31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pertunjukan Jaran Kepang Dibubarkan di Medan Sunggal

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polsek Medan Sunggal masih mendalami kericuhan pembubaran acara kuda kepang oleh ormas berseragam Laskar Khusus Umat Islam FUI DPD Medan yang terjadi di Jalan Merpati, Kelurahan Sei Sikambing B, Medan Sunggal.

BUBARKAN: Anggota FUI Medan tampak mengenakan baju hitam dan baret merah, tengah membubarkan Jaran Kepang di Jalan Merpati, Sei Sikambing B, Medan Sunggal.

Kericuhan tersebut dipicu lantaran seorang oknum anggota ormas tersebut yang juga Kepala Lingkungan (Kepling) IX Sei Sikambing B, Sai’in, meludahi warga yang protes terhadap pembubaran pertunjukkan budaya itu.”Kasus penganiayaan sudah dilaporkan, saat ini kasusnya masih didalami. Ada 15 orang saksi yang telah diperiksa karena kedua pihak saling membuat pengaduan. Sudah ada 15 orang saksi yang diperiksa,” ujar Kanit Reskrim Polsek Medan Sunggal AKP Budiman Simanjuntak, Kamis (8/4).

Sementara itu, terkait kericuhan tersebut DPD PKB Pujakesuma Sumut mendatangi Kantor Polrestabes Medan Jalan HM Said sekira pukul 14.00 WIB. Ketua DPD PKB Pujakesuma Sumut Eko Supianto mengatakan, maksud kedatangan pihaknya selain membuat pengaduan juga untuk menjalin komunikasi dengan Polrestabes Medan.

“Kami sudah membuat laporan ke Satreskrim Polrestabes Medan. Kami serahkan permasalahannya kepada penegak hukum, semoga proses hukumnya dapat berproses dengan baik,” ujar Eko saat diwawancarai.

Eko berharap kepada warga Pujakesuma di Medan maupun Sumut agar dapat menahan diri. Jangan terprovokasi oleh hal-hal yang sifatnya akan memecah belah bangsa ini. “Sangat disayangkan bangsa kita yang besar ini bisa pecah-belah oleh tindakan oknum yang intoleransi. Kota Medan yang majemuk serta multi etnis ini jangan sampai suasana kedamaian menjadi terkoyak oleh hal-hal yang sifatnya provokatif, ujaran kebencian, intoleransi,” ungkap dia.

Terkait oknum kepling yang melakukan aksi peludahan terhadap warga, Eko menyatakan perbuatannya merupakan tindakan persekusi. “Dengan memakai seragam ormas, dia melakukan peludahan. Sebagai kepala lingkungan, tindakan itu sangat tidak pantas dilakukan. Saya harap lurah sebagai atasannya langsung dapat memberikan tindakan tegas terhadap oknum kepala lingkungan tersebut,” tegas Eko.

Terpisah, Camat Medan Sunggal Indra Mulia Nasution menyatakan, perbuatan Kepling Sai’in menggandeng ormas untuk membubarkan keramaian dinilai tidak patut dilakukan. “Keplingnya tidak punya etika. Memang mungkin dia bertugas untuk membubarkan, itu karena tidak boleh adanya kerumunan di masa pandemi ini. Tapi perbuatan dia berlebihan,” ujar Indra dihubungi wartawan.

Indra mengaku akan memberikan sanksi tegas. “Kita akan berikan sanksi kepada dia, kita kasih peringatan kemudian selanjutnya mungkin akan ada pemberhentian. Kita masih menunggu pimpinan karena terkait ini kita harus dilaporkan,” ucapnya.

Ketua FUI Sumut Indra Suheri membantah pihaknya melakukan pembubaran karena alasan syirik. Menurutnya, pembubaran atas permintaan kepala lingkungan di lokasi pertunjukan kuda kepang karena tidak memiliki izin. “Lokasi kejadian itu di Jalan Ringroad. Kebetulan kepling-nya kenal baik dengan orang FUI, jadi datanglah ke situ, karena kepling-nya tidak setuju. Karena tidak ada surat-surat yang boleh mempraktikkan jaran kepang di situ. Maka datanglah orang FUI ke situ sama kepling,” ujarnya.

Karena tidak ada surat izin apalagi ke kepolisian, maka diminta membubarkan diri secara persuasif. Akan tetapi, warga dan pemain kuda kepang tidak setuju dibubarkan sehingga terjadi keributan.

Mencederai Kebudayaan

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Sumut Soetarto, didampingi Kepala Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDIP Sumut Idris Pasaribu, menyampaikan keprihatinannya. Soetarto menuturkan, kesenian jaran kepang termasuk dalam kebudayaan nasional dan merupakan kekayaan bangsa Indonesia. “Hal itu terdapat dalam UUD 1945 pasal 32 tentang kebudayaan nasional. Ini sudah mencederai kebudayaan kita,” ujar Soetarto.

Dikatakan Soetarto dalam pasal itu, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pria yang juga alumnus program Doktoral Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara itu mengemukakan, tak semestinya agama dan kebudayaan dibenturkan di tengah kehidupan bermasyarakat. “Saya kira hal tersebut tak boleh terjadi, sehingga menjadi pemicu konflik. Kita semua harus bersatu, kebudayaan nasional hendaknya menjadi perekat bagi kita sesama anak bangsa,” jelasnya. Soetarto berharap, ke depannya seluruh lapisan masyarakat dapat saling bahu membahu, menguatkan agar Indonesia cepat melewati situasi pandemi covid-19. “Ayo mari kita saling menguatkan, InsyaAllah dengan persatuan dan saling bertoleransi kita dapat melewati situasi pandemi covid-19 ini,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala BKN PDIP Sumut Idris Pasaribu, mengemukakan pemajuan kebudayaan juga diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2017. Dalam undang-undang tersebut, asas pemajuan kebudayaan nasional Indonesia adalah toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan, dan gotong-royong. “Tujuan di antaranya untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa,” pungkasnya.

Sedangkan Eka, anggota Komunitas Jaran Kepang Langen Budoyo mengatakan, peristiwa itu terjadi di Jalan Merak, Gg Merpati Kecamatan Medan Sunggal pada 2 April 2021 sore. Eka ada di sana saat insiden terjadi. Saat itu mereka tengah mengisi pertunjukan. Tiba-tiba saja anggota FUI Medan membubarkan pertunjukan mereka.”Kami beda tim Jaran Kepang. Waktu itu saya memang di sana. Yang dibubarkan kawan saya tim satu lagi. Tiba-tiba anggota FUI datang membubarkan pertunjukan kami,” kata, Kamis (8/4).

Eka menuturkan, saat kejadian sejumlah anggota FUI Medan datang bersama Kepala Lingkungan (Kepling). Jumlahnya sekitar tiga orang. Warga tidak terima pertunjukan dibubarkan sehingga terjadi adu pukul. “Mereka datang langsung bubarkan pertunjukan. Enggak tau saya alasannya. Jadi pas dibubarkan, tim Jaran Kepang disadarkan dulu lah, habis itu kami balik ke sanggar, ngumpul,” urainya.

Menurut Eka, warga yang tidak terima dengan pembubaran pertunjukan Jaran Kepang itu langsung terlibat bentrok dengan anggota FUI Medan. Setelah itu, kelompok Jaran Kepang langsung membubarkan diri. Dia mengaku kecewa pertunjukan mereka dibubarkan paksa. “Mereka (FUI) ributnya sama warga, bukan sama tim Jaran Kepang. Jadi warga tidak terima pertunjukan dibubarkan. Kalau kami pulang ke sanggar,” ujar dia.

Pembubaran pertunjukan Jaran Kepang berujung adu jotos viral di media sosial. Dalam video rekaman, anggota FUI Medan tampak mengenakan baju hitam dan baret merah serta lobe tengah membubarkan Jaran Kepang.  Salah seorang perempuan yang mengenakan kaos hijau hitam tak terima kegiatan itu dibubarkan. Dia mengatakan pertunjukan Jaran Kepang sudah biasa digelar di desa tersebut. Apalagi mereka telah meminta izin untuk menggelar pertunjukan itu. Namun, salah seorang anggota FUI Medan yang tak senang mendapat jawaban itu maju dan meludahi perempuan tersebut. Warga tersulut emosi. Keributan tak terelakkan, warga terlibat baku hantam dengan anggota ormas Islam tersebut. (ris/map/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polsek Medan Sunggal masih mendalami kericuhan pembubaran acara kuda kepang oleh ormas berseragam Laskar Khusus Umat Islam FUI DPD Medan yang terjadi di Jalan Merpati, Kelurahan Sei Sikambing B, Medan Sunggal.

BUBARKAN: Anggota FUI Medan tampak mengenakan baju hitam dan baret merah, tengah membubarkan Jaran Kepang di Jalan Merpati, Sei Sikambing B, Medan Sunggal.

Kericuhan tersebut dipicu lantaran seorang oknum anggota ormas tersebut yang juga Kepala Lingkungan (Kepling) IX Sei Sikambing B, Sai’in, meludahi warga yang protes terhadap pembubaran pertunjukkan budaya itu.”Kasus penganiayaan sudah dilaporkan, saat ini kasusnya masih didalami. Ada 15 orang saksi yang telah diperiksa karena kedua pihak saling membuat pengaduan. Sudah ada 15 orang saksi yang diperiksa,” ujar Kanit Reskrim Polsek Medan Sunggal AKP Budiman Simanjuntak, Kamis (8/4).

Sementara itu, terkait kericuhan tersebut DPD PKB Pujakesuma Sumut mendatangi Kantor Polrestabes Medan Jalan HM Said sekira pukul 14.00 WIB. Ketua DPD PKB Pujakesuma Sumut Eko Supianto mengatakan, maksud kedatangan pihaknya selain membuat pengaduan juga untuk menjalin komunikasi dengan Polrestabes Medan.

“Kami sudah membuat laporan ke Satreskrim Polrestabes Medan. Kami serahkan permasalahannya kepada penegak hukum, semoga proses hukumnya dapat berproses dengan baik,” ujar Eko saat diwawancarai.

Eko berharap kepada warga Pujakesuma di Medan maupun Sumut agar dapat menahan diri. Jangan terprovokasi oleh hal-hal yang sifatnya akan memecah belah bangsa ini. “Sangat disayangkan bangsa kita yang besar ini bisa pecah-belah oleh tindakan oknum yang intoleransi. Kota Medan yang majemuk serta multi etnis ini jangan sampai suasana kedamaian menjadi terkoyak oleh hal-hal yang sifatnya provokatif, ujaran kebencian, intoleransi,” ungkap dia.

Terkait oknum kepling yang melakukan aksi peludahan terhadap warga, Eko menyatakan perbuatannya merupakan tindakan persekusi. “Dengan memakai seragam ormas, dia melakukan peludahan. Sebagai kepala lingkungan, tindakan itu sangat tidak pantas dilakukan. Saya harap lurah sebagai atasannya langsung dapat memberikan tindakan tegas terhadap oknum kepala lingkungan tersebut,” tegas Eko.

Terpisah, Camat Medan Sunggal Indra Mulia Nasution menyatakan, perbuatan Kepling Sai’in menggandeng ormas untuk membubarkan keramaian dinilai tidak patut dilakukan. “Keplingnya tidak punya etika. Memang mungkin dia bertugas untuk membubarkan, itu karena tidak boleh adanya kerumunan di masa pandemi ini. Tapi perbuatan dia berlebihan,” ujar Indra dihubungi wartawan.

Indra mengaku akan memberikan sanksi tegas. “Kita akan berikan sanksi kepada dia, kita kasih peringatan kemudian selanjutnya mungkin akan ada pemberhentian. Kita masih menunggu pimpinan karena terkait ini kita harus dilaporkan,” ucapnya.

Ketua FUI Sumut Indra Suheri membantah pihaknya melakukan pembubaran karena alasan syirik. Menurutnya, pembubaran atas permintaan kepala lingkungan di lokasi pertunjukan kuda kepang karena tidak memiliki izin. “Lokasi kejadian itu di Jalan Ringroad. Kebetulan kepling-nya kenal baik dengan orang FUI, jadi datanglah ke situ, karena kepling-nya tidak setuju. Karena tidak ada surat-surat yang boleh mempraktikkan jaran kepang di situ. Maka datanglah orang FUI ke situ sama kepling,” ujarnya.

Karena tidak ada surat izin apalagi ke kepolisian, maka diminta membubarkan diri secara persuasif. Akan tetapi, warga dan pemain kuda kepang tidak setuju dibubarkan sehingga terjadi keributan.

Mencederai Kebudayaan

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Sumut Soetarto, didampingi Kepala Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDIP Sumut Idris Pasaribu, menyampaikan keprihatinannya. Soetarto menuturkan, kesenian jaran kepang termasuk dalam kebudayaan nasional dan merupakan kekayaan bangsa Indonesia. “Hal itu terdapat dalam UUD 1945 pasal 32 tentang kebudayaan nasional. Ini sudah mencederai kebudayaan kita,” ujar Soetarto.

Dikatakan Soetarto dalam pasal itu, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pria yang juga alumnus program Doktoral Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara itu mengemukakan, tak semestinya agama dan kebudayaan dibenturkan di tengah kehidupan bermasyarakat. “Saya kira hal tersebut tak boleh terjadi, sehingga menjadi pemicu konflik. Kita semua harus bersatu, kebudayaan nasional hendaknya menjadi perekat bagi kita sesama anak bangsa,” jelasnya. Soetarto berharap, ke depannya seluruh lapisan masyarakat dapat saling bahu membahu, menguatkan agar Indonesia cepat melewati situasi pandemi covid-19. “Ayo mari kita saling menguatkan, InsyaAllah dengan persatuan dan saling bertoleransi kita dapat melewati situasi pandemi covid-19 ini,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala BKN PDIP Sumut Idris Pasaribu, mengemukakan pemajuan kebudayaan juga diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2017. Dalam undang-undang tersebut, asas pemajuan kebudayaan nasional Indonesia adalah toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan, dan gotong-royong. “Tujuan di antaranya untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa,” pungkasnya.

Sedangkan Eka, anggota Komunitas Jaran Kepang Langen Budoyo mengatakan, peristiwa itu terjadi di Jalan Merak, Gg Merpati Kecamatan Medan Sunggal pada 2 April 2021 sore. Eka ada di sana saat insiden terjadi. Saat itu mereka tengah mengisi pertunjukan. Tiba-tiba saja anggota FUI Medan membubarkan pertunjukan mereka.”Kami beda tim Jaran Kepang. Waktu itu saya memang di sana. Yang dibubarkan kawan saya tim satu lagi. Tiba-tiba anggota FUI datang membubarkan pertunjukan kami,” kata, Kamis (8/4).

Eka menuturkan, saat kejadian sejumlah anggota FUI Medan datang bersama Kepala Lingkungan (Kepling). Jumlahnya sekitar tiga orang. Warga tidak terima pertunjukan dibubarkan sehingga terjadi adu pukul. “Mereka datang langsung bubarkan pertunjukan. Enggak tau saya alasannya. Jadi pas dibubarkan, tim Jaran Kepang disadarkan dulu lah, habis itu kami balik ke sanggar, ngumpul,” urainya.

Menurut Eka, warga yang tidak terima dengan pembubaran pertunjukan Jaran Kepang itu langsung terlibat bentrok dengan anggota FUI Medan. Setelah itu, kelompok Jaran Kepang langsung membubarkan diri. Dia mengaku kecewa pertunjukan mereka dibubarkan paksa. “Mereka (FUI) ributnya sama warga, bukan sama tim Jaran Kepang. Jadi warga tidak terima pertunjukan dibubarkan. Kalau kami pulang ke sanggar,” ujar dia.

Pembubaran pertunjukan Jaran Kepang berujung adu jotos viral di media sosial. Dalam video rekaman, anggota FUI Medan tampak mengenakan baju hitam dan baret merah serta lobe tengah membubarkan Jaran Kepang.  Salah seorang perempuan yang mengenakan kaos hijau hitam tak terima kegiatan itu dibubarkan. Dia mengatakan pertunjukan Jaran Kepang sudah biasa digelar di desa tersebut. Apalagi mereka telah meminta izin untuk menggelar pertunjukan itu. Namun, salah seorang anggota FUI Medan yang tak senang mendapat jawaban itu maju dan meludahi perempuan tersebut. Warga tersulut emosi. Keributan tak terelakkan, warga terlibat baku hantam dengan anggota ormas Islam tersebut. (ris/map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/