25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mujianto Tidak Mungkin Lari ke Luar Negeri

PENANGKAPAN: Mujianto alias Anam (kanan), tersangka penipuan dan penggelapan saat ditangkap kepolisian, beberapa waktu lalu.

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), belum bisa memastikan kapan mulai memproses tersangka kasus penipuan dan penggelapan, Mujianto alias Anam. Pasalnya usai ditangguhkan, terdakwa kasus penipuan dengan kerugian material sebesar Rp3,5 miliar itu hanya dikenakan wajib lapor sekali seminggu.

“Diakan (Mujianto) masih wajib lapor. Jadi setiap hari Jumat selama seminggu sekali wajib lapor, jadi dia masih kooperatif,” ujar Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian kepada Sumut Pos, Selasa (11/9).

Sumanggar pun menggaransi, Mujianto tidak akan kembali kabur ke luar negeri, seperti apa yang pernah dilakukannya saat masih ditangani Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut.

“Kalau melarikan diri tidak mungkin, karena pasport-nya kan kita sita. Apalagi yang menjamin keluarga dan pengacaranya,” katanya.

Menurutnya, selama dikenakan wajib lapor, Mujianto datang sendiri ke Kejatisu. “Dia sendiri yang datang tidak boleh diwakili,” ucap Sumanggar.

Sumanggar mengatakan, bila penangguhan terhadap Mujianto dilakukan, berdasarkan pertimbangan medis. “Yang pertama mungkin karena rekam medis dari Rumah Sakit Mount Elisabeth dari Singapura. Kedua karena ada yang menjamin dari keluarga dan ketiga adanya uang jaminan Rp3 miliar,” sebutnya.

Sumanggar mengakui, bahwa kasus hukum yang menjerat Mujianto bakalan tetap diproses. Hanya saja, saat disinggung kapan mulai diproses, Sumanggar tidak bisa memastikannya.

“Diproseslah masa tidak diproses, kita tunggulah ya sabar. Masa berlaku penangguhannya tidak ada, tetapi dia (Mujianto) tetap kita awasi dilapangan,” pungkasnya.

Terpisah, pengamat hukum Julheri Sinaga, menanggapi penangguhan penahanan Mujianto yang dilakukan Kejatisu. Dia berpendapat, bahwa Kejatisu tidak profesional dalam menangani kasus ini.

“Alasan dilakukan penahanan itu yang pertama apabila dikhawatirkan melarikan diri. Yang kedua dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, yang ketiga dikhawatirkan melakukan perbuatan yang sama. Yang jadi persoalan sekarang, ketika dikepolisiankan dia (Mujianto) sempat DPO. Jadi dengan DPO tersebut, seharusnya jaksa itu menjadikan dasar untuk melihat perkara ini secara utuh,” jelasnya.

Dia melanjutkan, yang paling utama harus mempertimbangkan azas persamaan di depan hukum. Untuk itu, dia sangat menyesalkan keputusan yang dilakukan Kejatisu. “Jangan karena punya uang, jangan karena orang kaya kemudian boleh melanggang kangkung pada hal sudah pernah DPO terus kasusnya ditangguhkan. Saya melihat kejaksaan tidak profesional dalam menangani perkara ini,” katanya.

Julheri khawatir, penangguhan penahanan yang diberikan kepada Mujianto, akan memperlambat proses hukum yang dijalani. Diapun menuding kejaksaan tidak serius.

“Di dalam undang-undang pokok kehakiman itu jelas ditegaskan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya yang ringan. Dengan terulur-ulurnya inikan jaksa sudah mengangkangi undang-undang tersebut,” terangnya.

Diapun menyinggung ke khawatiran Mujianto bakal melarikan diri kembali ke luar negeri. Sebab, katanya, dengan jaminan yang diberikan kepada Kejatisu dirasa belum cukup mengingat Mujianto pernah melarikan diri.

“Apa dengan keluarganya menjamin, terus perbuatannya bisa diwakilkan tidak. Apa sanksinya bagi yang menjamin rupanya, kan gak bisa dipenjara dia gara-gara menjamin orang. Oke uang Rp3 miliar, berapa kali rupanya uang segitu? Tapi nilai-nilai penegakan hukum dan rasa keadilan masa dihargai dengan uang 3 miliar. Kejaksaan kan sudah mempertaruhkan penegakan hukum hanya untuk Mujianto,” urainya.

Untuk itu, dia meminta kepada kejaksaan untuk bertindak profesional agar tidak menjadi contoh buruk bagi penegakan hukum kedepan. “Secara khusus di Sumatera Utara ataupun secara umum seluruh indonesia. Untuk itu kita berharap kejaksaan lebih serius menangani perkara ini,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, Mujianto dilaporkan Armen Lubis sesuai STTLP/509/IV/2017 SPKT “II” tertanggal 28 April 2017 atas kasus penipuan dengan kerugian material sebesar Rp3,5 miliar. (man/azw)

PENANGKAPAN: Mujianto alias Anam (kanan), tersangka penipuan dan penggelapan saat ditangkap kepolisian, beberapa waktu lalu.

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), belum bisa memastikan kapan mulai memproses tersangka kasus penipuan dan penggelapan, Mujianto alias Anam. Pasalnya usai ditangguhkan, terdakwa kasus penipuan dengan kerugian material sebesar Rp3,5 miliar itu hanya dikenakan wajib lapor sekali seminggu.

“Diakan (Mujianto) masih wajib lapor. Jadi setiap hari Jumat selama seminggu sekali wajib lapor, jadi dia masih kooperatif,” ujar Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian kepada Sumut Pos, Selasa (11/9).

Sumanggar pun menggaransi, Mujianto tidak akan kembali kabur ke luar negeri, seperti apa yang pernah dilakukannya saat masih ditangani Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut.

“Kalau melarikan diri tidak mungkin, karena pasport-nya kan kita sita. Apalagi yang menjamin keluarga dan pengacaranya,” katanya.

Menurutnya, selama dikenakan wajib lapor, Mujianto datang sendiri ke Kejatisu. “Dia sendiri yang datang tidak boleh diwakili,” ucap Sumanggar.

Sumanggar mengatakan, bila penangguhan terhadap Mujianto dilakukan, berdasarkan pertimbangan medis. “Yang pertama mungkin karena rekam medis dari Rumah Sakit Mount Elisabeth dari Singapura. Kedua karena ada yang menjamin dari keluarga dan ketiga adanya uang jaminan Rp3 miliar,” sebutnya.

Sumanggar mengakui, bahwa kasus hukum yang menjerat Mujianto bakalan tetap diproses. Hanya saja, saat disinggung kapan mulai diproses, Sumanggar tidak bisa memastikannya.

“Diproseslah masa tidak diproses, kita tunggulah ya sabar. Masa berlaku penangguhannya tidak ada, tetapi dia (Mujianto) tetap kita awasi dilapangan,” pungkasnya.

Terpisah, pengamat hukum Julheri Sinaga, menanggapi penangguhan penahanan Mujianto yang dilakukan Kejatisu. Dia berpendapat, bahwa Kejatisu tidak profesional dalam menangani kasus ini.

“Alasan dilakukan penahanan itu yang pertama apabila dikhawatirkan melarikan diri. Yang kedua dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, yang ketiga dikhawatirkan melakukan perbuatan yang sama. Yang jadi persoalan sekarang, ketika dikepolisiankan dia (Mujianto) sempat DPO. Jadi dengan DPO tersebut, seharusnya jaksa itu menjadikan dasar untuk melihat perkara ini secara utuh,” jelasnya.

Dia melanjutkan, yang paling utama harus mempertimbangkan azas persamaan di depan hukum. Untuk itu, dia sangat menyesalkan keputusan yang dilakukan Kejatisu. “Jangan karena punya uang, jangan karena orang kaya kemudian boleh melanggang kangkung pada hal sudah pernah DPO terus kasusnya ditangguhkan. Saya melihat kejaksaan tidak profesional dalam menangani perkara ini,” katanya.

Julheri khawatir, penangguhan penahanan yang diberikan kepada Mujianto, akan memperlambat proses hukum yang dijalani. Diapun menuding kejaksaan tidak serius.

“Di dalam undang-undang pokok kehakiman itu jelas ditegaskan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya yang ringan. Dengan terulur-ulurnya inikan jaksa sudah mengangkangi undang-undang tersebut,” terangnya.

Diapun menyinggung ke khawatiran Mujianto bakal melarikan diri kembali ke luar negeri. Sebab, katanya, dengan jaminan yang diberikan kepada Kejatisu dirasa belum cukup mengingat Mujianto pernah melarikan diri.

“Apa dengan keluarganya menjamin, terus perbuatannya bisa diwakilkan tidak. Apa sanksinya bagi yang menjamin rupanya, kan gak bisa dipenjara dia gara-gara menjamin orang. Oke uang Rp3 miliar, berapa kali rupanya uang segitu? Tapi nilai-nilai penegakan hukum dan rasa keadilan masa dihargai dengan uang 3 miliar. Kejaksaan kan sudah mempertaruhkan penegakan hukum hanya untuk Mujianto,” urainya.

Untuk itu, dia meminta kepada kejaksaan untuk bertindak profesional agar tidak menjadi contoh buruk bagi penegakan hukum kedepan. “Secara khusus di Sumatera Utara ataupun secara umum seluruh indonesia. Untuk itu kita berharap kejaksaan lebih serius menangani perkara ini,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, Mujianto dilaporkan Armen Lubis sesuai STTLP/509/IV/2017 SPKT “II” tertanggal 28 April 2017 atas kasus penipuan dengan kerugian material sebesar Rp3,5 miliar. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/