Pada Selasa (10/1) dinihari kedepannya mencoba memasuki wilayah Singapura, melalui Wood Land Bangunan Sultan Iskandar. Namun pihak Singapura menetapkan ke delapannya dengan status Not To Land (NTL). Mereka kesemuanya tidak diizinkan memasuki Singapura.
“Alasannya karena ditemukan di handphone REH gambar yang mengesankan ajaran ISIS,” kata Sam.
Kedelapan orang tersebut dikembalikan ke Malaysia, sehingga membuat otoritas disana melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap mereka. Dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian Malaysia, delapan orang ini tidak mendukung perjuangan ISIS. Gambar yang di ponsel REH, diterima secara tidak sengaja dan bukan mengandung unsur mendukung ISIS.
Setelah pemeriksaan selesai, mereka dideportasi Selasa (10/1) pagi. Dengan menggunakan kapal MV Marina Line, kedelapannya langsung diintrogasi pihak Imigrasi Pelabuhan Batamcenter. Dan setelah itu diserahkan ke pihak unit khusus Detasemen Gegana Sat Brimob Polda Kepri. “Barang bukti yang diamankan delapan paspor dan 12 handphone. Dan kami masih melakukan pemeriksaan,” ungkap Sam.
Saat ditanya apakah kedelapan orang ini terkait jaringan Khatibah Gonggong Rebus, Sam mengatakan sejauh ini tak ada hubungan antara kelompok ini. Sementara itu Kepala Imigrasi Kelas I Khusus Batam Teguh Prayitno membenarkan adanya diamankan delapan orang terduga teroris.
“Karena mereka diduga teroris, kami serahkan ke kepolisian untuk pemeriksaan lebih lanjut,” ucap Teguh singkat.
Terpisah, Dirjen Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Lalu Muhammad Iqbal membenarkan kabar tersebut. Dia menyebutkan nama-nama kedelapan guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadits, Bukittinggi, Sumatera Barat tersebut
“Salah satu anggota mereka yang berobat. Mereka juga sempat tinggal semalam di Perlis,” kata Iqbal, Rabu (11/1).
Berdasarkan laporan dari pihak imigrasi Singapura, Unit Anti-Teror Kepolisian Malaysia (E8 IPK) langsung menangani 8 WNI tersebut. Selasa (10/1) telah dilakukan pendalaman terkait masalah tersebut. Berdasarkan pendalaman itu, E8 IPK membuat dua kesimpulan. Yang pertama, para santri itu mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah (seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia dan Malaysia) dan tidak mendukung ISIS.
Yang kedua, gambar-gambar tersebut diterima secara tidak sengaja dari grup WhatsApp. Karena itu mereka dibebaskan. “Namun, mereka harus meninggalkan Malaysia saat itu juga. Mereka selanjutnya dipulangkan melalui Batam dan diserahkan untuk penanganan serta pendalaman lebih lanjut kepada Polda Kepri, ” terang Iqbal.
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, mereka langsung ditangani Polda Kepulauan Riau untuk diperiksa lebih lanjut. “Sampai saat ini masih dilakukan pemeriksaan,” katanya. (ska/jpg/yaa)