31 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Beli Laptop dari Pesangon Ayah, Sudah Tamat Ingin ke Inggris

Raeni, wisudawan Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi wisuda dengan becak yang dikayuh ayahnya. Foto: Humas Unnes.
Raeni, wisudawan Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi wisuda dengan becak yang dikayuh ayahnya. Foto: Humas Unnes.

KISAH Raeni bukanlah cerita sinetron. Bukan juga politisi yang sedang mencoba menaikkan elektabiltas dengan melakukan aksi pencitraan.

———-

Salah satu wisudawan Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu tiba-tiba menjadi pusat perhatian di lokasi wisuda, Selasa (10/6). Bukan karena nilai Indeks Prestasi Komulatif (IPK)-nya yang mencapai 3,96, tapi karena kedatangannya yang diantar ayahnya dengan becak.

Raeni yang datang dengan mengenakan kebaya dan kain lengkap dengan toga wisudanya tiba di lokasi wisuda dengan wajah yang berbinar. Lulusan terbaik Unnes itu tampak begitu bahagia. Senyumnya terus mengembang, terutama saat peserta dan keluarga wisudawan lainnya menyambutnya.

Wisudawan dari jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes juga tidak sedang melakukan adegan sinetron atau Film Televisi (FTV). Itu karena ayah Raeni, Mugiyono, memang seorang tukang becak yang sehari-sehari bekerja di Kelurahan Langenharjo, Kendal, Jawa Tengah, dekat rumah mereka.

Ayahnya juga tidak kalah hebat. Meski hanya berpenghasilan Rp10 ribu – Rp50 ribu per hari, Mugiyono mampu memotivasi anaknya untuk mencapai gelar sarjana. Memang, Mugiyono tak sepenuhya membiayai Raeni. Sebab selama mengikuti proses perkuliahan, Raeni mendapat beasiswa Bidikmisi berkat prestasinya yang kerap memperoleh indeks prestasi 4.

“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata Raeni, seperti dilansir Unnes.ac.id.

Pekerjaan sebagai tukang becak dilakoni Mugiyono, setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilnnya tak menentu. Sekitar Rp10.000–Rp50.000. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450.000 per bulan.

Dari uang pesangon yang didapatnya dari pabrik kayu itu, kata dia, di antaranya digunakan untuk membeli laptop seharga Rp5,6 juta bagi Raeni karena menyadari perangkat itu sangat dibutuhkan untuk perkuliahan. “Selepas pensiun dari perusahaan kayu lapis, saya mbecak. Hasilnya, ya, tidak tentu, sehari Rp10.000. Namun, saya juga nyambi jadi penjaga malam sekolah dengan bayaran Rp450.000 per bulan,” katanya.

Warga RT 01/RW 02, Langenharjo, Kendal itu, mengaku selama ini dirinya yang menjadi tulang punggung keluarga karena istrinya memang tidak bekerja, sementara kakak Raeni sudah menikah.

Untungnya, kata Mugiyono, Raeni mendapatkan beasiswa bidikmisi sehingga keluarga tidak mengeluarkan banyak biaya, tinggal mencukupi kebutuhan hidupnya, seperti indekos dan makan.

Sementara itu, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi. “Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” kata Fathur Rokhman. (abu/jpnn/bbs/rbb)

Raeni, wisudawan Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi wisuda dengan becak yang dikayuh ayahnya. Foto: Humas Unnes.
Raeni, wisudawan Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi wisuda dengan becak yang dikayuh ayahnya. Foto: Humas Unnes.

KISAH Raeni bukanlah cerita sinetron. Bukan juga politisi yang sedang mencoba menaikkan elektabiltas dengan melakukan aksi pencitraan.

———-

Salah satu wisudawan Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu tiba-tiba menjadi pusat perhatian di lokasi wisuda, Selasa (10/6). Bukan karena nilai Indeks Prestasi Komulatif (IPK)-nya yang mencapai 3,96, tapi karena kedatangannya yang diantar ayahnya dengan becak.

Raeni yang datang dengan mengenakan kebaya dan kain lengkap dengan toga wisudanya tiba di lokasi wisuda dengan wajah yang berbinar. Lulusan terbaik Unnes itu tampak begitu bahagia. Senyumnya terus mengembang, terutama saat peserta dan keluarga wisudawan lainnya menyambutnya.

Wisudawan dari jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes juga tidak sedang melakukan adegan sinetron atau Film Televisi (FTV). Itu karena ayah Raeni, Mugiyono, memang seorang tukang becak yang sehari-sehari bekerja di Kelurahan Langenharjo, Kendal, Jawa Tengah, dekat rumah mereka.

Ayahnya juga tidak kalah hebat. Meski hanya berpenghasilan Rp10 ribu – Rp50 ribu per hari, Mugiyono mampu memotivasi anaknya untuk mencapai gelar sarjana. Memang, Mugiyono tak sepenuhya membiayai Raeni. Sebab selama mengikuti proses perkuliahan, Raeni mendapat beasiswa Bidikmisi berkat prestasinya yang kerap memperoleh indeks prestasi 4.

“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata Raeni, seperti dilansir Unnes.ac.id.

Pekerjaan sebagai tukang becak dilakoni Mugiyono, setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilnnya tak menentu. Sekitar Rp10.000–Rp50.000. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450.000 per bulan.

Dari uang pesangon yang didapatnya dari pabrik kayu itu, kata dia, di antaranya digunakan untuk membeli laptop seharga Rp5,6 juta bagi Raeni karena menyadari perangkat itu sangat dibutuhkan untuk perkuliahan. “Selepas pensiun dari perusahaan kayu lapis, saya mbecak. Hasilnya, ya, tidak tentu, sehari Rp10.000. Namun, saya juga nyambi jadi penjaga malam sekolah dengan bayaran Rp450.000 per bulan,” katanya.

Warga RT 01/RW 02, Langenharjo, Kendal itu, mengaku selama ini dirinya yang menjadi tulang punggung keluarga karena istrinya memang tidak bekerja, sementara kakak Raeni sudah menikah.

Untungnya, kata Mugiyono, Raeni mendapatkan beasiswa bidikmisi sehingga keluarga tidak mengeluarkan banyak biaya, tinggal mencukupi kebutuhan hidupnya, seperti indekos dan makan.

Sementara itu, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi. “Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” kata Fathur Rokhman. (abu/jpnn/bbs/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/