Saat saya menengok ke lokasi, Jembatan Kukar yang menghubungkan Tenggarong dengan Tenggarong Seberang itu memang belum tersambung dan masih terus digarap. Mengutip Kaltim Post (Jawa Pos Group), perakitan rangka bentang utama jembatan dikerjakan serentak, baik sisi Tenggarong maupun Tenggarong Seberang, sehingga proses akhirnya akan terhubung di tengah-tengah.
Bobot rangka baja tersebut mencapai 2.200 ton. Perakitan bentang utama jembatan yang beroperasi mulai 2001 itu memerlukan waktu sekitar tiga bulan.
Pengerjaan rangka baja itu tidak bisa dilakukan saat malam karena diperlukan tingkat akurasi yang tinggi. Jembatan kelas A tersebut memiliki berat 3.000 ton dengan tipe arch bridge atau jembatan melengkung.
Rita menyebutkan, pembangunan kembali jembatan yang dioperasikan pada era kepemimpinan sang ayah, Syaukani H.R., itu menelan biaya Rp 192 miliar yang 90 persen di antaranya ditanggung Pemkab Kukar. Wajar kalau bupati yang baru saja dianugerahi Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha sebagai kepala daerah dengan kinerja terbaik oleh pemerintah pusat tersebut habis-habisan menyambungkan kembali si ’’Golden Gate’’ Kaltim.
Sebab, jembatan itu memang urat nadi keseharian di wilayah yang dipimpinnya. Tiap hari, terutama sore, kawasan di sekitar jembatan juga menjadi ruang leyeh-leyeh bagi warga. Selain dilengkapi banyak taman nan asri dan sarana bermain anak, ada venue panjat dinding yang bisa digunakan siapa saja.
Syaiful Munif, salah seorang warga Tenggarong, bercerita tentang betapa repotnya dirinya saat ingin menonton klub Mitra Kukar bertanding atau berlatih di Stadion Aji Imbut yang terletak di Tenggarong Seberang sejak Jembatan Kukar roboh.
’’Sekarang harus menyeberang dulu pakai feri. Mahal dan keamanannya tidak terjamin,’’ kata Syaiful yang ditemui saat menemani putranya yang berumur 5 tahun bermain di taman dekat jembatan.
Menyeberangi Mahakam yang lebarnya mencapai 700 meter dengan membawa serta mobil ke dalam feri penumpang dikenai biaya Rp 300 ribu sekali jalan. Padahal, sejak Jembatan Kukar runtuh, setidaknya terjadi 10 kecelakaan feri tradisional di sungai itu.
Misalnya, Februari lalu saat KM Rina Amelia tenggelam dan menewaskan seorang penumpang. ’’Ada tiga mobil pengangkut kebutuhan orang asing yang juga turut tenggelam waktu itu,’’ kata Ida Harini, pengelola salah satu warung apung di dekat penyeberangan menuju Pulau Kumala.
Pulau Kumala yang sejak dua tahun lalu pengelolaannya diambil alih Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kukar dari tangan PT El John Tirta Wisata tentu termasuk yang sangat diharapkan bupati bisa hidup lagi setelah jembatan tersambung. Menganggarkan Rp 5 miliar untuk revitalisasi pulau yang dibangun sejak 2000 itu, Rita menaruh impian besar di sana.
’’Saya ingin ada replika tujuh kerajaan Nusantara di sana. Mungkin perlu juga dibangun waterboom,’’ ujarnya ketika saya temui di rumah dinasnya di Tenggarong.
Saat ini, sebuah jembatan bagi pejalan kaki yang menghubungkan Tenggarong dengan Pulau Kumala juga tengah dibangun. Jadi, kelak pengunjung tidak perlu lagi menyewa kapal, kecuali jika ingin mengelilingi pulau yang dibuka sebagai destinasi wisata sejak 2002 tersebut.
Rita terakhir mengunjungi pulau itu Desember tahun lalu. Bersama beberapa pejabat yang diajak serta, dia sempat mencoba cable car. ’’Masih bagus kok secara keseluruhan. Tapi, memang harus dipercantik sebelum ditawarkan ke investor. Sudah ada (investor) yang berminat, tapi nunggu jembatan jadi dulu. Targetnya, paling lambat 2016 Kumala bisa ramai lagi,’’ tegasnya. (*/c5/ari)