25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Angkutan Kembali Diizinkan Beroperasi, Organda: Rugi, Penumpang Tetap Sepi

ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.
ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemberian izin angkutan umum kembali beroperasi di tengah larangan mudik Lebaran untuk menekan angka penyebaran Covid-19, dinilai tidak ada gunanya bagi pengusaha angkutan umum, termasuk para pekerja di dalamnya.

“Angkutan kembali diizinkan beroperasi, tapi mudik dilarang. Ini kebijakan apa namanya? Kami menilai kebijakan itu tidak ada gunanya. Penumpang pasti sepi. Kalau kami tetap beroperasi, hanya akan merugikan pengusaha angkutan,” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe, kepada Sumut Pos, Jumat (8/5).

Menurut Mont Gomery, bila penumpang sepi, biaya operasional tentu tidak akan tertutupi. Sehingga pengusaha dipastikan akan merugi. “Kita pastinya sangat ingin beroperasi. Tapi kalau pasti merugi, buat apa (beroperasi)? Masyarakat yang boleh melakukan perjalanan antarkota atau antarprovinsi hanya mereka yang bekerja dengan segala ketentuannya, bukan yang mudik. Kita tahu hanya segelintir orang yang bekerja di saat libur Lebaran. Mayoritas yang melakukan perjalanan adalah mereka yang mudik,” jelasnya.

Diakui Gomery, jauh sebelum wacana larangan mudik dikemukakan, para pengusaha angkutan yang tergabung di Organda Medan, telah mengalami kerugian selama pandemi Covid-19 melanda. Khususnya saat siswa sekolah sudah belajar dari rumah dengan sistem daring (dalam jaringan). Ditambah lagi banyak karyawan yang dirumahkan, serta mall dan usaha lainnya ditutup.

“Ditambah lagi adanya imbauan social distancing dan physical distancing, yang sangat tidak cocok diterapkan di angkutan umum, khususnya angkutan massal seperti bus atau angkot. Sejak itu, jasa angkutan umum kehilangan penumpang hingga 90 persen sampai sekarang,” terangnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah mau lebih memperhatikan nasib para pekerja yang tergabung dalam usaha jasa angkutan umum di Kota Medan, termasuk nasib para sopir yang ada di dalamnya. “Lebih dari 90 persen armada dan para sopir kita tak lagi beroperasi. Mereka benar-benar lost income. Tapi sampai sekarang belum ada solusi. Kita mendukung semua langkah pemerintah dalam memutus mata rantai Covid-19 ini. Tapi pemerintah juga harus memberikan solusi bagi warganya yang terkena dampak, termasuk para sopir dan karyawan jasa angkutan,” tandasnya.

Membingungkan

Sebelumnya, Kepala Korwil 2A DPP Organda, Shafruhan Sinungan mengatakan, perubahan-perubahan kebijakan di bidang transportasi, berpotensi membingungkan banyak pihak. Untuk itu, dia meminta para pejabat tidak asal bicara. Apalagi yang berkaitan dengan masyarakat.

Menurut Shafruhan, Organda belum sempat diajak bicara mengenai transportasi kembali diizinkan beroperasi. Padahal bila angkutan umum diperbolehkan beroperasi lagi, pihaknya harus melakukan berbagai persiapan.

“Meski dengan ketentuan dan protokol yang ketat, saat ini kami tetap merasa lebih aman bila pengoperasian angkutan umum antar daerah distop,” ungkapnya.

ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan. Jumlah penumpang angkot mengalami penurunan sejak anak sekolah diliburkan.
ANGKOT: Angkutan kota (angkot) saat melintas di salah satu ruas jalan di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemberian izin angkutan umum kembali beroperasi di tengah larangan mudik Lebaran untuk menekan angka penyebaran Covid-19, dinilai tidak ada gunanya bagi pengusaha angkutan umum, termasuk para pekerja di dalamnya.

“Angkutan kembali diizinkan beroperasi, tapi mudik dilarang. Ini kebijakan apa namanya? Kami menilai kebijakan itu tidak ada gunanya. Penumpang pasti sepi. Kalau kami tetap beroperasi, hanya akan merugikan pengusaha angkutan,” kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe, kepada Sumut Pos, Jumat (8/5).

Menurut Mont Gomery, bila penumpang sepi, biaya operasional tentu tidak akan tertutupi. Sehingga pengusaha dipastikan akan merugi. “Kita pastinya sangat ingin beroperasi. Tapi kalau pasti merugi, buat apa (beroperasi)? Masyarakat yang boleh melakukan perjalanan antarkota atau antarprovinsi hanya mereka yang bekerja dengan segala ketentuannya, bukan yang mudik. Kita tahu hanya segelintir orang yang bekerja di saat libur Lebaran. Mayoritas yang melakukan perjalanan adalah mereka yang mudik,” jelasnya.

Diakui Gomery, jauh sebelum wacana larangan mudik dikemukakan, para pengusaha angkutan yang tergabung di Organda Medan, telah mengalami kerugian selama pandemi Covid-19 melanda. Khususnya saat siswa sekolah sudah belajar dari rumah dengan sistem daring (dalam jaringan). Ditambah lagi banyak karyawan yang dirumahkan, serta mall dan usaha lainnya ditutup.

“Ditambah lagi adanya imbauan social distancing dan physical distancing, yang sangat tidak cocok diterapkan di angkutan umum, khususnya angkutan massal seperti bus atau angkot. Sejak itu, jasa angkutan umum kehilangan penumpang hingga 90 persen sampai sekarang,” terangnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah mau lebih memperhatikan nasib para pekerja yang tergabung dalam usaha jasa angkutan umum di Kota Medan, termasuk nasib para sopir yang ada di dalamnya. “Lebih dari 90 persen armada dan para sopir kita tak lagi beroperasi. Mereka benar-benar lost income. Tapi sampai sekarang belum ada solusi. Kita mendukung semua langkah pemerintah dalam memutus mata rantai Covid-19 ini. Tapi pemerintah juga harus memberikan solusi bagi warganya yang terkena dampak, termasuk para sopir dan karyawan jasa angkutan,” tandasnya.

Membingungkan

Sebelumnya, Kepala Korwil 2A DPP Organda, Shafruhan Sinungan mengatakan, perubahan-perubahan kebijakan di bidang transportasi, berpotensi membingungkan banyak pihak. Untuk itu, dia meminta para pejabat tidak asal bicara. Apalagi yang berkaitan dengan masyarakat.

Menurut Shafruhan, Organda belum sempat diajak bicara mengenai transportasi kembali diizinkan beroperasi. Padahal bila angkutan umum diperbolehkan beroperasi lagi, pihaknya harus melakukan berbagai persiapan.

“Meski dengan ketentuan dan protokol yang ketat, saat ini kami tetap merasa lebih aman bila pengoperasian angkutan umum antar daerah distop,” ungkapnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/