25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Full Day School: Pertimbangkan Kejenuhan dan Stamina Siswa

AMINOER RASYID/SUMUT POS SD: Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) saat berbaris. SD negeri, SMP negeri dan swasta terancam tak menerima dana BOS karena tidak tercantum di Daftar Penggunaan Anggaran.
Foto: Dok/SUMUT POS
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) sedang berbaris. Wacana full day school harus mempertimbangkan tingkat kejenuhan dan stamina siswa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ditolak banyak kalangan, gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy soal Full Day School, justru disambut baik Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Sumut. Menurut Ketua IPM Sumut, Khairul Hadi, kebijakan Mendikbud yang saat ini masih dalam tahapan sosialisasi itu, dapat menangkis pengaruh negatif yang mengikis nilai-nilai moral dan etika para pelajar di Indonesia.

Selama ini, Kata Hadi, pendidikan dengan model “full day school” ini sudah diterapkan di beberapa sekolah. “Hanya saja, yang dapat merasakan itu, anak-anak yang taraf ekonomi orangtuanya termasuk dalam kategori kaya,” kata Hadi.

Menurut Hadi, model “full day school” itu memang membutuhkan beban biaya yang cukup tinggi. Meski demikian, sistem “full day school” itu, kata Hadi, sejatinya harus diterapkan.

Mengingat, arus globalisasi saat ini sangat kuat mempengaruhi bangsa. Sehingga belakangan perubahan yang signifkan dapat dilihat perilaku dari para pelajar.

“Sebagai generasi penerus bangsa ini, kita miris lihat perilaku menyimpang para pelajar saat ini. Ditambah lagi, angka kriminalitas tinggi bagi para remaja dan pelajar yang meliput narkoba, free sex, tawuran, begal dan sebagainya,” sebut Hadi.

Saat ini, sistem “full day school” masih dalam tahap sosialisasi di setiap sekolah. Mulai dari pusat hingga daerah. Pasalnya, saat ini belum ada payung hukumnya, berupa Peraturan Menteri (Permen).

“Kalau memang Mendikbud tak jadi menerapkan itu, hal tersebut sangat kita sesalkan,” tandas Hadi.

Pengamat pendidikan dari Dewan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (DPPSU), Prof Dr H Syaiful Sagala MPd menilai, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sistem tersebut. Terutama, persoalan fasilitas sekolah.

“Full day school dari segi ide sangat bagus. Asalkan, sekolah memiliki kesiapan fasilitas dan tenaga. Saya belum yakin apakah kebijakan ini dapat diterapkan di sekolah negeri di Medan,” ujar Syaiful yang dihubungi, Selasa (9/8).

Menurutnya, dalam penerapan sistem pembelajaran tersebut siswa tak hanya belajar saja. Sebab, jika itu dilakukan maka akan timbul kejenuhan. Oleh karena itu, diisi pula dengan berbagai aktivitas atau kegiatan yang menunjang keterampilan siswa.

“Dari pagi sampai siang siswa belajar. Setelah itu, siangnya hingga sore diisi dengan aktivitas non belajar. Diisi dengan kegiatan ekstrakulikuler (ekskul) seperti pramuka, menari, melukis atau hal-hal yang berkaitan dengan bakat keterampilan siswa,” katanya.

Tak hanya itu, lanjut Syaiful, dalam sistem ini diisi juga dengan kegiatan yang menyangkut agama. Sebab, ketika siswa belajar penuh di sekolah, waktu untuk belajar tambahan agama sangat jarang dilakukan di luar rumah. Karena mengingat kondisi stamina mereka.

AMINOER RASYID/SUMUT POS SD: Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) saat berbaris. SD negeri, SMP negeri dan swasta terancam tak menerima dana BOS karena tidak tercantum di Daftar Penggunaan Anggaran.
Foto: Dok/SUMUT POS
Sejumlah siswa Sekolah Dasar (SD) sedang berbaris. Wacana full day school harus mempertimbangkan tingkat kejenuhan dan stamina siswa.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ditolak banyak kalangan, gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy soal Full Day School, justru disambut baik Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Sumut. Menurut Ketua IPM Sumut, Khairul Hadi, kebijakan Mendikbud yang saat ini masih dalam tahapan sosialisasi itu, dapat menangkis pengaruh negatif yang mengikis nilai-nilai moral dan etika para pelajar di Indonesia.

Selama ini, Kata Hadi, pendidikan dengan model “full day school” ini sudah diterapkan di beberapa sekolah. “Hanya saja, yang dapat merasakan itu, anak-anak yang taraf ekonomi orangtuanya termasuk dalam kategori kaya,” kata Hadi.

Menurut Hadi, model “full day school” itu memang membutuhkan beban biaya yang cukup tinggi. Meski demikian, sistem “full day school” itu, kata Hadi, sejatinya harus diterapkan.

Mengingat, arus globalisasi saat ini sangat kuat mempengaruhi bangsa. Sehingga belakangan perubahan yang signifkan dapat dilihat perilaku dari para pelajar.

“Sebagai generasi penerus bangsa ini, kita miris lihat perilaku menyimpang para pelajar saat ini. Ditambah lagi, angka kriminalitas tinggi bagi para remaja dan pelajar yang meliput narkoba, free sex, tawuran, begal dan sebagainya,” sebut Hadi.

Saat ini, sistem “full day school” masih dalam tahap sosialisasi di setiap sekolah. Mulai dari pusat hingga daerah. Pasalnya, saat ini belum ada payung hukumnya, berupa Peraturan Menteri (Permen).

“Kalau memang Mendikbud tak jadi menerapkan itu, hal tersebut sangat kita sesalkan,” tandas Hadi.

Pengamat pendidikan dari Dewan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (DPPSU), Prof Dr H Syaiful Sagala MPd menilai, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sistem tersebut. Terutama, persoalan fasilitas sekolah.

“Full day school dari segi ide sangat bagus. Asalkan, sekolah memiliki kesiapan fasilitas dan tenaga. Saya belum yakin apakah kebijakan ini dapat diterapkan di sekolah negeri di Medan,” ujar Syaiful yang dihubungi, Selasa (9/8).

Menurutnya, dalam penerapan sistem pembelajaran tersebut siswa tak hanya belajar saja. Sebab, jika itu dilakukan maka akan timbul kejenuhan. Oleh karena itu, diisi pula dengan berbagai aktivitas atau kegiatan yang menunjang keterampilan siswa.

“Dari pagi sampai siang siswa belajar. Setelah itu, siangnya hingga sore diisi dengan aktivitas non belajar. Diisi dengan kegiatan ekstrakulikuler (ekskul) seperti pramuka, menari, melukis atau hal-hal yang berkaitan dengan bakat keterampilan siswa,” katanya.

Tak hanya itu, lanjut Syaiful, dalam sistem ini diisi juga dengan kegiatan yang menyangkut agama. Sebab, ketika siswa belajar penuh di sekolah, waktu untuk belajar tambahan agama sangat jarang dilakukan di luar rumah. Karena mengingat kondisi stamina mereka.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/