30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mahasiswa USU Tewas Lompat di Sun Plaza, Keluarga: Edo Dibunuh

Terpisah, teman SD korban Alexander Sitepu (26) mengaku menyayangkan spekulasi beredar yang menyebutkan korban bunuh diri. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan sosok korban yang selama ini dikenalnya.

“Tidak mungkin dia berani bunuh diri seperti anggapan yang beredar. Sama jarum suntik dan gelap saja dia takut bang. Makanya, tak wajar saya rasa kalau kematian korban disebut bunuh diri, seperti yang diberitakan. Untuk itu, kami berharap polisi mampu memastikan penyebab kematian korban yang sebenarnya,” tegasnya.

Diwawancara melalui telepon seluler, Selasa (9/2) malam, Ahli Forensik dr Reinhard Hatahaean SH SpF mengatakan, untuk menentukan penyebab kematian korban, penyidik harus melakukan olah TKP secara teliti, digabungkan dengan hasil otopsi dan keterangan saksi-saksi, serta hal lainnya. Meski mengakui otopsi tak bisa menentukan korban bunuh diri atau dibunuh, namun melalui otopsi dapat diketahui luka-luka dan pendarahan pada korban dialami pada saat masih hidup atau sesudah meninggal.

“Contoh, luka yang dialami orang yang melompat bunuh diri atau dibuang tentu berbeda. Kalau dibuang, cenderung posisi mayat telentang di lantai dan dapat diperkirakan bagaimana patahan-patahan pada tulangnya. Sementara, kalau bunuh diri dengan cara melompat, kemungkinan besar kaki duluan yang mendarat di bawah. Walau posisi mayat bunuh diri bisa telentang atau terlungkup,” jelasnya.

Masih kata Rainhard, distribusi patah-patah pada tulang dan pendarahan yang dialami akan dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya posisi mekanisme benturan (trauma) yang dialami korban saat terjatuh.

Dari otopsi itu juga nantinya, sebutnya dapat diketahui apakah patah tulang dan pendarahan pada korban dialami sebelum atau sesudah kematian. Namun, untuk dapat memastikan patah tulang yang dialami korban, harus dilakukan foto rontgen secara menyeluruh pada tiap bagian tubuh korban.

“Meski otopsi dan foto rontgen menyeluruh masih dapat dilakukan setelah korban dikubur, namun masalahnya adalah apakah ada instalasi yang mau melakukan foto rontgen itu pada mayat yang telah dikubur. Kalau untuk kepentingan penyelidikan, bisa saja dilakukan lagi otopsi dan foto rontgen secara menyeluruh, dengan dibantu dokter forensik yang menangani korban, dibantu ahli forensik yang independent sebagai pembanding,” tegasnya.

Kapolsek Medan Baru Ronni Sidabutar yang dikonfirmasi mengaku pihaknya masih menyelidiki kasus itu. Edo diketahui masuk Sun Plaza pukul 16.00 WIB. “Hasil CCTV korban masuk sun jam 4 sore, untuk saat ini 3 orang temannya masih kita selidiki. Salah satu masih dieriksa bernama Yossi teman yang SMS korban saat ketemu di Sun Plaza,” katanya.

Lebih lanjut, Mantan Kapolsek Medan Barat ini mengaku belum tau pasti apa motif kematian Edo. “Untuk saat ini motif tewasnya korban masih kita selidiki. Dilihat dari CCTV spekulasi korban lompat dari lantai 3 memang tidak terekam,” tandasnya. (mag-1/deo)

Terpisah, teman SD korban Alexander Sitepu (26) mengaku menyayangkan spekulasi beredar yang menyebutkan korban bunuh diri. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan sosok korban yang selama ini dikenalnya.

“Tidak mungkin dia berani bunuh diri seperti anggapan yang beredar. Sama jarum suntik dan gelap saja dia takut bang. Makanya, tak wajar saya rasa kalau kematian korban disebut bunuh diri, seperti yang diberitakan. Untuk itu, kami berharap polisi mampu memastikan penyebab kematian korban yang sebenarnya,” tegasnya.

Diwawancara melalui telepon seluler, Selasa (9/2) malam, Ahli Forensik dr Reinhard Hatahaean SH SpF mengatakan, untuk menentukan penyebab kematian korban, penyidik harus melakukan olah TKP secara teliti, digabungkan dengan hasil otopsi dan keterangan saksi-saksi, serta hal lainnya. Meski mengakui otopsi tak bisa menentukan korban bunuh diri atau dibunuh, namun melalui otopsi dapat diketahui luka-luka dan pendarahan pada korban dialami pada saat masih hidup atau sesudah meninggal.

“Contoh, luka yang dialami orang yang melompat bunuh diri atau dibuang tentu berbeda. Kalau dibuang, cenderung posisi mayat telentang di lantai dan dapat diperkirakan bagaimana patahan-patahan pada tulangnya. Sementara, kalau bunuh diri dengan cara melompat, kemungkinan besar kaki duluan yang mendarat di bawah. Walau posisi mayat bunuh diri bisa telentang atau terlungkup,” jelasnya.

Masih kata Rainhard, distribusi patah-patah pada tulang dan pendarahan yang dialami akan dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya posisi mekanisme benturan (trauma) yang dialami korban saat terjatuh.

Dari otopsi itu juga nantinya, sebutnya dapat diketahui apakah patah tulang dan pendarahan pada korban dialami sebelum atau sesudah kematian. Namun, untuk dapat memastikan patah tulang yang dialami korban, harus dilakukan foto rontgen secara menyeluruh pada tiap bagian tubuh korban.

“Meski otopsi dan foto rontgen menyeluruh masih dapat dilakukan setelah korban dikubur, namun masalahnya adalah apakah ada instalasi yang mau melakukan foto rontgen itu pada mayat yang telah dikubur. Kalau untuk kepentingan penyelidikan, bisa saja dilakukan lagi otopsi dan foto rontgen secara menyeluruh, dengan dibantu dokter forensik yang menangani korban, dibantu ahli forensik yang independent sebagai pembanding,” tegasnya.

Kapolsek Medan Baru Ronni Sidabutar yang dikonfirmasi mengaku pihaknya masih menyelidiki kasus itu. Edo diketahui masuk Sun Plaza pukul 16.00 WIB. “Hasil CCTV korban masuk sun jam 4 sore, untuk saat ini 3 orang temannya masih kita selidiki. Salah satu masih dieriksa bernama Yossi teman yang SMS korban saat ketemu di Sun Plaza,” katanya.

Lebih lanjut, Mantan Kapolsek Medan Barat ini mengaku belum tau pasti apa motif kematian Edo. “Untuk saat ini motif tewasnya korban masih kita selidiki. Dilihat dari CCTV spekulasi korban lompat dari lantai 3 memang tidak terekam,” tandasnya. (mag-1/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/