30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

LBH Medan Somasi RS Estomihi

MEDAN- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan akan mensomasi pihak RS Estomihi Medan di Jalan Sisingama-ngaraja Medan, akibat dugaan kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya bayi bayi laki-laki berusia 6 bulan.

Ketua LBH Medan melalui Staff Anggun Rizal Pribadi menegaskan, somasi tersebut akan dilayangkan pihaknya Selasa (12/3) mendatang.

“Iya, akan kita somasi terlebih dahulu pihak RS Estomihi karena kelalaian mereka menyebabkan meninggalnya seorang pasien yang sebenarnya butuh pertolongan.

Kita meminta pertanggungjawaban mereka. Seharusnya pihak rumah sakit lebih mengutamakan keselamatan pasien. Tapi nyatanya, pasien berusia 6 bulan tersebut ditelantarkan,” ujarnya.

Anggun menyatakan, pihak RS Estomihi tidak memiliki itikad baik dengan bertanggungjawab pada keluarga pasien. Bahkan, pihak RS Estomihi terkesan lempar bola saat dimintai pertanggungjawaban. “Sejauh ini pihak rumah sakit saat kita konfirmasi tidak bertanggungjawab. Mereka terkesan lempar bola saat dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

LBH Medan yang mendampingi pihak keluarga sejauh ini masih menunggu itikad baik tersebut. Namun bila nantinya somasi itu tidak di gubris, LBH Medan akan mengajukan gugatan terhadap pihak RS Estomihi di Pengadilan Negeri (PN) Medan serta akan melaporkan hal tersebut ke Presiden, Menteri Kesehatan, Gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, dan instansi terkait lainnya, agar pihak rumah sakit ditutup izin operasionalnya.

“Kita berikan pendampingan kepada keluarga pasien serta melihat pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit. Kalau tidak ditanggapi, nantinya kita akan ajukan gugatan melawan hukum karena sejauh ini kita masih meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak rumah sakit,” bebernya.

Sebelumnya, RS Estomihi di Jalan Sisingamangaraja Medan dituding telah menelantarkan seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan sehingga menyebabkan nyawa sang bayi melayang.

Peristiwa itu terjadi pada Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB saat pasangan suami-istri Jesi Isabela dan Dudi Iskandar mendatangi RS itu untuk mengobati bayi mereka.

Saat itu pihak rumah sakit itu tidak langsung memberikan perawatan intensif. Bayi dibiarkan di ruang UGD tanpa ada perawatan maksimal. Sebab, pihak rumah sakit meminta- orangtua korban menyediakan biaya pengobatan, perawatan dan penginapan sebesar Rp2 juta. Namun, orangtua bayi tak memiliki uang sebanyak itu.

Setelah mengusahakan dengan pinjam uang kepada sanak saudara, akhirnya orangtua bayi bisa mengumpulkan uang hanya Rp1 juta. Barulah perawat rumah sakit menelepon dokter. Namun, dokter tak kunjung datang sehingga atas inisiatif perawat, bayi dimasukkan ke ruang UGD dengan catatan membuat surat pernyataan kekurangan biaya yang harus dibayar.

Setelah diperiksa beberapa perawat, korban dinyatakan menderita diare akut. Perawat tampak bingung alat-alat kedokteran apa yang akan digunakan. Akhirnya, sekitar pukul 00.30 WIB si bayi itu meninggal dunia.

Ketika keluarga ingin membawa jenazah pulang, pihak rumah sakit meminta uang pelunasan sesuai dengan surat pernyataan sebesar Rp800.000, sebelum diizinkan pulang.

Sebagai jalan tengahnya, pihak rumah sakit tersebut meminta keluarga korban untuk meninggalkan sepeda motornya sebagai jaminan, barulah jenazah bisa dibawa pulang.

Setelah keluarga melunasi kekurangan biaya, pihak RS malah menetapkan biaya sebesar Rp200.000 untuk ambulan. Total rincian biaya yang telah dikeluarkan keluarga, yaitu; P3K Rp30 ribu, administrasi Rp50 ribu, kamar Rp600 ribu, obat Rp770 ribu, alat medis Rp350 ribu sehingga total biaya sebesar Rp1,8 juta.

LBH Medan menuding pihak rumah sakit telah melanggar Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang seharusnya mendahulukan perawatan, menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu, bukan menelantarkan pasien karena tidak sanggup membayar atau belum membayar biaya rumah sakit.

Keluarga korban berhak menuntut pihak rumah sakit sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yakni, Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan. Rumah sakit juga telah melanggar ketentuan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. (far)

MEDAN- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan akan mensomasi pihak RS Estomihi Medan di Jalan Sisingama-ngaraja Medan, akibat dugaan kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya bayi bayi laki-laki berusia 6 bulan.

Ketua LBH Medan melalui Staff Anggun Rizal Pribadi menegaskan, somasi tersebut akan dilayangkan pihaknya Selasa (12/3) mendatang.

“Iya, akan kita somasi terlebih dahulu pihak RS Estomihi karena kelalaian mereka menyebabkan meninggalnya seorang pasien yang sebenarnya butuh pertolongan.

Kita meminta pertanggungjawaban mereka. Seharusnya pihak rumah sakit lebih mengutamakan keselamatan pasien. Tapi nyatanya, pasien berusia 6 bulan tersebut ditelantarkan,” ujarnya.

Anggun menyatakan, pihak RS Estomihi tidak memiliki itikad baik dengan bertanggungjawab pada keluarga pasien. Bahkan, pihak RS Estomihi terkesan lempar bola saat dimintai pertanggungjawaban. “Sejauh ini pihak rumah sakit saat kita konfirmasi tidak bertanggungjawab. Mereka terkesan lempar bola saat dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

LBH Medan yang mendampingi pihak keluarga sejauh ini masih menunggu itikad baik tersebut. Namun bila nantinya somasi itu tidak di gubris, LBH Medan akan mengajukan gugatan terhadap pihak RS Estomihi di Pengadilan Negeri (PN) Medan serta akan melaporkan hal tersebut ke Presiden, Menteri Kesehatan, Gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, dan instansi terkait lainnya, agar pihak rumah sakit ditutup izin operasionalnya.

“Kita berikan pendampingan kepada keluarga pasien serta melihat pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit. Kalau tidak ditanggapi, nantinya kita akan ajukan gugatan melawan hukum karena sejauh ini kita masih meminta penjelasan dan pertanggungjawaban pihak rumah sakit,” bebernya.

Sebelumnya, RS Estomihi di Jalan Sisingamangaraja Medan dituding telah menelantarkan seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan sehingga menyebabkan nyawa sang bayi melayang.

Peristiwa itu terjadi pada Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB saat pasangan suami-istri Jesi Isabela dan Dudi Iskandar mendatangi RS itu untuk mengobati bayi mereka.

Saat itu pihak rumah sakit itu tidak langsung memberikan perawatan intensif. Bayi dibiarkan di ruang UGD tanpa ada perawatan maksimal. Sebab, pihak rumah sakit meminta- orangtua korban menyediakan biaya pengobatan, perawatan dan penginapan sebesar Rp2 juta. Namun, orangtua bayi tak memiliki uang sebanyak itu.

Setelah mengusahakan dengan pinjam uang kepada sanak saudara, akhirnya orangtua bayi bisa mengumpulkan uang hanya Rp1 juta. Barulah perawat rumah sakit menelepon dokter. Namun, dokter tak kunjung datang sehingga atas inisiatif perawat, bayi dimasukkan ke ruang UGD dengan catatan membuat surat pernyataan kekurangan biaya yang harus dibayar.

Setelah diperiksa beberapa perawat, korban dinyatakan menderita diare akut. Perawat tampak bingung alat-alat kedokteran apa yang akan digunakan. Akhirnya, sekitar pukul 00.30 WIB si bayi itu meninggal dunia.

Ketika keluarga ingin membawa jenazah pulang, pihak rumah sakit meminta uang pelunasan sesuai dengan surat pernyataan sebesar Rp800.000, sebelum diizinkan pulang.

Sebagai jalan tengahnya, pihak rumah sakit tersebut meminta keluarga korban untuk meninggalkan sepeda motornya sebagai jaminan, barulah jenazah bisa dibawa pulang.

Setelah keluarga melunasi kekurangan biaya, pihak RS malah menetapkan biaya sebesar Rp200.000 untuk ambulan. Total rincian biaya yang telah dikeluarkan keluarga, yaitu; P3K Rp30 ribu, administrasi Rp50 ribu, kamar Rp600 ribu, obat Rp770 ribu, alat medis Rp350 ribu sehingga total biaya sebesar Rp1,8 juta.

LBH Medan menuding pihak rumah sakit telah melanggar Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang seharusnya mendahulukan perawatan, menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu, bukan menelantarkan pasien karena tidak sanggup membayar atau belum membayar biaya rumah sakit.

Keluarga korban berhak menuntut pihak rumah sakit sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yakni, Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan. Rumah sakit juga telah melanggar ketentuan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/