32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Tahanan Kota, Marini tak Melapor

Kejari Menyalahi Undang-undang

MEDAN-Guru Perguruan Bodhicitta, Marini (22), tersangka yang menabrak 18 muridnya, seharusnya  wajib melapor ke Kejari Medan setiap hari Selasa. Namun, hasil penelusuran wartawan Sumut Pos Selasa (10/4), Marini tak datang melapor ke Kejari Medan.

Keterangan sumber wartawan Sumut Pos di Kejari Medan, hingga petang Marini tak ada datang melapor. Sementara Kasi Pidum Kejari Medan, Riki Septa Tarigan, yang biasa memberikan keterangan juga tak bisa dihubungi. Hasil penelusuran wartawan Sumut Pos di kantor Imigrasi Medan, hingga kemarin jaksa juga sama sekali tak ada mengajukan permintaan cekal.

Sebelumnya, setelah diserahkan polisi, jaksa langsung melepaskan Marini dengan status tahanan kota.

“Tersangka kita kenakan wajib lapor setiap hari Selasa,” kata Kajari Medan, Bambang Riawan Pribadi kepada wartawan.
Alasannya jaksa menetapkan status tahanan kota berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya seluruh keluarga korban sudah berdamai dengan tersangka.

Direktur LBH Medan, Nuriyono SH mengaku, penetapan tahanan kota kepada Marini oleh Kajari Medan dengan alasan depresi tanpa surat keterangan dari kedokteran kehakiman menyalahi undang-undang.

“Seorang tersangka ditetapkan sebaga tahanan kota itu tidak sembarangan, ada prosedur hukumnya. Kalau seorang tahanan itu mengidap sakit, maka harus ada surat keterangan dari kedokteran kehakiman yang menyatakan tahanan itu memang butuh perawatan ataupun dikenakan tahanan kota,” tegas Nuriyono.

Nuriyono menambahkan, Kejari Medan sudah jelas-jelas tidak menjalankan prosedur hukum. “Kalau dikatakan Kejari itu bahwa Marini depresi, mana surat keterangan dari kedokteran kehakiman yang menyatakan Marini itu depresi. Masak Kajari Medan tahu kalau si Marini itu depresi, lantas mengambil sikap dengan mengeluarkan pernyataan menyatakan Marini dikenakan tahanan kota,” tegas Nuriyono. Nuriyono mencurigai adanya permainan antara keluarga Marini dengan Kejaksaan Negeri Medan.

Untuk itu Nuriyono meminta pada Kejagung untuk meninjau kinerkan Kasi Pidum Kejari Medan.

“Sudah sepantasnya kita mencurigai adanya permainan dalam perkara ini. Kita juga meminta pada Kajatisu, Noe Rahmad untuk meninjau kembali kinerja Kasi Pidum Kejari Medan Riki Septa Tarigan,” tegas Nuriyono.

Sekadar mengingatkan, Marini menabrak kerumunan siswanya yang sedang senam pagi saat memundurkan mobil Toyota Avanza silver dengan nomor polisi BK 1272 FQ milikya di lapangan sekolah. Akibat kelalaiannya 18 siswanya harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif dari tim medis. (rud)

Berita sebelumnya: Tak Dicekal, Marini Bisa Kabur

Kejari Menyalahi Undang-undang

MEDAN-Guru Perguruan Bodhicitta, Marini (22), tersangka yang menabrak 18 muridnya, seharusnya  wajib melapor ke Kejari Medan setiap hari Selasa. Namun, hasil penelusuran wartawan Sumut Pos Selasa (10/4), Marini tak datang melapor ke Kejari Medan.

Keterangan sumber wartawan Sumut Pos di Kejari Medan, hingga petang Marini tak ada datang melapor. Sementara Kasi Pidum Kejari Medan, Riki Septa Tarigan, yang biasa memberikan keterangan juga tak bisa dihubungi. Hasil penelusuran wartawan Sumut Pos di kantor Imigrasi Medan, hingga kemarin jaksa juga sama sekali tak ada mengajukan permintaan cekal.

Sebelumnya, setelah diserahkan polisi, jaksa langsung melepaskan Marini dengan status tahanan kota.

“Tersangka kita kenakan wajib lapor setiap hari Selasa,” kata Kajari Medan, Bambang Riawan Pribadi kepada wartawan.
Alasannya jaksa menetapkan status tahanan kota berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya seluruh keluarga korban sudah berdamai dengan tersangka.

Direktur LBH Medan, Nuriyono SH mengaku, penetapan tahanan kota kepada Marini oleh Kajari Medan dengan alasan depresi tanpa surat keterangan dari kedokteran kehakiman menyalahi undang-undang.

“Seorang tersangka ditetapkan sebaga tahanan kota itu tidak sembarangan, ada prosedur hukumnya. Kalau seorang tahanan itu mengidap sakit, maka harus ada surat keterangan dari kedokteran kehakiman yang menyatakan tahanan itu memang butuh perawatan ataupun dikenakan tahanan kota,” tegas Nuriyono.

Nuriyono menambahkan, Kejari Medan sudah jelas-jelas tidak menjalankan prosedur hukum. “Kalau dikatakan Kejari itu bahwa Marini depresi, mana surat keterangan dari kedokteran kehakiman yang menyatakan Marini itu depresi. Masak Kajari Medan tahu kalau si Marini itu depresi, lantas mengambil sikap dengan mengeluarkan pernyataan menyatakan Marini dikenakan tahanan kota,” tegas Nuriyono. Nuriyono mencurigai adanya permainan antara keluarga Marini dengan Kejaksaan Negeri Medan.

Untuk itu Nuriyono meminta pada Kejagung untuk meninjau kinerkan Kasi Pidum Kejari Medan.

“Sudah sepantasnya kita mencurigai adanya permainan dalam perkara ini. Kita juga meminta pada Kajatisu, Noe Rahmad untuk meninjau kembali kinerja Kasi Pidum Kejari Medan Riki Septa Tarigan,” tegas Nuriyono.

Sekadar mengingatkan, Marini menabrak kerumunan siswanya yang sedang senam pagi saat memundurkan mobil Toyota Avanza silver dengan nomor polisi BK 1272 FQ milikya di lapangan sekolah. Akibat kelalaiannya 18 siswanya harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif dari tim medis. (rud)

Berita sebelumnya: Tak Dicekal, Marini Bisa Kabur

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/