25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Pesta Buah & Bunga Tak Masuk Kalender Wasata Nasional, Tak Malu Karena Tak Mampu

NAIK DELMAN: Wisatawan domestik naik delman melintasi kawasan Tugu Juang di Jalan Medan-Berastagi, Kabupaten Karo, beberapa waktu lalu.

Pernyataan Kepala Dinas Pariwisata Karo, Mulia Barus yang mengaku tak malu meski Pesta Bunga dan Buah tak masuk dalam 100 Calendar of Events (CoE) Wonderful Indonesia 2019 yang dirilis Kementerian Pariwisata, menuai cibiran dari para pelaku wisata di Bumi Turang. Mereka menilai, pernyataan itu hanya untuk menutupi ketidakmampuan Pemkab Karo dalam mengelola dan memajukan sektor pariwisata yang menjadi “kekuatan” kedua setelah pertanian di Tanah Karo.

KETIDAKMAMPUAN Dinas Pariwisata Karo ini tak hanya berdampak buruk pada para pelaku wisata, seperti pengusaha hotel, restoran dan pengelola daerah tujuan wisata, namun juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, terutama para pedagang. Pasalnya, ini berdampak pada minimnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara ke Tanah Karo. Alhasil, geliat ekonomi masyarakat yang bergelut di sektor wisata jadi menurun.

“Kita jelas menyesalkan, tapi disesalkan pun nggak ada gunanya. Mereka (Pemkab Karo) memang tak mampu,” kritik Dikson Pelawi, Ketua Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan (BPC) Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Karo pada Sumut Pos, Kamis (10/1) siang.

Tak masuknya event tahunan ke kalender wisata yang dirilis Kementerian Pariwisata ini tak terlepas dari gagalnya pergelaran Pesta Bunga dan Buah tahun 2018 lalu. Ya, tahun lalu pesta rakyat ini memang tak jadi digelar. Padahal dananya yang mencapai hampir Rp1 miliar sudah ditampung di APBD Karo.

Menanggapi hal ini, Dikson menilai, Pemkab Karo tak memiliki konsep yang matang dalam mengelola event. “Pemkab Karo dan Dinas Pariwisata harus berani mengubah konsep yang sesuai dengan pasar wisata. Kalau begini, ke depan kita harus berjuang lagilah. Mereka mungkin belum mengerti dan perlu diberi pencerahan kembali,” sarannya.

Diakui Dikson, gagalnya Dinas Pariwisata Karo jelas berdampak buruk bagi para pelaku wisatan

khususnya perhotelan yang otomatis bisa gulung tikar tanpa pengunjung. “Pemkab Karo ini harusnya belajar lagi. Lihat bagaimana Thailand membangun pariwisatanya. Lihat juga Vietnam yang baru merdeka tahun 1975 tapi pariwisatanya sangat maju,” bebernya.

Selama ini lanjut Dikson, Dinas Pariwisata sudah salah konsep, strateginya juga tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. “Jauh hari sebelumnya, kita juga sudah meberitahu konsep dan strategi untuk menggaet pengunjung pada pimpinannya langsung, tapi nggak ditanggapi,” kesalnya.

Konsep yang harus dilakukan harus sesuai dengan pasar wisata. Tidak boleh monoton. Harus ada sesuatu yang menjual dan unik dalam event tersebut. “Ini kan enggak, penyelenggaraannya begitu saja tiap tahun, nggak ada inovasi. Sebenarnya kita mau saja ikut ambil bagian jika kosepnya sama. Ini kan tidak,” jawabnya saat ditanya keterkibatan pihaknya dalam event tersebut.

Sebuah event harus disiapkan secara sempurna. Tergetnya harus ada, jika ingin menggaet pengunjung lokal, eventnya harus digelar di hari libur. Sebaliknya, jika ingin mendatangkan pengunjung dari mancanegara, eventnya harus disesuaikan dengan musim di negara yang jadi target. “Bulan berapa event itu digelar, waktu hari libur atau enggak. Terus saat itu musim apa, hujan atau tidak,” ungkapnya.

Kalau mau pariwisata Karo maju selangkah lanjut Dikson yang saat dihubungi tengah berada di Bangkok itu, oknumnya harus punya kemampuan untuk belajar membuat strategi pasar yang dapat menarik wisatawan. Banyak cara mempromosikan suatu kegiatan wisata. Memang berbicara pariwisata tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi tetap ada cara, apalagi keindahan Kabupaten Karo sudah cukup terkenal di Indonesia dan mancanegara. “Semua tergantung kreativitas, kalau acaranya tidak menarik wisatawan pasti enggan datang. Tapi kalau acara yang ditampilkan memiliki unsur yang menarik dan unik, saja jamin pasti wisatawan berbondong datang,” tandasnya.

Cari yang Mampu

Anggota DPRD Karo, Jhon Karya Sukatendel juga ikut kecewa dengan tidak masuknya Pesta Bunga dan Buah dalam Kalender Wisata Nasional. Jhon juga menyesalkan peryataan Kepala Dinas Pariwisata yang menyebut tak ada keuntungan yang diperoleh dibalik masuk atau tidaknya event tersebut di Kalender Wisata Nasional.

Menurut Jhon, bicara keuntungan jangan hanya melihat dari kuncuran anggaran dari pusat. Jika event tersebut maju, otomatis masyarakat pelaku wisata yang mendapat keuntungan. “Masyarakat wisata ini yang harus dipikirkan,” tegasnya. Kedepan, Jhon meminta perhelatan Pesta Bunga dan Buah ini harus disesuaikan dengan musim di Indonesia dan Dunia. “Nggak mungkin turis datang ke sini kalau di negaranya sedang musim semi. Nggak mungkin juga wisatawan lokal datang kalau event-nya digelar di jam kerja. Jadi konsep dan strateginya harus jelas,” ungkapnya.

Dia juga menilai, penyataan Kadis Pariwisata sebagai ketidakmampuannya. “Ini bukti tak ada perjuangannya (Kadis Pariwisata) untuk memajukan wisata Tanah Karo ini,” kesalnya.

Karena itu, dia meminta Bupati Karo, Terkelin Brahmana lebih selektif menyeleksi jabatan Kepala Dinas Pariwisata. “Tempatkan orang yang mampu dan mengerti pariwisata. Cari orang yang mampu. Karena sektor pariwisata adalah jantung Tanah Karo yang harus dikelola dengan baik,” tandasnya.

Kecewa sekaligus perihatin juga disampaikan kalangan DPRD Sumut. Richard Sidabutar yang duduk di Komisi B DPRD Sumut membidangi pariwisata, menyayangkan Pesta Bunga dan Buah tidak masuk lagi dalam kalender wisata nasional. Dia menilai, seharusnya Pemkab Karo dan Pemprovsu berjuang agar event itu masuk ke kalender wisata nasional. “Mereka saja tidak merasa memiliki pesta budaya itu, bagaimana lagi dengan orang lain. Jadi, apalagi mau kita buat,” ketus Richard.

Lebih lanjut, Richard menilai, Karo merupakan kawasan Danau Toba yang sudah ditetapkan menjadi destinasi nasional. Namun menurutnya, terjadi kontradiktif karena pemerintah pusat mendorong bahwa Danau Toba menjadi destinasi nasional, namun Pemerintah Daerah, tidak merasa event yang cukup potensial itu menjadi kalender wisata nasional. “Harusnya memang Pemerintah Daerah mempromosikan event itu, “ sambung Richard.

Tokoh masyarakat Karo yang juga Anggota DPRD Sumut Baskami Ginting, juga sangat menyesalkan Pesta Buah dan Bunga tak masuk dalam kalender wisata nasional. Disebut Baskami, destinasi wisata di Kabupaten Karo cukup potensial yang dapat dijual melalui event Pesta Bunga dan Buah. Dikatakanya, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Karo lebih agresif dalam mempromosikan wisata di Kabupaten Karo khususnya. “Ini bukan soal malu atau tidak malu. Kita kan daerah wisata, masa kita tidak mau masuk kalender wisata nasional. Bahkan seharusnya malu diri kita itu, “ ungkap Baskami.

One Man Show

Pemerhati Pariwisata Karo, Fery Sitepu mengaku tak begitu kaget jika Pesta Buah dan Bunga di Berastagi tak masuk dalam kalender pariwisata nasional. Menurut Fery, event tahunan seperti Pesta Buah dan Buah itu dulu sangat familiar di telinga wisatawan, baik domestik dan mancanegara. Namun saat ini, karena kemasan acara kurang didesain dan direncanakan secara matang, sehingga tidak memiliki daya tarik lagi bagi wisatawan.

“Padahal kalau dikemas kearifan lokal yang dimiliki secara profesional, akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan juga Pemkab Karo. Contoh itu Bali, Lombok dan daerah lain yang punya wisata ‘kampung’ tetapi memiliki nilai jual pasar menembus dunia. Itu baru hebat,” kata Fery Sitepu kepada Sumut Pos, Kamis (10/1).

Menurut dia, saat ini elemen masyarakat Tanah Karo termasuk kepala daerahnya, dinilai lebih senang one man show atau sendiri-sendiri. Hal ini pula yang menjadikan kabupaten dengan penghasil sayur dan buah-buahan itu, lambat berkembang bahkan maju sebagai salah satu daerah di Provinsi Sumut.

Disebutnya, masyarakat Karo memiliki rumah adat namanya Walujabu yang kalau di adat Batak disebut Rumah Bolon. Kata dia, di rumah Walujabu itulah kalimbubu, anak beru, senina dan sebuya berkumpul dalam satu atap. “Di situ artinya ada nilai kekompakkan. Dan sekarang kita lihat mana rumah itu yang menjadi identitas orang Karo? Jadi kekompakkan orang Karo udah tidak ada lagi, one man show,” katanya.

Bicara aspek pariwisata, ia meminta kepada bupati Karo agar memperbaiki semua infrastruktur terutama jalan. Ia gambarkan, jika ada kejadian truk terbalik di jalan lintas Karo, jarak tempuh ke destinasi wisata bisa berjam-jam baru sampai. “Dan industri pariwisata bukan hanya cara menjual, masyarakatnya juga harus mendukung dan investasinya juga harus dibuka,” kata pria yang pernah aktif di salah satu organisasi masyarakat Karo Sumut tersebut.

“Jadi menyangkut tentang tidak masuknya even wisata Karo pada kalender nasional, kembali kepada pemimpinnya. Disitu menyangkut seluruh aspek termasuk masyarakat dan pengusahanya,” katanya.

Hemat dia, selain sudah banyak melupakan kearifan lokal, saat ini masyarakat Karo kehilangan figur panutan. Baik dari figur pemimpin masyarakat seperti bupati, tokoh adat sampai tokoh masyarakat Karo itu sendiri. Semua figur dan kelompok masyarakat Karo, selalu bergerak sendiri-sendiri dan tidak ada lagi kekompakkan yang terjalin.

“Bagaimana kita mau membangun daerah kalau tidak bersatu. Tengok orang Bali walaupun dia berada di negara mana saja, tapi ketika waktu Ngaben, mereka itu pulang ke kampung halamannya. Semua one man show, one man show termasuk bupatinya,” pungkasnya. (deo/ain/prn)

NAIK DELMAN: Wisatawan domestik naik delman melintasi kawasan Tugu Juang di Jalan Medan-Berastagi, Kabupaten Karo, beberapa waktu lalu.

Pernyataan Kepala Dinas Pariwisata Karo, Mulia Barus yang mengaku tak malu meski Pesta Bunga dan Buah tak masuk dalam 100 Calendar of Events (CoE) Wonderful Indonesia 2019 yang dirilis Kementerian Pariwisata, menuai cibiran dari para pelaku wisata di Bumi Turang. Mereka menilai, pernyataan itu hanya untuk menutupi ketidakmampuan Pemkab Karo dalam mengelola dan memajukan sektor pariwisata yang menjadi “kekuatan” kedua setelah pertanian di Tanah Karo.

KETIDAKMAMPUAN Dinas Pariwisata Karo ini tak hanya berdampak buruk pada para pelaku wisata, seperti pengusaha hotel, restoran dan pengelola daerah tujuan wisata, namun juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, terutama para pedagang. Pasalnya, ini berdampak pada minimnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara ke Tanah Karo. Alhasil, geliat ekonomi masyarakat yang bergelut di sektor wisata jadi menurun.

“Kita jelas menyesalkan, tapi disesalkan pun nggak ada gunanya. Mereka (Pemkab Karo) memang tak mampu,” kritik Dikson Pelawi, Ketua Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan (BPC) Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Karo pada Sumut Pos, Kamis (10/1) siang.

Tak masuknya event tahunan ke kalender wisata yang dirilis Kementerian Pariwisata ini tak terlepas dari gagalnya pergelaran Pesta Bunga dan Buah tahun 2018 lalu. Ya, tahun lalu pesta rakyat ini memang tak jadi digelar. Padahal dananya yang mencapai hampir Rp1 miliar sudah ditampung di APBD Karo.

Menanggapi hal ini, Dikson menilai, Pemkab Karo tak memiliki konsep yang matang dalam mengelola event. “Pemkab Karo dan Dinas Pariwisata harus berani mengubah konsep yang sesuai dengan pasar wisata. Kalau begini, ke depan kita harus berjuang lagilah. Mereka mungkin belum mengerti dan perlu diberi pencerahan kembali,” sarannya.

Diakui Dikson, gagalnya Dinas Pariwisata Karo jelas berdampak buruk bagi para pelaku wisatan

khususnya perhotelan yang otomatis bisa gulung tikar tanpa pengunjung. “Pemkab Karo ini harusnya belajar lagi. Lihat bagaimana Thailand membangun pariwisatanya. Lihat juga Vietnam yang baru merdeka tahun 1975 tapi pariwisatanya sangat maju,” bebernya.

Selama ini lanjut Dikson, Dinas Pariwisata sudah salah konsep, strateginya juga tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. “Jauh hari sebelumnya, kita juga sudah meberitahu konsep dan strategi untuk menggaet pengunjung pada pimpinannya langsung, tapi nggak ditanggapi,” kesalnya.

Konsep yang harus dilakukan harus sesuai dengan pasar wisata. Tidak boleh monoton. Harus ada sesuatu yang menjual dan unik dalam event tersebut. “Ini kan enggak, penyelenggaraannya begitu saja tiap tahun, nggak ada inovasi. Sebenarnya kita mau saja ikut ambil bagian jika kosepnya sama. Ini kan tidak,” jawabnya saat ditanya keterkibatan pihaknya dalam event tersebut.

Sebuah event harus disiapkan secara sempurna. Tergetnya harus ada, jika ingin menggaet pengunjung lokal, eventnya harus digelar di hari libur. Sebaliknya, jika ingin mendatangkan pengunjung dari mancanegara, eventnya harus disesuaikan dengan musim di negara yang jadi target. “Bulan berapa event itu digelar, waktu hari libur atau enggak. Terus saat itu musim apa, hujan atau tidak,” ungkapnya.

Kalau mau pariwisata Karo maju selangkah lanjut Dikson yang saat dihubungi tengah berada di Bangkok itu, oknumnya harus punya kemampuan untuk belajar membuat strategi pasar yang dapat menarik wisatawan. Banyak cara mempromosikan suatu kegiatan wisata. Memang berbicara pariwisata tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi tetap ada cara, apalagi keindahan Kabupaten Karo sudah cukup terkenal di Indonesia dan mancanegara. “Semua tergantung kreativitas, kalau acaranya tidak menarik wisatawan pasti enggan datang. Tapi kalau acara yang ditampilkan memiliki unsur yang menarik dan unik, saja jamin pasti wisatawan berbondong datang,” tandasnya.

Cari yang Mampu

Anggota DPRD Karo, Jhon Karya Sukatendel juga ikut kecewa dengan tidak masuknya Pesta Bunga dan Buah dalam Kalender Wisata Nasional. Jhon juga menyesalkan peryataan Kepala Dinas Pariwisata yang menyebut tak ada keuntungan yang diperoleh dibalik masuk atau tidaknya event tersebut di Kalender Wisata Nasional.

Menurut Jhon, bicara keuntungan jangan hanya melihat dari kuncuran anggaran dari pusat. Jika event tersebut maju, otomatis masyarakat pelaku wisata yang mendapat keuntungan. “Masyarakat wisata ini yang harus dipikirkan,” tegasnya. Kedepan, Jhon meminta perhelatan Pesta Bunga dan Buah ini harus disesuaikan dengan musim di Indonesia dan Dunia. “Nggak mungkin turis datang ke sini kalau di negaranya sedang musim semi. Nggak mungkin juga wisatawan lokal datang kalau event-nya digelar di jam kerja. Jadi konsep dan strateginya harus jelas,” ungkapnya.

Dia juga menilai, penyataan Kadis Pariwisata sebagai ketidakmampuannya. “Ini bukti tak ada perjuangannya (Kadis Pariwisata) untuk memajukan wisata Tanah Karo ini,” kesalnya.

Karena itu, dia meminta Bupati Karo, Terkelin Brahmana lebih selektif menyeleksi jabatan Kepala Dinas Pariwisata. “Tempatkan orang yang mampu dan mengerti pariwisata. Cari orang yang mampu. Karena sektor pariwisata adalah jantung Tanah Karo yang harus dikelola dengan baik,” tandasnya.

Kecewa sekaligus perihatin juga disampaikan kalangan DPRD Sumut. Richard Sidabutar yang duduk di Komisi B DPRD Sumut membidangi pariwisata, menyayangkan Pesta Bunga dan Buah tidak masuk lagi dalam kalender wisata nasional. Dia menilai, seharusnya Pemkab Karo dan Pemprovsu berjuang agar event itu masuk ke kalender wisata nasional. “Mereka saja tidak merasa memiliki pesta budaya itu, bagaimana lagi dengan orang lain. Jadi, apalagi mau kita buat,” ketus Richard.

Lebih lanjut, Richard menilai, Karo merupakan kawasan Danau Toba yang sudah ditetapkan menjadi destinasi nasional. Namun menurutnya, terjadi kontradiktif karena pemerintah pusat mendorong bahwa Danau Toba menjadi destinasi nasional, namun Pemerintah Daerah, tidak merasa event yang cukup potensial itu menjadi kalender wisata nasional. “Harusnya memang Pemerintah Daerah mempromosikan event itu, “ sambung Richard.

Tokoh masyarakat Karo yang juga Anggota DPRD Sumut Baskami Ginting, juga sangat menyesalkan Pesta Buah dan Bunga tak masuk dalam kalender wisata nasional. Disebut Baskami, destinasi wisata di Kabupaten Karo cukup potensial yang dapat dijual melalui event Pesta Bunga dan Buah. Dikatakanya, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Karo lebih agresif dalam mempromosikan wisata di Kabupaten Karo khususnya. “Ini bukan soal malu atau tidak malu. Kita kan daerah wisata, masa kita tidak mau masuk kalender wisata nasional. Bahkan seharusnya malu diri kita itu, “ ungkap Baskami.

One Man Show

Pemerhati Pariwisata Karo, Fery Sitepu mengaku tak begitu kaget jika Pesta Buah dan Bunga di Berastagi tak masuk dalam kalender pariwisata nasional. Menurut Fery, event tahunan seperti Pesta Buah dan Buah itu dulu sangat familiar di telinga wisatawan, baik domestik dan mancanegara. Namun saat ini, karena kemasan acara kurang didesain dan direncanakan secara matang, sehingga tidak memiliki daya tarik lagi bagi wisatawan.

“Padahal kalau dikemas kearifan lokal yang dimiliki secara profesional, akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan juga Pemkab Karo. Contoh itu Bali, Lombok dan daerah lain yang punya wisata ‘kampung’ tetapi memiliki nilai jual pasar menembus dunia. Itu baru hebat,” kata Fery Sitepu kepada Sumut Pos, Kamis (10/1).

Menurut dia, saat ini elemen masyarakat Tanah Karo termasuk kepala daerahnya, dinilai lebih senang one man show atau sendiri-sendiri. Hal ini pula yang menjadikan kabupaten dengan penghasil sayur dan buah-buahan itu, lambat berkembang bahkan maju sebagai salah satu daerah di Provinsi Sumut.

Disebutnya, masyarakat Karo memiliki rumah adat namanya Walujabu yang kalau di adat Batak disebut Rumah Bolon. Kata dia, di rumah Walujabu itulah kalimbubu, anak beru, senina dan sebuya berkumpul dalam satu atap. “Di situ artinya ada nilai kekompakkan. Dan sekarang kita lihat mana rumah itu yang menjadi identitas orang Karo? Jadi kekompakkan orang Karo udah tidak ada lagi, one man show,” katanya.

Bicara aspek pariwisata, ia meminta kepada bupati Karo agar memperbaiki semua infrastruktur terutama jalan. Ia gambarkan, jika ada kejadian truk terbalik di jalan lintas Karo, jarak tempuh ke destinasi wisata bisa berjam-jam baru sampai. “Dan industri pariwisata bukan hanya cara menjual, masyarakatnya juga harus mendukung dan investasinya juga harus dibuka,” kata pria yang pernah aktif di salah satu organisasi masyarakat Karo Sumut tersebut.

“Jadi menyangkut tentang tidak masuknya even wisata Karo pada kalender nasional, kembali kepada pemimpinnya. Disitu menyangkut seluruh aspek termasuk masyarakat dan pengusahanya,” katanya.

Hemat dia, selain sudah banyak melupakan kearifan lokal, saat ini masyarakat Karo kehilangan figur panutan. Baik dari figur pemimpin masyarakat seperti bupati, tokoh adat sampai tokoh masyarakat Karo itu sendiri. Semua figur dan kelompok masyarakat Karo, selalu bergerak sendiri-sendiri dan tidak ada lagi kekompakkan yang terjalin.

“Bagaimana kita mau membangun daerah kalau tidak bersatu. Tengok orang Bali walaupun dia berada di negara mana saja, tapi ketika waktu Ngaben, mereka itu pulang ke kampung halamannya. Semua one man show, one man show termasuk bupatinya,” pungkasnya. (deo/ain/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/