29 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kerugian PT Agincourt Resources Rp14 Miliar per Hari

900 Karyawan Tambang Emas Martabe Harus Dirumahkan

MEDAN- Terhambatnya pemasangan pipa air ke Sungai Batangtoru mengakibatkan Tambang Emas Martabe terpaksa merumahkan 900 karyawan dan kontraktor, menyusul terjadinya penghentian operasional tambang sejak 19 September lalu. Secara otomatis, eksesnya adalah menimbulkan kerugian pendapatan harian dan pajak.

Peter Albert, Presiden Direktur Tambang Emas Martabe, melalui Communications Manager PT Agincourt Resources, Katarina Hardono kepada Sumut Pos, Selasa (9/10), menyatakan keputusan yang diambil merupakan keputusan yang sulit. Namun, keputusan itu tetap harus diambil karena belum ada solusi dari persoalan yang terjadi selama ini.

“Kami menyesal, kami tidak punya pilihan selain harus merumahkan karyawan. Meski sementara ini kami masih mampu menyediakan gaji pokok, namun kami sungguh membutuhkan solusi nyata dalam beberapa hari ke depan agar kami bisa beroperasi kembali. Tanpa penuntasan pemasangan pipa, tambang emas Martabe tidak dapat beroperasi. Akibatnya, tidak ada pemasukan untuk membayar gaji karyawan, biaya operasional, dan biaya terkait lain, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan,” tandas Peter.

Dijelaskannya, tambang emas Martabe mempekerjakan lebih dari 2.700 orang, 70 persen diantaranya berasal dari penduduk lokal Batangtoru dan sekitarnya.

Dan tambang emas itu, lanjutnya,  merupakan investasi terbesar di industri tambang selama sepuluh tahun terakhir, dengan total angka investasi, belanja modal, dan modal kerja perusahaan mendekati 900 juta dolar AS atau setara  Rp8,5 triliun, (kurs 1 dolar AS Rp9.500) sebagian besar dibelanjakan di Indonesia.

Lebih lanjut, dijelaskannya, saat produksi penuh, potensi pendapatan yang diperoleh tambang emas Martabe, sebelum dikurangi biaya-biaya, pajak, royalti, dan lain sebagainya, mencapai 1,5 juta dolar AS atau sekitar Rp14,3 miliar per hari. Nominal sebesar itu saa ini tengah terganggu. Ditegaskannya, Pemerintah Pusat seharusnya menerima lebih dari 30 persen dari keuntungan tambang dalam bentuk berbagai pendapatan pajak dan royalti.

Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprovsu) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Selatan (Tapsel) memperoleh dividen dari lima persen saham tambang yang mereka miliki.

Indikasi yang bisa terjadi, yakni semua hitungan itu hilang akibat aksi penolakan yang menghambat jalannya pemasangan pipa air.

“Kami sangat yakin kesepahaman akan tercapai dan instalasi pipa tersebut bisa segera dibangun. Kami juga yakin pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak akan bersedia kehilangan peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi  berarti yang bisa dipetik oleh masyarakat Tapsel dan Indonesia pada umumnya dari kehadiran tambang emas Martabe,” tandas Peter. Menyangkut pengaliran air ke Sungai Batangtoru, terang Peter lagi,  ini sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat izin seperti tertera dalam dokumen AMDAL yang disetujui Bupati Tapsel, pada Maret 2008 lalu.

Kelebihan air, yang sebagian besar diakibatkan tingginya curah hujan, akan diproses dalam instalasi pemurnian air, yang telah dirancang dan dibangun di dalam areal tambang emas Martabe, dan memenuhi standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup.(ari)

900 Karyawan Tambang Emas Martabe Harus Dirumahkan

MEDAN- Terhambatnya pemasangan pipa air ke Sungai Batangtoru mengakibatkan Tambang Emas Martabe terpaksa merumahkan 900 karyawan dan kontraktor, menyusul terjadinya penghentian operasional tambang sejak 19 September lalu. Secara otomatis, eksesnya adalah menimbulkan kerugian pendapatan harian dan pajak.

Peter Albert, Presiden Direktur Tambang Emas Martabe, melalui Communications Manager PT Agincourt Resources, Katarina Hardono kepada Sumut Pos, Selasa (9/10), menyatakan keputusan yang diambil merupakan keputusan yang sulit. Namun, keputusan itu tetap harus diambil karena belum ada solusi dari persoalan yang terjadi selama ini.

“Kami menyesal, kami tidak punya pilihan selain harus merumahkan karyawan. Meski sementara ini kami masih mampu menyediakan gaji pokok, namun kami sungguh membutuhkan solusi nyata dalam beberapa hari ke depan agar kami bisa beroperasi kembali. Tanpa penuntasan pemasangan pipa, tambang emas Martabe tidak dapat beroperasi. Akibatnya, tidak ada pemasukan untuk membayar gaji karyawan, biaya operasional, dan biaya terkait lain, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan,” tandas Peter.

Dijelaskannya, tambang emas Martabe mempekerjakan lebih dari 2.700 orang, 70 persen diantaranya berasal dari penduduk lokal Batangtoru dan sekitarnya.

Dan tambang emas itu, lanjutnya,  merupakan investasi terbesar di industri tambang selama sepuluh tahun terakhir, dengan total angka investasi, belanja modal, dan modal kerja perusahaan mendekati 900 juta dolar AS atau setara  Rp8,5 triliun, (kurs 1 dolar AS Rp9.500) sebagian besar dibelanjakan di Indonesia.

Lebih lanjut, dijelaskannya, saat produksi penuh, potensi pendapatan yang diperoleh tambang emas Martabe, sebelum dikurangi biaya-biaya, pajak, royalti, dan lain sebagainya, mencapai 1,5 juta dolar AS atau sekitar Rp14,3 miliar per hari. Nominal sebesar itu saa ini tengah terganggu. Ditegaskannya, Pemerintah Pusat seharusnya menerima lebih dari 30 persen dari keuntungan tambang dalam bentuk berbagai pendapatan pajak dan royalti.

Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprovsu) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Selatan (Tapsel) memperoleh dividen dari lima persen saham tambang yang mereka miliki.

Indikasi yang bisa terjadi, yakni semua hitungan itu hilang akibat aksi penolakan yang menghambat jalannya pemasangan pipa air.

“Kami sangat yakin kesepahaman akan tercapai dan instalasi pipa tersebut bisa segera dibangun. Kami juga yakin pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak akan bersedia kehilangan peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi  berarti yang bisa dipetik oleh masyarakat Tapsel dan Indonesia pada umumnya dari kehadiran tambang emas Martabe,” tandas Peter. Menyangkut pengaliran air ke Sungai Batangtoru, terang Peter lagi,  ini sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat izin seperti tertera dalam dokumen AMDAL yang disetujui Bupati Tapsel, pada Maret 2008 lalu.

Kelebihan air, yang sebagian besar diakibatkan tingginya curah hujan, akan diproses dalam instalasi pemurnian air, yang telah dirancang dan dibangun di dalam areal tambang emas Martabe, dan memenuhi standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/