30 C
Medan
Saturday, October 12, 2024
spot_img

Bahaya Penyakit DBD, FK USU Edukasi Siswa dan Guru SMAN 1 Kecamatan Binjai, Langkat

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumateta Utara (FK USU) mengedukasi dan menyosialisasikan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan gerakan 3M Plus kepada siswa dan guru, di SMA Negeri 1, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Kamis (20/6).

3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air, sebagai pencegahan sarang dan menghambat perkembangan nyamuk.

Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat FK USU, Prof Dr dr Rina Amelia MARS Sp KKLP SUBS FOMC dan Anggota, dr Hendri Wijaya MKed(Ped), SpA(K), dr Yuki Yunanda MKes dan dr Putri Chairani Eyanoer MS Epi PhD Sp KKLP serta Mahasiswa, yakni Indira Salsabilla, Hafizh Hardi Habiibi, Kezia Claudya Roito Silaen, Nadya Joana Marpaung dan Samuel.

Prof dr Rina mengatakan, penerapan upaya pemeliharaan kesehatan di Indonesia saat ini belum terlaksana secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Tingginya angka kejadian wabah penyakit, salah satunya wabah demam berdarah dengue (DBD) merupakan contoh kasus yang menunjukkan bahwa, program pemeliharaan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif masih belum sejalan dan belum terlaksana secara baik dengan Program Indonesia Sehat yang berfokus pada pencegahan penyakit, dikarenakan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD.

“Sampai saat ini, masih ada kecenderungan untuk meningkatnya jumlah pasien DBD dan penyebarannya, sehingga penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling umum di Indonesia, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik,” ujarnya.

Penyakit DBD, lanjut Prof Rina, ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropik dan subtropik. Peningkatan aktivitas vektor dengue biasanya sering dikaitkan dengan adanya curah hujan tinggi yang menyebabkan banyaknya genangan-genangan air terutama di tempat yang bisa menjadi penampungan air saat turunnya hujan, sehingga mudah terjadi penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor, yaitu gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja lebih rentan terhadap penyakit demam berdarah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, meskipun penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa melihat jenis kelamin atau kelompok usia,” katanya.

Untuk menghentikan rantai penularan penyakit DBD ini, sambung Prof Rina, berbagai upaya dapat dilakukan, seperti perbaikan kualitas (sanitasi) lingkungan, pengurangan populasi nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor penyakit DBD, pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita DBD.

“Namun, yang menjadi hal penting untuk diperhatikan ialah, peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit DBD, karena hal ini akan sangat mendukung upaya pemutusan mata rantai penularan DBD,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, kegiatan membudayakan kembali perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan Gerakan 3M Plus secara rutin, merupakan upaya untuk menekan angka kejadian luar biasa DBD dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.

Perilaku membersihkan lingkungan dan melakukan kegiatan 3M secara teratur, Prof Rina menjabarkan, seperti menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air, efektif dalam mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk, sehingga dapat menurunkan jumlah kejadian DBD di lingkungannya.

“Kegiatan 3M Plus yang diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon, menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai,” urainya.

Menurut Prof Rina, mengingat daya tahan tubuh anak-anak yang rentan dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang dapat menular, terutama yang berbasis lingkungan, penyakit demam berdarah sangat mudah menyerang anak-anak. Karena itu, Sekolah berfungsi sebagai rumah kedua dalam mengajarkan anak-anak cara hidup yang baik, termasuk kesehatan.

“Anak-anak sekolah sangat sensitif terhadap perubahan karena mereka sedang dalam fase pertumbuhan dan perkembangan. Pada tahap ini, kondisi anak sangat sensitif terhadap stimulus, sehingga mudah untuk mendidik, mengarahkan, dan menanamkan kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan hidup sehat. Selain itu, pada usia ini, anak-anak memiliki pengamatan yang realistis dan kritis. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mencapai tahap kematangan dan memiliki kemampuan untuk berpikir logis dan kritis,” bebernya.

Dikatakannya, anak sekolah juga memiliki rasa ingin tahu yang besar dan keinginan untuk belajar. Oleh karena itu, sangat penting bagi anak-anak usia sekolah untuk mengetahui tentang cara mencegah penyakit DBD dengan melakukan PSN agar kesadaran mereka tertanam sejak dini. “Keluarga dan lingkungan sekitarnya juga dapat memperoleh manfaat dari informasi yang dikumpulkan,” tandasnya.

Prof Rina menambahkan, mengingat pentingnya pelaksanaan kegiatan PSN dalam pencegahan dan pengendalian penyakit yang dapat ditularkan melalui vektor, kondisi ini terjadi dapat disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman siswa dan guru tentang penularan penyakit DBD, masih kurangnya pemahaman siswa dan guru dalam memberantas sarang nyamuk, masih banyak tempat-tempat yang tergenang air terutama saat curah hujan tinggi, dan masih banyak siswa dan guru yang tidak berperilaku hidup sehat dan tidak paham cara melakukan Gerakan 3M Plus.

“Oleh karena itu penting dilakukan upaya peningkatan pemahaman dan edukasi kepada siswa dan guru SMA Negeri 1 Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, agar mereka memiliki perilaku hidup sehat, mengetahui apa itu PSN dan bagaimana cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk yang benar, memahami lebih lanjut dan menerapkan serta membudayakan kembali Gerakan 3M Plus, sehingga menurunkan kejadian DBD terutama pada anak sekolah,” pungkasnya. (dwi/han)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumateta Utara (FK USU) mengedukasi dan menyosialisasikan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan gerakan 3M Plus kepada siswa dan guru, di SMA Negeri 1, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Kamis (20/6).

3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air, sebagai pencegahan sarang dan menghambat perkembangan nyamuk.

Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat FK USU, Prof Dr dr Rina Amelia MARS Sp KKLP SUBS FOMC dan Anggota, dr Hendri Wijaya MKed(Ped), SpA(K), dr Yuki Yunanda MKes dan dr Putri Chairani Eyanoer MS Epi PhD Sp KKLP serta Mahasiswa, yakni Indira Salsabilla, Hafizh Hardi Habiibi, Kezia Claudya Roito Silaen, Nadya Joana Marpaung dan Samuel.

Prof dr Rina mengatakan, penerapan upaya pemeliharaan kesehatan di Indonesia saat ini belum terlaksana secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Tingginya angka kejadian wabah penyakit, salah satunya wabah demam berdarah dengue (DBD) merupakan contoh kasus yang menunjukkan bahwa, program pemeliharaan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif masih belum sejalan dan belum terlaksana secara baik dengan Program Indonesia Sehat yang berfokus pada pencegahan penyakit, dikarenakan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD.

“Sampai saat ini, masih ada kecenderungan untuk meningkatnya jumlah pasien DBD dan penyebarannya, sehingga penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling umum di Indonesia, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik,” ujarnya.

Penyakit DBD, lanjut Prof Rina, ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropik dan subtropik. Peningkatan aktivitas vektor dengue biasanya sering dikaitkan dengan adanya curah hujan tinggi yang menyebabkan banyaknya genangan-genangan air terutama di tempat yang bisa menjadi penampungan air saat turunnya hujan, sehingga mudah terjadi penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor, yaitu gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja lebih rentan terhadap penyakit demam berdarah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, meskipun penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa melihat jenis kelamin atau kelompok usia,” katanya.

Untuk menghentikan rantai penularan penyakit DBD ini, sambung Prof Rina, berbagai upaya dapat dilakukan, seperti perbaikan kualitas (sanitasi) lingkungan, pengurangan populasi nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor penyakit DBD, pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita DBD.

“Namun, yang menjadi hal penting untuk diperhatikan ialah, peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit DBD, karena hal ini akan sangat mendukung upaya pemutusan mata rantai penularan DBD,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, kegiatan membudayakan kembali perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan Gerakan 3M Plus secara rutin, merupakan upaya untuk menekan angka kejadian luar biasa DBD dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.

Perilaku membersihkan lingkungan dan melakukan kegiatan 3M secara teratur, Prof Rina menjabarkan, seperti menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air, efektif dalam mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk, sehingga dapat menurunkan jumlah kejadian DBD di lingkungannya.

“Kegiatan 3M Plus yang diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon, menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai,” urainya.

Menurut Prof Rina, mengingat daya tahan tubuh anak-anak yang rentan dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang dapat menular, terutama yang berbasis lingkungan, penyakit demam berdarah sangat mudah menyerang anak-anak. Karena itu, Sekolah berfungsi sebagai rumah kedua dalam mengajarkan anak-anak cara hidup yang baik, termasuk kesehatan.

“Anak-anak sekolah sangat sensitif terhadap perubahan karena mereka sedang dalam fase pertumbuhan dan perkembangan. Pada tahap ini, kondisi anak sangat sensitif terhadap stimulus, sehingga mudah untuk mendidik, mengarahkan, dan menanamkan kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan hidup sehat. Selain itu, pada usia ini, anak-anak memiliki pengamatan yang realistis dan kritis. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mencapai tahap kematangan dan memiliki kemampuan untuk berpikir logis dan kritis,” bebernya.

Dikatakannya, anak sekolah juga memiliki rasa ingin tahu yang besar dan keinginan untuk belajar. Oleh karena itu, sangat penting bagi anak-anak usia sekolah untuk mengetahui tentang cara mencegah penyakit DBD dengan melakukan PSN agar kesadaran mereka tertanam sejak dini. “Keluarga dan lingkungan sekitarnya juga dapat memperoleh manfaat dari informasi yang dikumpulkan,” tandasnya.

Prof Rina menambahkan, mengingat pentingnya pelaksanaan kegiatan PSN dalam pencegahan dan pengendalian penyakit yang dapat ditularkan melalui vektor, kondisi ini terjadi dapat disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman siswa dan guru tentang penularan penyakit DBD, masih kurangnya pemahaman siswa dan guru dalam memberantas sarang nyamuk, masih banyak tempat-tempat yang tergenang air terutama saat curah hujan tinggi, dan masih banyak siswa dan guru yang tidak berperilaku hidup sehat dan tidak paham cara melakukan Gerakan 3M Plus.

“Oleh karena itu penting dilakukan upaya peningkatan pemahaman dan edukasi kepada siswa dan guru SMA Negeri 1 Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, agar mereka memiliki perilaku hidup sehat, mengetahui apa itu PSN dan bagaimana cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk yang benar, memahami lebih lanjut dan menerapkan serta membudayakan kembali Gerakan 3M Plus, sehingga menurunkan kejadian DBD terutama pada anak sekolah,” pungkasnya. (dwi/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/