Langkah Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menetapkan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan sebagai tersangka, menuai kecaman. Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, jika penetapan tersangka karena Kepala Kantor BPN Medan tak mau menerbitkan Hak Guna Bangunan untuk PT Agra Citra Karisma dalam urusan proyek Medan Center Point, jelas penyidik Poldasu ngawur.
“Jika demikian adanya, saya mengecam keras. Polisi yang menyidik hingga pimpinannya harus dilaporkan ke Kompolnas,” ujar Iwan Nurdin, kemarin (8/10). Dijelaskan Iwan, BPN merupakan instansi yang mendapat kewenangan dari negara untuk menerbitkan hak atas tanah. Kewenangan itu diatur dalam UU Pokok Agraria, dan juga PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, HGB dan hak pakai. “Polisi tidak memiliki kewenangan hukum menahan pejabat publik karena tidak menjalankan wewenangnya dari negara karena pertimbangan hukum yang dimiliki oleh pejabat publik tersebut. Apalagi jelas-jelas tanah sedang bersengketa dan tanah tersebut adalah aset negara,” terang Iwan.
“Jika dinyatakan masih sengketa, maka secara hukum tidak dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah di atasnya,” imbuh Iwan. Sementara itu, diketahui proses penyidikan kasus sengketa lahan ini masih terus berjalan di Kejaksaan Agung. Perkembangan terakhir, pada 2 Oktober 2014, penyidik Kejagung memanggil dan meminta keterangan terhadap dua tersangka, yakni mantan walikota Medan Abdillah dan bos PT ACK, Handoko Lie. Kapuspen Kejagung Tony Spontana menjelaskan, Abdillah dan Handoko datang memenuhi panggilan. Untuk tersangka Abdillah, Tony menjelaskan, pemeriksaan terkait kronologis terjadinya persetujuan perubahan Hak Guna Bangunan milik PT. Kereta api Indonesia (dulu Perumka) dari PT. Bonauli Real Estate kepada PT. Agra Citra Kharisma (ACK) oleh Pemko Medan.
Sedang kepada Handoko, penyidik meminta keterangan seputar kronologis permohonan hingga terjadinya persetujuan perubahan kepemilikan HGB dimaksud. “Serta bagaimana perusahaan Tersangka mendapatkan persetujuan permohonan perpanjangan HBG Tanah milik PT. Kereta api Indonesia tersebut,” ujar Tony. Seperti diketahui, selain Abdillah dan Handoko, satu lagi tersangka kasus ini adalah Rahudman Harahap, yang juga mantan walikota Medan. (sam/gib/deo)
KPA KECAM POLDASU
Langkah Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menetapkan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan sebagai tersangka, menuai kecaman. Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, jika penetapan tersangka karena Kepala Kantor BPN Medan tak mau menerbitkan Hak Guna Bangunan untuk PT Agra Citra Karisma dalam urusan proyek Medan Center Point, jelas penyidik Poldasu ngawur.
“Jika demikian adanya, saya mengecam keras. Polisi yang menyidik hingga pimpinannya harus dilaporkan ke Kompolnas,” ujar Iwan Nurdin, kemarin (8/10). Dijelaskan Iwan, BPN merupakan instansi yang mendapat kewenangan dari negara untuk menerbitkan hak atas tanah. Kewenangan itu diatur dalam UU Pokok Agraria, dan juga PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, HGB dan hak pakai. “Polisi tidak memiliki kewenangan hukum menahan pejabat publik karena tidak menjalankan wewenangnya dari negara karena pertimbangan hukum yang dimiliki oleh pejabat publik tersebut. Apalagi jelas-jelas tanah sedang bersengketa dan tanah tersebut adalah aset negara,” terang Iwan.
“Jika dinyatakan masih sengketa, maka secara hukum tidak dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah di atasnya,” imbuh Iwan. Sementara itu, diketahui proses penyidikan kasus sengketa lahan ini masih terus berjalan di Kejaksaan Agung. Perkembangan terakhir, pada 2 Oktober 2014, penyidik Kejagung memanggil dan meminta keterangan terhadap dua tersangka, yakni mantan walikota Medan Abdillah dan bos PT ACK, Handoko Lie. Kapuspen Kejagung Tony Spontana menjelaskan, Abdillah dan Handoko datang memenuhi panggilan. Untuk tersangka Abdillah, Tony menjelaskan, pemeriksaan terkait kronologis terjadinya persetujuan perubahan Hak Guna Bangunan milik PT. Kereta api Indonesia (dulu Perumka) dari PT. Bonauli Real Estate kepada PT. Agra Citra Kharisma (ACK) oleh Pemko Medan.
Sedang kepada Handoko, penyidik meminta keterangan seputar kronologis permohonan hingga terjadinya persetujuan perubahan kepemilikan HGB dimaksud. “Serta bagaimana perusahaan Tersangka mendapatkan persetujuan permohonan perpanjangan HBG Tanah milik PT. Kereta api Indonesia tersebut,” ujar Tony. Seperti diketahui, selain Abdillah dan Handoko, satu lagi tersangka kasus ini adalah Rahudman Harahap, yang juga mantan walikota Medan. (sam/gib/deo)