triliun untuk daerah-daerah penghasil perkebunan kelapa sawit. “Prinsipnya back to origin, yakni daerah-daerah penghasil kelapa sawit mendapat porsi bagi hasil lebih besar,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, DBH perkebunan sawit perlu direncanakan alokasi dan penggunaannya secara baik dengan mempedomani mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah, selaras dengan prioritas nasional. “Hal itu untuk mendukung pembangunan infrastruktur termasuk jalan dan industri sawit di daerah serta tetap memperhatikan prinsip efektifitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas,” katanya.

Direktur Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah Kemendagri Budi Ermawan MPM menegaskan, DBH perkebunan kelapa sawit bukan masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan termasuk dana transfer, yakni transfer ke daerah (TKD). “Yang langsung masuk ke PAD adalah retribusi perkebunan sawit,” ujarnya.

Menurut dia pengalokasian DBH menerapkan persentase pembagian baru sesuai UU HKPD serta lebih memperhatikan keadilan distribusi alokasi TKD untuk daerah penghasil, daerah berbatasan, daerah pengolah serta daerah lainnya dalam satu wilayah provinsi. “Kebijakan lainnya, penambahan jenis DBH lainnya yaitu DBH Perkebunan Sawit, antara lain untuk dukungan infrastruktur jalan dalam rangka mendukung industri sawit di daerah,” ujar Budi.

Kepala Sub Direktorat Dana Bagi Hasil Kementerian Keuangan Mariana Dyah Savitri yang hadir di seminar tersebut via daring mengungkapkan, DBH Perkebunan Sawit telah dialokasikan dalam APBN 2023 sebesar Rp3,4 triliun. “Sesuai dengan ketentuan dalam UU APBN 2023, DBH Perkebunan Sawit akan dibagikan kepada provinsi penghasil sawit, kabupaten/kota penghasil sawit, kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, kabupaten/kota lainnya yang berada dalam satu wilayah provinsi dengan daerah penghasil untuk pemerataan,” ujarnya.

Mariana juga mengungkapkan, penggunaan DBH Perkebunan Sawit diarahkan untuk dukungan infrastruktur jalan dalam rangka mendukung industri sawit di daerah. Sementara pengalokasian per daerah akan dilakukan setelah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) DBH Perkebunan Sawit ditetapkan. “Saat ini RPP DBH Perkebunan Sawit masih dalam proses pembahasan,” ucap Mariana.

Sementara Anggota Komisi XI DPR RI H Gus Irawan Pasaribu (Dapil Sumut I Partai Gerindra) berjanji akan mengawal terus kebijakan DBH perkebunan sawit ini agar daerah menikmati pemerataan pendapatan. Disebutnya, perjuangan Komisi XI DPR RI beserta pemerintah daerah untuk memasukkan DBH perkebunan sawit dalam APBN tidaklah mudah. “Berkali-kali pemerintah (pusat) tidak memasukkan spesifik sawit di DBH dan sekarang alokasinya juga sudah jelas Rp3,4 triliun, kita akan terus kawal termasuk RPP-nya,” tegas mantan Dirut Bank Sumut ini.

Diakuinya, DBH ini sangat dibutuhkan daerah, tetapi jangan juga perusahaan-perusahaanya diperas-peras terus. “Nanti kalau mereka mati, pemerintah daerah dan pusat juga yang merugi. Makanya akan kami kawal terus kebijakan ini, terutama nanti dalam pembagian Rp3,4 triliun yang telah dianggarkan pemerintah di APBN tahun 2023 ini,” pungkasnya. (gus/bbs/adz)

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk menentukan besaran dana bagi hasil (DBH) perkebunan sawit kepada masing-masing daerah penerima. RPP tersebut merupakan turunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Namun begitu, Kemenkeu telah menganggarkan Rp3,4 triliun untuk DBH terutama dialokasikan bagi perbaikan jalan yang rusak imbas produksi kelapa sawit. Untuk itu, pemerintah daerah terutama daerah penghasil kelapa sawit, khususnya Pemprov Sumut terus mendorong kebijakan DBH ini sampai ke implementasinya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berharap, alokasi DBH sawit tahun 2023 bisa lebih besar lagi dari tahun 2022. Terutama untuk daerah yang besar produksi sawitnya dan dampak negatifnya. Harapan itu disampaikan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sumut Ismael P Sinaga dalam seminar DBH Perkebunan dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Kota Medan, Rabu (8/2) pagi.

Menurut Ismael Sinaga, nilai cukai ekspor sawit Sumut sendiri, dari tahun 2017 hingga 2022 sebesar Rp6,7 triliun, sedangkan untuk ekspornya Rp64 triliun. Dia berharap, alokasi DBH yang sudah disusun Kementerian Keuangan masih bisa tumbuh dan berkembang. “Mudah-mudahan slot ini tumbuh dan berkembang, dihitung kembali berapa persen sebenarnya yang akan dibagikan ke daerah,” sebutnya.

Ismael berharap, RPP yang sedang disusun Kementerian Keuangan bisa selesai sebelum Bulan Juli tahun ini. “Kita sangat berharap selesai sebelum Bulan Juli, sebelum P-APBD, sehingga bisa dicantumkan pemerintah daerah pada saat pembahasan di DPRD, jadi kita bisa pengalokasiannya lebih efektif dan efisien,” tutur Ismael.

Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Zulkfli Gani Ottoh, mewakili Ketua PWI Pusat Atal S Depari, dalam sambutannya mengatakan, PWI tidak senang jika potensi daerah, terutama tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN), terabaikan oleh pemerintah pusat. “Kami berharap potensi daerah juga berkembang dan mendapat perhatian dari pemerintah pusat. PWI Pusat sangat mengharapkan dalam seminar ini dihasilkan sebuah rekomendasi bahwa pembagian hasil dari daerah-daerah yang berpotensi jangan terlalu banyak dibawa ke (pemerintah) pusat,” katanya.

“Kemudian pembagian hasilnya berapa? Kalau cuma nol koma sekian persen untuk apa? Sementara infrastruktur jalan di daerah penghasil sawit banyak yang rusak dan perlu perbaikan besar-besaran, yang tentunya perlu dana besar,” ucap Zulkifli.

Pembiayaan itu tidak mungkin sepenuhnya dari APBD karena tidak akan mencukupi. Padahal hasil dari kelapa sawit tersebut menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara.

Saat ini perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara tersebar di 17 kabupaten, antara lain Asahan, Labuhanbatu, dan lain-lain. Total luas perkebunan kelapa sawit di Sumut tercatat sebanyak 10 juta hektare, nomor dua terbesar setelah Provinsi Riau.

Sementara produksinya mencapai 6 juta ton per tahun dengan nilai ekspor kurang lebih 4 miliar dollar per tahun. Sebaliknya, produksi kelapa sawit ini menjadi penyumbang terbesar kerusakan jalan di Sumatra Utara. Hal itu terjadi karena truk-truk besar pengangkut sawit yang wira-wiri.

Pemprov Sumut hanya bisa anggarkan 64 persen dari total pembiayaan perbaikan jalan. Dengan begitu, jalan rusak masih akan terus ada jika tidak ada tambahan anggaran atau alokasi khusus untuk perbaikan. Lain cerita jika ada DBH yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki jalan dan hal lain semisal pengentasan kemiskinan di Sumut.

Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Dr Drs Maurits Panjaitan Mec.Dev menyampaikan, pemerintah daerah banyak membutuhkan anggaran untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, termasuk stunting. “Belum lagi biaya pegawai dan sebagainya. Tentu hal ini menjadi beban berat pemda. Pendanaan harus rasional dalam menutup anggaran. Di sinilah bagi hasil bisa didorong dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan tersebut, termasuk ketimpangan fiskal,” ujarnya.

Panjaitan mengatakan, pemerintah sudah menganggarkan dana sebesar Rp3,4 triliun untuk daerah-daerah penghasil perkebunan kelapa sawit. “Prinsipnya back to origin, yakni daerah-daerah penghasil kelapa sawit mendapat porsi bagi hasil lebih besar,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, DBH perkebunan sawit perlu direncanakan alokasi dan penggunaannya secara baik dengan mempedomani mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah, selaras dengan prioritas nasional. “Hal itu untuk mendukung pembangunan infrastruktur termasuk jalan dan industri sawit di daerah serta tetap memperhatikan prinsip efektifitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas,” katanya.

Direktur Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah Kemendagri Budi Ermawan MPM menegaskan, DBH perkebunan kelapa sawit bukan masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan termasuk dana transfer, yakni transfer ke daerah (TKD). “Yang langsung masuk ke PAD adalah retribusi perkebunan sawit,” ujarnya.

Menurut dia pengalokasian DBH menerapkan persentase pembagian baru sesuai UU HKPD serta lebih memperhatikan keadilan distribusi alokasi TKD untuk daerah penghasil, daerah berbatasan, daerah pengolah serta daerah lainnya dalam satu wilayah provinsi. “Kebijakan lainnya, penambahan jenis DBH lainnya yaitu DBH Perkebunan Sawit, antara lain untuk dukungan infrastruktur jalan dalam rangka mendukung industri sawit di daerah,” ujar Budi.

Kepala Sub Direktorat Dana Bagi Hasil Kementerian Keuangan Mariana Dyah Savitri yang hadir di seminar tersebut via daring mengungkapkan, DBH Perkebunan Sawit telah dialokasikan dalam APBN 2023 sebesar Rp3,4 triliun. “Sesuai dengan ketentuan dalam UU APBN 2023, DBH Perkebunan Sawit akan dibagikan kepada provinsi penghasil sawit, kabupaten/kota penghasil sawit, kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, kabupaten/kota lainnya yang berada dalam satu wilayah provinsi dengan daerah penghasil untuk pemerataan,” ujarnya.

Mariana juga mengungkapkan, penggunaan DBH Perkebunan Sawit diarahkan untuk dukungan infrastruktur jalan dalam rangka mendukung industri sawit di daerah. Sementara pengalokasian per daerah akan dilakukan setelah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) DBH Perkebunan Sawit ditetapkan. “Saat ini RPP DBH Perkebunan Sawit masih dalam proses pembahasan,” ucap Mariana.

Sementara Anggota Komisi XI DPR RI H Gus Irawan Pasaribu (Dapil Sumut I Partai Gerindra) berjanji akan mengawal terus kebijakan DBH perkebunan sawit ini agar daerah menikmati pemerataan pendapatan. Disebutnya, perjuangan Komisi XI DPR RI beserta pemerintah daerah untuk memasukkan DBH perkebunan sawit dalam APBN tidaklah mudah. “Berkali-kali pemerintah (pusat) tidak memasukkan spesifik sawit di DBH dan sekarang alokasinya juga sudah jelas Rp3,4 triliun, kita akan terus kawal termasuk RPP-nya,” tegas mantan Dirut Bank Sumut ini.

Diakuinya, DBH ini sangat dibutuhkan daerah, tetapi jangan juga perusahaan-perusahaanya diperas-peras terus. “Nanti kalau mereka mati, pemerintah daerah dan pusat juga yang merugi. Makanya akan kami kawal terus kebijakan ini, terutama nanti dalam pembagian Rp3,4 triliun yang telah dianggarkan pemerintah di APBN tahun 2023 ini,” pungkasnya. (gus/bbs/adz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/