32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Rajut Nasib dengan Kelapa Sawit

Gerak Aktif Haji Anif di Madina (2)

Sejatinya ada yang berbeda saat memperhatikan warga Tabuyung Kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal dan sekitarnya. Dengan geografis desa yang tepat di pinggir laut, kehidupan nelayan cenderung kurang ramai. Di beberapa tempat malah terlihat warga yang baru pulang sehabis bekerja di perkebunan sawit. Berikut lanjutan tulisan wartawan Sumut Pos, Ramadhan Batubara dari Madina.

Usut punya usut, ini tak lain pengaruh dari kehadiran pengusaha nasional, Haji Anif. Ya, kehadiran Haji Anif di Tabuyung dan beberapa desa yang berada di Kecamatan Muara Batang Gadis tak lepas dari komoditas tersebut. Setidaknya, mata pencarian warga yang sebelumnya cenderung terpaku pada hasil laut pun mulai berubah.
Satu demi satu mulai warga yang ada di kecamatan tersebut mulai beralih ke kelapa sawit akibat laut mulai kurang bisa diandalkan. Pasalnya, selain harga bahan bakar yang tidak stabil, teknologi yang mereka miliki tidak bisa melawan nelayan modern.

Begitulah, dengan memilih empat desa di Kecamatan Muara Batang Gadis, PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM) telah membangun kebun plasma sejak 2005 lalu. Jumlah petani yang terangkul dalam program ini mencapai 1.211 Kepala Keluarga (KK). Menariknya, di daerah ini Haji Anif memberikan tiga hektar kebun kelapa sawit per petani. Jadi, total lahan yang terpakai hampir mencapai 4.000 hektar. “Belakangan saya baru tahu kalau perusahaan saya adalah yang pertama kali di Indonesia menerapkan PIR (Perkebunan Inti Rakyat, Red) kelapa sawit dengan luas kebun plasma tiga hektar per KK,” kekeh Haji Anif sembari menceritakan kebiasaan perusahaan lain yang memberikan dua hektar untuk program tersebut.

“Saya menyadari, dengan minimal tiga hektarlah petani bisa nyaman menjalani hidup. Menurut hitungan saya, dengan lahan seluas itu, dalam masa tanam 8 tahun, petani akan mendapat penghasilan 5 hingga 10 juta per bulan,” sambungnya.

Maka, tidak berlebihan jika pada “Konfrensi 100 Tahun Industri Sawit Indonesia” beberapa waktu lalu di Medan, Haji Anif terpilih sebagai salah satu pembicara pada sesi Corporate Social Responbility. Selain Haji Anif, pembicara lainnya adalah Haposan Panjaitan (PT Asian Agri) dan Joko Supriyono (PT Astra Argo Lestari). “Saya mulai pada 1982, di Desa Sekoci, Besitang (Kabupaten Langkat, Red). Tidak luas, hanya 7,8 hektar. Memang, saat itu belum begitu banyak yang membuka kebun sawit. Setelah itu berkembang hingga dipercayai mengelolah PIR lokal,” kenang bapak dari sembilan anak itu.

Terlepas dari itu, kini petani swadaya tersebut telah menjadikan ladang sawitnya yang seluas 7,8 hektar itu menjadi 18.000 hektar di Madina saja, belum termasuk yang berada di Kabupaten Langkat. Nama perusahaan pun ia bentuk, selain PT ALAM, sebelumnya lebih dulu tercatat PT Anugerah Sawindo (ASI). “Saya dulu miskin sekali. Tapi begitulah, miskin membuat orang jadi berani. Gigih. Siap bekerja apa saja. Karena itu saya terus bekerja. Saya tidak mau menjadi orang yang dibenci Allah yakni orang miskin yang sombong,” jelas lelaki gaek bertubuh besar itu.

Lalu, Haji Anif bercerita tentang pengalamannya dengan warga Madina, tentunya di Kecamatan Muara Batang Gadis. Katanya, ada beberapa KK yang menolak untuk diberikan tiga hektar kebun sawit. Padahal, mereka sehari-harinya melaut dengan hasil yang tidak tentu. “Jika ingin maju, mental kita yang harus diperbaiki. Mereka nelayan dan terus mau jadi nelayan. Diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang malah menolak,” jelas pengusaha yang juga bergerak di bidang properti itu.

Kini seiring waktu, Haji Anif memang cenderung berada di belakang memegang kendali perkebunan. Kegiatan sehari-hari dibebankan kepada anaknya, Musa Rajekshah dan Musa Idishah. Sekali-kali Haji Anif mengunjungi perkebunan di Madina sembari menyalurkan hobinya memancing di kawasan Pantai Barat Sumatera yang indah.
Selain itu, kegiatan Haji Anif cenderung lebih terfokus pada kegiatan sosial melalui dua yayasan yang telah dibentuknya yakni,Yayasan Haji Anif dan Yayasan Anugerah Pendidikan Indonesia (YAPI). Anak-anak berprestasi diberikannya beasiswa dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Yayasan inipun membentuk beberapa program demi kemajuan masyarakat seperti Unit Sekolah Formal, Unit Sekolah Lifeskill, Unit Pembangunan Masjid, Unit Pemeliharaan Masjid, dan Unit Bantuan Sosial Kemasyarakatan.

Menariknya, di Madina, Haji Anif malah memberikan sekolah yang dibangunnya kepada masyarakat. “Saya juga akan membangun perguruan tinggi, fokusnya pada Islam dan pertanian. Di perguruan tinggi ini nanti anak-anak tak mampu kita gratiskan. Pembangunannya kami rencanakan tahun depan,” kata Haji Anif.

Desa Tabuyung, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina dipastikan akan mendapat perhatian lebih dari Haji Anif dalam beberapa waktu ke depan. Pasalnya, di desa yang sempat dihajar tsunami Aceh dan Nias tempo hari itu akan dibangun sebuah masjid raya. “Ya, tanahnya milik masyarakat, saya yang membiayai pembangunan dan operasionalnya. Selain itu, dalam waktu dekat, jika Allah mengizinkan, kami juga akan membangun rumah sakit di sini,” urai Haji Anif.

Sebelumnya, Ayah dari sembilan anak ini pun telah memberikan satu unit ambulans untuk kepentingan warga di Kecamatan Muara Batang Gadis dan sekitar. Ambulans itulah yang terus bolak-balik mengantarkan warga yang sakit ke Penyabungan, bahkan sampai ke Medan.

“Tidak hanya pekerja PT ALAM saja yang kami layani, warga sekitar juga,” terang Ruslan Effendi, sang sopir.
Benar saja, Minggu pagi (31/8) lalu, tiba-tiba Ruslan mengemudikan ambulans ke arah Singkuang dengan cepat. Jarak Salasiak –kediaman Haji Anif—ke Singkuang (ibu kota Kecamatan Muara Batang Gadis) sekira 20 kilometer. Tak sampai setengah jam, ambulans itu kembali lagi, melintasi rumah Haji Anif. Meninggalkan debu beterbangan. “Bawa orang tertimpa pohon Bang,” ungkap Ruslan sore harinya kepada Sumut Pos.

Orang yang dimaksud Ruslan tak lain warga Sikara-kara. Suami istri – korban tertimpa pohon – adalah pekerja PT Madina Agro Lestari (MAL), perkebunan sawit tetangga PT ALAM. “Ya, kami siap mengantar siapa saja, Bang. Sebelum ada ambulans ini, kasihan warga. Bayangkan saja, Bang, untuk mengangkat mayat ongkosnya sampai lima juta,” terang lelaki berambul ikal ini. (bersambung)

Gerak Aktif Haji Anif di Madina (2)

Sejatinya ada yang berbeda saat memperhatikan warga Tabuyung Kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal dan sekitarnya. Dengan geografis desa yang tepat di pinggir laut, kehidupan nelayan cenderung kurang ramai. Di beberapa tempat malah terlihat warga yang baru pulang sehabis bekerja di perkebunan sawit. Berikut lanjutan tulisan wartawan Sumut Pos, Ramadhan Batubara dari Madina.

Usut punya usut, ini tak lain pengaruh dari kehadiran pengusaha nasional, Haji Anif. Ya, kehadiran Haji Anif di Tabuyung dan beberapa desa yang berada di Kecamatan Muara Batang Gadis tak lepas dari komoditas tersebut. Setidaknya, mata pencarian warga yang sebelumnya cenderung terpaku pada hasil laut pun mulai berubah.
Satu demi satu mulai warga yang ada di kecamatan tersebut mulai beralih ke kelapa sawit akibat laut mulai kurang bisa diandalkan. Pasalnya, selain harga bahan bakar yang tidak stabil, teknologi yang mereka miliki tidak bisa melawan nelayan modern.

Begitulah, dengan memilih empat desa di Kecamatan Muara Batang Gadis, PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM) telah membangun kebun plasma sejak 2005 lalu. Jumlah petani yang terangkul dalam program ini mencapai 1.211 Kepala Keluarga (KK). Menariknya, di daerah ini Haji Anif memberikan tiga hektar kebun kelapa sawit per petani. Jadi, total lahan yang terpakai hampir mencapai 4.000 hektar. “Belakangan saya baru tahu kalau perusahaan saya adalah yang pertama kali di Indonesia menerapkan PIR (Perkebunan Inti Rakyat, Red) kelapa sawit dengan luas kebun plasma tiga hektar per KK,” kekeh Haji Anif sembari menceritakan kebiasaan perusahaan lain yang memberikan dua hektar untuk program tersebut.

“Saya menyadari, dengan minimal tiga hektarlah petani bisa nyaman menjalani hidup. Menurut hitungan saya, dengan lahan seluas itu, dalam masa tanam 8 tahun, petani akan mendapat penghasilan 5 hingga 10 juta per bulan,” sambungnya.

Maka, tidak berlebihan jika pada “Konfrensi 100 Tahun Industri Sawit Indonesia” beberapa waktu lalu di Medan, Haji Anif terpilih sebagai salah satu pembicara pada sesi Corporate Social Responbility. Selain Haji Anif, pembicara lainnya adalah Haposan Panjaitan (PT Asian Agri) dan Joko Supriyono (PT Astra Argo Lestari). “Saya mulai pada 1982, di Desa Sekoci, Besitang (Kabupaten Langkat, Red). Tidak luas, hanya 7,8 hektar. Memang, saat itu belum begitu banyak yang membuka kebun sawit. Setelah itu berkembang hingga dipercayai mengelolah PIR lokal,” kenang bapak dari sembilan anak itu.

Terlepas dari itu, kini petani swadaya tersebut telah menjadikan ladang sawitnya yang seluas 7,8 hektar itu menjadi 18.000 hektar di Madina saja, belum termasuk yang berada di Kabupaten Langkat. Nama perusahaan pun ia bentuk, selain PT ALAM, sebelumnya lebih dulu tercatat PT Anugerah Sawindo (ASI). “Saya dulu miskin sekali. Tapi begitulah, miskin membuat orang jadi berani. Gigih. Siap bekerja apa saja. Karena itu saya terus bekerja. Saya tidak mau menjadi orang yang dibenci Allah yakni orang miskin yang sombong,” jelas lelaki gaek bertubuh besar itu.

Lalu, Haji Anif bercerita tentang pengalamannya dengan warga Madina, tentunya di Kecamatan Muara Batang Gadis. Katanya, ada beberapa KK yang menolak untuk diberikan tiga hektar kebun sawit. Padahal, mereka sehari-harinya melaut dengan hasil yang tidak tentu. “Jika ingin maju, mental kita yang harus diperbaiki. Mereka nelayan dan terus mau jadi nelayan. Diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang malah menolak,” jelas pengusaha yang juga bergerak di bidang properti itu.

Kini seiring waktu, Haji Anif memang cenderung berada di belakang memegang kendali perkebunan. Kegiatan sehari-hari dibebankan kepada anaknya, Musa Rajekshah dan Musa Idishah. Sekali-kali Haji Anif mengunjungi perkebunan di Madina sembari menyalurkan hobinya memancing di kawasan Pantai Barat Sumatera yang indah.
Selain itu, kegiatan Haji Anif cenderung lebih terfokus pada kegiatan sosial melalui dua yayasan yang telah dibentuknya yakni,Yayasan Haji Anif dan Yayasan Anugerah Pendidikan Indonesia (YAPI). Anak-anak berprestasi diberikannya beasiswa dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Yayasan inipun membentuk beberapa program demi kemajuan masyarakat seperti Unit Sekolah Formal, Unit Sekolah Lifeskill, Unit Pembangunan Masjid, Unit Pemeliharaan Masjid, dan Unit Bantuan Sosial Kemasyarakatan.

Menariknya, di Madina, Haji Anif malah memberikan sekolah yang dibangunnya kepada masyarakat. “Saya juga akan membangun perguruan tinggi, fokusnya pada Islam dan pertanian. Di perguruan tinggi ini nanti anak-anak tak mampu kita gratiskan. Pembangunannya kami rencanakan tahun depan,” kata Haji Anif.

Desa Tabuyung, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Madina dipastikan akan mendapat perhatian lebih dari Haji Anif dalam beberapa waktu ke depan. Pasalnya, di desa yang sempat dihajar tsunami Aceh dan Nias tempo hari itu akan dibangun sebuah masjid raya. “Ya, tanahnya milik masyarakat, saya yang membiayai pembangunan dan operasionalnya. Selain itu, dalam waktu dekat, jika Allah mengizinkan, kami juga akan membangun rumah sakit di sini,” urai Haji Anif.

Sebelumnya, Ayah dari sembilan anak ini pun telah memberikan satu unit ambulans untuk kepentingan warga di Kecamatan Muara Batang Gadis dan sekitar. Ambulans itulah yang terus bolak-balik mengantarkan warga yang sakit ke Penyabungan, bahkan sampai ke Medan.

“Tidak hanya pekerja PT ALAM saja yang kami layani, warga sekitar juga,” terang Ruslan Effendi, sang sopir.
Benar saja, Minggu pagi (31/8) lalu, tiba-tiba Ruslan mengemudikan ambulans ke arah Singkuang dengan cepat. Jarak Salasiak –kediaman Haji Anif—ke Singkuang (ibu kota Kecamatan Muara Batang Gadis) sekira 20 kilometer. Tak sampai setengah jam, ambulans itu kembali lagi, melintasi rumah Haji Anif. Meninggalkan debu beterbangan. “Bawa orang tertimpa pohon Bang,” ungkap Ruslan sore harinya kepada Sumut Pos.

Orang yang dimaksud Ruslan tak lain warga Sikara-kara. Suami istri – korban tertimpa pohon – adalah pekerja PT Madina Agro Lestari (MAL), perkebunan sawit tetangga PT ALAM. “Ya, kami siap mengantar siapa saja, Bang. Sebelum ada ambulans ini, kasihan warga. Bayangkan saja, Bang, untuk mengangkat mayat ongkosnya sampai lima juta,” terang lelaki berambul ikal ini. (bersambung)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/