MEDAN, SUMUTPOS.CO-Mantan Deputi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Pengawasan Pengeluaran Pusat dan Daerah sekaligus saksi a de charge dalam perkara pekerjaan peremajaan Life Time Extension (LTE) Gas Turbine GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan, Medan (LTE GT 2.1 & GT 2.2) Dani Sudarsono menegaskan, BPKP tidak berwenang melakukan pemeriksaan menghitung kerugian negara.
Hal itu sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sebagaimana diketahui, dalam perkara LTE PLTU Belawan, sejumlah tenaga ahli didakwa merugikan negara. Dalam dakwaan jaksa, kerugian negara muncul sebagai dampak hasil dari perhitungan BPKP.
Dalam kesaksian pada lanjutan persidangan perkara tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Selasa (9/9), Dani menyatakan, sesuai dengan pasal 13 jo pasal 1 angka 3 UU 15 tahun 2004, yang mempunyai kewenangan untuk mengungkap indikasi adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Saat ini saya tidak menjumpai adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan BPKP untuk melakukan pemeriksaan atas BUMN,” kata Dani, dalam kesaksiannya.
Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) itu memaparkan, BPKP memang pernah memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1983 (“Keppres No. 31/1983”). Namun Keppres No. 31/1983 pada saat ini sudah tidak berlaku lagi, tepatnya sejak tanggal 27 Maret 2001 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 42 tahun 2001 (“Keppres No. 42/2001”) tertanggal 27 Maret 2001. “Jadi, setelah dikeluarkannya Keppres No. 42/2001, BPKP tidak lagi mempunyai kewenangan secara hukum atas kegiatan pemeriksaan,” kata Dani.
Dalam perkara LTE PLN Medan, lanjut Dani, perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP bukanlah audit investigasi sehingga kesimpulan adanya kerugian negara akan menyesatkan .
Ahli Hukum korporasi Dr Gunawan Widjaja dalam kesaksiannya menyatakan, dalam perkara LTE PLN, tidak ada kerugian negara yang muncul. Sebab, anggaran yang digunakan adalah Anggaran internal PLN. Merujuk pada UU No.19 Tahun 2003 (UU BUMN), UU No.17 Tahun 2003 (UU KN) tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 1998, serta Putusan MK Nomor 77/PUU-X/2011, sudah sangat jelas bahwa yang menjadi Keuangan Negara dalam Perusahaan Perseroan adalah saham milik Negara di Persero.
“Kerugian Negara di Persero berarti hilangnya saham milik Negara pada Persero. Sementara harta kekayaan Persero bukanlah Keuangan Negara,” ujarnya. (ila)
Dengan berkurangnya kekayaan Persero tidak menyebabkan berkurangnya saham Negara, sehingga dalam perkara PLN tidak ada kerugian negara yang muncul,” tutur Gunawan.
Gunawan menegaskan, putusan MK Nomor 77/PUU-X/2011 menegaskan bahwa piutang Persero BUMN bukanlah piutang negara. “Hal ini berarti memastikan bahwa kekayaan negara di Persero hanya sebatas saham saja. Dengan demikian kerugian Persero bukan kerugian Negara,” tutur Gunawan. (ila)