26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Bakat Meramal dan Mengobati, Sudah Panjat 18 Tower

Misteri di Balik si Spiderkid Fitriyah

Keanehan perilaku Fitriyah sudah mulai kelihatan saat berumur empat tahun. Saat dirawat di RSJ Grogol, dia didiagnosis menderita autis.

KING HENDRO ARIFIN, Tangerang

DENGAN senyuman lebar sembari melompat-lompat, Pipit –sapaan akrab Fitriyah Aulia– menyapa ramah kehadiran Indopos (Jawa Pos Group) di rumah kontrakan orang tuanya di Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, siang kemarin. Tak sedikit pun tergurat sisa ketakutan di wajah bocah 10 tahun yang sehari sebelumnya menggegerkan Jakarta itu.

Pada Selasa siang lalu (6/9), Pipit memanjat menara listrik bertegangan tinggi setinggi 102 meter di Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Begitu sampai di atas, dengan santainya anak ketiga pasangan Suprapto (52) dan Sumarni (45), itu menari-nari dan merebahkan diri, tak ubahnya bocah yang bermain di halaman rumah.

Gara-gara aksi anak berbobot 30 kilogram itu, lalu lintas di sekitar tower tersebut macet cukup lama. Sebab, banyak pengguna jalan yang menghentikan kendaraan, atau minimal melambatkan lajunya untuk menyaksikan ’’keajaiban’’ di menara yang menjulang itu.

Aksi Pipit tersebut baru berakhir sekitar pukul 17.00 setelah sang ibu, dengan menggunakan pengeras suara, membujuk dia agar turun karena mau diajak ke Dufan dan Monas. Sesampai di darat pun, bukannya terlihat trauma, Pipit malah ’’menghardik’’ petugas pemadam kebakaran yang dianggapnya galak saat meminta turun.

Itu bukanlah tower pertama yang ’’ditaklukkan’’ Pipit. Sebelumnya, dia juga pernah menaiki BTS (base transceiver station) telekomunikasi di Gang Betawi, RT 3, RW 9, Kelurahan Jombang, Tangerang Selatan. Masih di Tangerang Selatan, Pipit juga pernah memanjat BTS di Jalan Merpati I dan Suka Damai Serua Indah, Kecamatan Ciputat.
’’Saya sudah biasa naik-naik ke tempat tinggi. Kamu mau saya ajarin,’’ kata Pipit dengan sorot mata tajam dan sebentar tertawa, diam, menatap tajam, dan tertawa lagi.

Berbincang dengan Pipit memang akan langsung merasakan perbedaan cara dia berbicara jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Penggunaan kata ’’saya’’ untuk menyebut dirinya itu, misalnya. Anak-anak seusia dia umumnya menggunakan kata ’’aku’’ atau menyebut nama.

Tapi, tentu kegemarannya memanjat itu yang sangat membedakan. Menurut bapak-ibunya, ’’bakat’’ itu terlihat sejak dia berusia 4 tahun. Kala itu hal mengejutkan dilakukan Pipit yang masih tinggal di Tanah Abang: berkelahi dengan lima anak laki-laki seusianya. Pipit bukannya menangis. Dia malah membuat ‘babak belur’ lima rekan sepermainannya itu. Mulai situ keanehan Pipit makin terlihat.

Hampir setiap hari Pipit naik ke atap genting. Tidak bisa diam. Alhasil, sang ayah yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan si ibu yang menjadi tukang cuci panggilan itu mencoba membawa Pipit ke ’’orang pintar’’.
Anjuran si ’’orang pintar’’ tersebut, nama lengkap Fitri yang sebelumnya Fitriyah Qoturnadah dipersingkat menjadi Fitriyah. Si paranormal meyakini Fitri dirasuki roh halus.

Meski anjuran menyingkat nama itu dipenuhi, tetap saja kelakuan nyeleneh Pipit tak berhenti. Tower demi tower dia panjat –tentu tanpa sepengetahuan, apalagi seizin bapak-ibunya. Total sudah 18 tower dipanjat Pipit. Dari situlah julukan Spiderkid melekat padanya.

Tapi, setelah menaiki tower, alasan Pipit selalu berubah saat ditanya. Contohnya ketika ditanya mengapa dia memanjat menara di Tanah Abang Selasa lalu. ’’Iseng ajah. Pengin santai,’’ kata Pipit.

Suprapto dan Sumarni tak bisa berbuat banyak untuk mengetahui apa penyebab kelakuan tak lazim sang putri. Selain keterbatasan biaya, mereka masih harus mengurusi Susanto (20), anak kedua yang menderita pembesaran kepala atau hidrosepalus yang juga tak bisa diobatkan secara maksimal.

Untuk membayar sewa kontrak kamar Rp370 ribu per bulan saja mereka kalang kabut. Belum lagi biaya makan untuk empat jiwa yang harus berdesakan di rumah sempit dua kamar tersebut.

Akhirnya, ikhtiar yang bisa mereka lakukan untuk Pipit hanya membawa dari satu ’’orang pintar’’ ke ’’orang pintar’’ yang lain. Mulai Sukabumi hingga Cirebon. Rata-rata jawaban yang mereka dapat dari berbagai tempat itu sama: Pipit dirasuki roh halus.

Sempat ada uluran tangan dari Komnas Perlindungan Anak. Pipit difasilitasi untuk mendapat perawatan medis di RSJ Grogol. Tiga bulan bocah berpembawaan ceria itu di sana mulai terkuak rahasia bahwa Pipit sebenarnya menderita autis.

Merawat seorang bocah autis tentu membutuhkan waktu tak sebentar dan mesti dilakukan secara kontinu. Tapi, hanya tiga bulan di RSJ Grogol, Suprapto-Sumarni memutuskan membawa buah hati itu pulang.
’’Kata pihak RSJ, anak saya mengalami autis. Tapi, udah tiga bulan nggak sembuh-sembuh,’’ kata Sumarni tentang alasan membawa pulang Pipit.

Akhirnya, jadilah sosok si Spiderkid itu kian misterius: dia tumbuh dengan kemampuan-kemampuan yang, setidaknya bagi orang-orang di sekitarnya seperti berada di luar logika.

Saat tinggal di Bekasi beberapa waktu lalu, seorang tetangga kepada Suprapto mengaku pernah disembuhkan sakit matanya oleh Pipit. Katanya, Pipit memegang mata yang sakit itu dan, bim salabim, langsung sembuh.
’’Tapi, tidak saya hiraukan benar atau tidaknya pengakuan tetangga itu. Mana mungkin saya percaya. Soalnya, kalau saya sakit, gak pernah disembuhkan dia kok,’’ terang Suprapto.

Indopos (Grup Sumut Pos) mengalami sendiri bakat istimewa Pipit lainnya. Di tengah wawancara, dengan sorot mata tajam, dia menawari Indopos untuk diramal. Hasilnya, entah kebetulan atau tidak, setelah meraba tangan kanan, ramalan yang diucapkan Pipit tentang apa yang sedang ada di benak Indopos benar adanya.

’’Saya bisa meramal dan menaiki tower karena saya punya teman yang selalu ada di samping saya. Badannya besar, berkulit hitam, berambut putih, dan wajahnya sangat seram. Dia yang menyuruh saya naik ke tower,’’ tutur Pipit dengan mimik serius. Rautnya berbeda sekali dengan ketika ditanya alasan mengapa dia memanjat tower.

Suprapto dan Sumarni pun akhirnya hanya bisa pasrah di hadapan keanehan-keanehan sang anak itu. ’’Terkadang saya percaya juga ada roh halus di raga Fitri. Soalnya masa sih ada anak 10 tahun naik SUTET (saluran udara tegangan ekstratinggi, Red) tidak kesetrum” Dia udah 18 kali naik tower. Belum lagi atap genting warga, tak terhitung,’’ jelas Supratno.

Keinginan memeriksakan Pipit secara medis sebenarnya masih ada. Tapi, lagi-lagi dana menjadi kendala. ’’Kami sih sudah pasrah. Kalau memang ada yang mau bantu, kami terima. Kami sudah cukup malu dengan yang dilakukan Fitri. Tapi, apa yang bisa kami perbuat karena kami juga bingung apa penyakitnya,’’ terang Sumarni. (*/c4/ttg/jpnn)

Misteri di Balik si Spiderkid Fitriyah

Keanehan perilaku Fitriyah sudah mulai kelihatan saat berumur empat tahun. Saat dirawat di RSJ Grogol, dia didiagnosis menderita autis.

KING HENDRO ARIFIN, Tangerang

DENGAN senyuman lebar sembari melompat-lompat, Pipit –sapaan akrab Fitriyah Aulia– menyapa ramah kehadiran Indopos (Jawa Pos Group) di rumah kontrakan orang tuanya di Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, siang kemarin. Tak sedikit pun tergurat sisa ketakutan di wajah bocah 10 tahun yang sehari sebelumnya menggegerkan Jakarta itu.

Pada Selasa siang lalu (6/9), Pipit memanjat menara listrik bertegangan tinggi setinggi 102 meter di Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Begitu sampai di atas, dengan santainya anak ketiga pasangan Suprapto (52) dan Sumarni (45), itu menari-nari dan merebahkan diri, tak ubahnya bocah yang bermain di halaman rumah.

Gara-gara aksi anak berbobot 30 kilogram itu, lalu lintas di sekitar tower tersebut macet cukup lama. Sebab, banyak pengguna jalan yang menghentikan kendaraan, atau minimal melambatkan lajunya untuk menyaksikan ’’keajaiban’’ di menara yang menjulang itu.

Aksi Pipit tersebut baru berakhir sekitar pukul 17.00 setelah sang ibu, dengan menggunakan pengeras suara, membujuk dia agar turun karena mau diajak ke Dufan dan Monas. Sesampai di darat pun, bukannya terlihat trauma, Pipit malah ’’menghardik’’ petugas pemadam kebakaran yang dianggapnya galak saat meminta turun.

Itu bukanlah tower pertama yang ’’ditaklukkan’’ Pipit. Sebelumnya, dia juga pernah menaiki BTS (base transceiver station) telekomunikasi di Gang Betawi, RT 3, RW 9, Kelurahan Jombang, Tangerang Selatan. Masih di Tangerang Selatan, Pipit juga pernah memanjat BTS di Jalan Merpati I dan Suka Damai Serua Indah, Kecamatan Ciputat.
’’Saya sudah biasa naik-naik ke tempat tinggi. Kamu mau saya ajarin,’’ kata Pipit dengan sorot mata tajam dan sebentar tertawa, diam, menatap tajam, dan tertawa lagi.

Berbincang dengan Pipit memang akan langsung merasakan perbedaan cara dia berbicara jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Penggunaan kata ’’saya’’ untuk menyebut dirinya itu, misalnya. Anak-anak seusia dia umumnya menggunakan kata ’’aku’’ atau menyebut nama.

Tapi, tentu kegemarannya memanjat itu yang sangat membedakan. Menurut bapak-ibunya, ’’bakat’’ itu terlihat sejak dia berusia 4 tahun. Kala itu hal mengejutkan dilakukan Pipit yang masih tinggal di Tanah Abang: berkelahi dengan lima anak laki-laki seusianya. Pipit bukannya menangis. Dia malah membuat ‘babak belur’ lima rekan sepermainannya itu. Mulai situ keanehan Pipit makin terlihat.

Hampir setiap hari Pipit naik ke atap genting. Tidak bisa diam. Alhasil, sang ayah yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan si ibu yang menjadi tukang cuci panggilan itu mencoba membawa Pipit ke ’’orang pintar’’.
Anjuran si ’’orang pintar’’ tersebut, nama lengkap Fitri yang sebelumnya Fitriyah Qoturnadah dipersingkat menjadi Fitriyah. Si paranormal meyakini Fitri dirasuki roh halus.

Meski anjuran menyingkat nama itu dipenuhi, tetap saja kelakuan nyeleneh Pipit tak berhenti. Tower demi tower dia panjat –tentu tanpa sepengetahuan, apalagi seizin bapak-ibunya. Total sudah 18 tower dipanjat Pipit. Dari situlah julukan Spiderkid melekat padanya.

Tapi, setelah menaiki tower, alasan Pipit selalu berubah saat ditanya. Contohnya ketika ditanya mengapa dia memanjat menara di Tanah Abang Selasa lalu. ’’Iseng ajah. Pengin santai,’’ kata Pipit.

Suprapto dan Sumarni tak bisa berbuat banyak untuk mengetahui apa penyebab kelakuan tak lazim sang putri. Selain keterbatasan biaya, mereka masih harus mengurusi Susanto (20), anak kedua yang menderita pembesaran kepala atau hidrosepalus yang juga tak bisa diobatkan secara maksimal.

Untuk membayar sewa kontrak kamar Rp370 ribu per bulan saja mereka kalang kabut. Belum lagi biaya makan untuk empat jiwa yang harus berdesakan di rumah sempit dua kamar tersebut.

Akhirnya, ikhtiar yang bisa mereka lakukan untuk Pipit hanya membawa dari satu ’’orang pintar’’ ke ’’orang pintar’’ yang lain. Mulai Sukabumi hingga Cirebon. Rata-rata jawaban yang mereka dapat dari berbagai tempat itu sama: Pipit dirasuki roh halus.

Sempat ada uluran tangan dari Komnas Perlindungan Anak. Pipit difasilitasi untuk mendapat perawatan medis di RSJ Grogol. Tiga bulan bocah berpembawaan ceria itu di sana mulai terkuak rahasia bahwa Pipit sebenarnya menderita autis.

Merawat seorang bocah autis tentu membutuhkan waktu tak sebentar dan mesti dilakukan secara kontinu. Tapi, hanya tiga bulan di RSJ Grogol, Suprapto-Sumarni memutuskan membawa buah hati itu pulang.
’’Kata pihak RSJ, anak saya mengalami autis. Tapi, udah tiga bulan nggak sembuh-sembuh,’’ kata Sumarni tentang alasan membawa pulang Pipit.

Akhirnya, jadilah sosok si Spiderkid itu kian misterius: dia tumbuh dengan kemampuan-kemampuan yang, setidaknya bagi orang-orang di sekitarnya seperti berada di luar logika.

Saat tinggal di Bekasi beberapa waktu lalu, seorang tetangga kepada Suprapto mengaku pernah disembuhkan sakit matanya oleh Pipit. Katanya, Pipit memegang mata yang sakit itu dan, bim salabim, langsung sembuh.
’’Tapi, tidak saya hiraukan benar atau tidaknya pengakuan tetangga itu. Mana mungkin saya percaya. Soalnya, kalau saya sakit, gak pernah disembuhkan dia kok,’’ terang Suprapto.

Indopos (Grup Sumut Pos) mengalami sendiri bakat istimewa Pipit lainnya. Di tengah wawancara, dengan sorot mata tajam, dia menawari Indopos untuk diramal. Hasilnya, entah kebetulan atau tidak, setelah meraba tangan kanan, ramalan yang diucapkan Pipit tentang apa yang sedang ada di benak Indopos benar adanya.

’’Saya bisa meramal dan menaiki tower karena saya punya teman yang selalu ada di samping saya. Badannya besar, berkulit hitam, berambut putih, dan wajahnya sangat seram. Dia yang menyuruh saya naik ke tower,’’ tutur Pipit dengan mimik serius. Rautnya berbeda sekali dengan ketika ditanya alasan mengapa dia memanjat tower.

Suprapto dan Sumarni pun akhirnya hanya bisa pasrah di hadapan keanehan-keanehan sang anak itu. ’’Terkadang saya percaya juga ada roh halus di raga Fitri. Soalnya masa sih ada anak 10 tahun naik SUTET (saluran udara tegangan ekstratinggi, Red) tidak kesetrum” Dia udah 18 kali naik tower. Belum lagi atap genting warga, tak terhitung,’’ jelas Supratno.

Keinginan memeriksakan Pipit secara medis sebenarnya masih ada. Tapi, lagi-lagi dana menjadi kendala. ’’Kami sih sudah pasrah. Kalau memang ada yang mau bantu, kami terima. Kami sudah cukup malu dengan yang dilakukan Fitri. Tapi, apa yang bisa kami perbuat karena kami juga bingung apa penyakitnya,’’ terang Sumarni. (*/c4/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/