BATAM, SUMUTPOS.CO – Polda Kepri mengamankan delapan orang yang dideportasi dari Malaysia ke Batam, karena diduga masuk jaringan teroris akibat menyimpan foto-foto berbau ISIS di ponsel milik salah satu dari mereka. Sebelum dideportasi otoritas Malaysia, WNI yang merupakan guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadist, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut juga sempat dikenakan stasus not to land (NTL) oleh imigrasi Singapura.
Kedelapan WNI tersebut yakni Farhat Hidayat, Anif Sadiki Alman, Amril, Syukri Alhamada, Ilvan Aktarozi, Muhammad Hijrah, Ridce Elfi Hendra, dan Hendi Ardiansyah Putra. Mereka berangkat ke Malaysia untuk berobat dan belajar sistem pendidikan agama Islam pada 3 Januari lalu, dan tinggal di Kuala Lumpur selama tiga hari.
“Hingga kini kami masih melakukan pemeriksaan,” kata Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian pada Batam Pos (Grup Sumut Pos), kemarin.
Sam mengatakan dari keterangan delapan orang tersebut, didapat bahwa foto ini berasal dari grup Whatsapp yang diikuti salah satu terduga. Dimana salah seorang dalam grup itu, menggunakan foto profil lambang ISIS. Selain itu beberapa kali anggota grup mengirimkan foto, salah satunya rangkaian Bom Sendal.
“Dari pengakuan salah seorang terduga, ia dulu mengikuti grup tersebut. Namun sekarang sudah tak lagi, namun masih ada beberapa foto yang tersimpan di handphonenya,” ucap Sam.
Mengenai pengakuan terduga ini, Sam mengatakan pihak Densus 88 bersama Brimob Polda Kepri masih melakukan pemeriksaan. Bila kedelapannya tidak terlibat, maka dalam waktu dekat akan dilepaskan. Namun bila ada bukti keterlibatan, maka pihak kepolisian akan melakukan proses lebih lanjut.
Sam menyebutkan kronologis kejadian penghuni pondok pesantren yang terletak di Jalan Kamang Tengah Kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut, mulai berangkat dari Sumatera Barat hingga dideportasi. Sekitar pukul 08.30 WIB, delapan orang santri berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau menggunakan pesawat Air Asia berangkat menuju Malaysia.
“Tujuan keberangkatan mereka ingin menyembuhkan penyakit yang diderita guru mereka, selain itu juga ingin mengetahui sistem pembelajaran di pondok pesantren yang ada di Malaysia dan beberapa negara lainnya,” ungkap Sam.
Setiba di Malaysia, ke delapan orang ini dijemput oleh seseorang yang berinisial Mz. Dengan menumpang mobil yang dikendarai Mz, mereka menuju rumah sakit Makhota Malaka. Guru Pondok Pesantren tersebut mengalami gangguan pada gendang telinganya. Setelah mendapatkan pengobatan, pihak rumah sakit menempelkan suatu alat yang membantu pendengarannya.