Menjadi desainer baju atau gaun memang bukan hal baru di negeri ini. Namun, tidak banyak desainer yang memilih pekerjaan seperti Fabio Ricardo Toreh. Yakni, merancang celana dalam pria dengan menggunakan kain batik.
Laporan Priska Birahy, Surabaya
CELANA dalam (CD) memang termasuk kebutuhan utama bagi pria. Namun, tidak banyak desainer yang menaruh perhatian khusus pada underwear segi tiga itu. Sebagian besar model CD yang beredar ya begitu-begitu saja. Monoton. Paling banter hanya diberi variasi pada warna. Ukuran CD juga standar; S, M, L, dan XL. Ukuran tersebut mengacu pada pakem dari Prancis. Padahal, pria Indonesia memiliki ukuran tubuh yang tidak sama.
Kenyataan tersebut ditangkap dengan baik oleh Fabio. Dia melihat itu sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Karena itu, Fabio memutuskan untuk menekuni profesi perancang CD pria.
Tentu saja keputusannya tidak asal pilih. Sebab, Fabio bukan orang kemarin sore di dunia fashion. Pria kelahiran Surabaya, 8 Juni 1980, itu memiliki talenta yang terasah saat menempuh studi di sekolah fashion Esmod Jakarta. Fabio tahu bahwa dunia fashion lekat dengan pola, cutting, baju, dress, hingga outer trendi. Namun, tidak banyak yang mau melirik item fashion CD.
Fabio ingin melunturkan aturan baku soal bentuk standar dan warna celana dalam yang monoton seperti hitam, abu-abu, putih, dan cokelat. Dia mencoba aplikasi aneka warna dan batik bermotif parang rusak, kawung jenggot, serta mega mendung.
Setelah menamatkan studi di sekolah fashion Esmod Jakarta pada 2006, dia memberanikan diri memproduksi celana dalam untuk kali pertama. ”Umumnya sih saya bikin kebaya, dress, dan uniform,” katanya. ”Saya pikir belum ada perancang Indonesia yang buat celana dalam dan enggak ada saingannya,” imbuh juara I lomba desain kebaya Kartini 2009 itu. Fabio menganggap industri celana dalam pria memiliki potensi yang menjanjikan.
Bungsu di antara tiga bersaudara itu akhirnya menetapkan pilihannya. Sentuhan pola batik berwarna-warni pun disematkan pada salah satu fashion item pria tersebut. ”Karyaku itu beda sendiri. Di antara teman sekelas, aku doang yang bikin boxer,” kata alumnus volkswirtschaftslehre (ilmu ekonomi) Freie Universitat Berlin tersebut.
Kala itu, pemilik clothing line yang pernah diulas majalah Fitness for Man tersebut membuat empat rancangan boxer seksi plus aneka aplikasi. Misalnya, material ring besi yang digantung di sekitar area depan, boxer dengan cutting terbuka di sisi kanan-kiri paha, hingga yang memiliki sterps bak penari burlesque.
Karyanya yang dinamai Paly Inc itu membawanya pada tantangan yang mungkin tidak banyak diminati desainer lainnya. Yakni, fitting produk. Fabio lantas menceritakan pengalaman saat fitting produk. Awalnya, dia bergerilya mencari penjahit yang mampu menerjemahkan kreasi liarnya itu.
Pria yang karya kebayanya menjadi langganan pejabat tinggi Indonesia tersebut mendatangi satu per satu tukang jahit. Mulai dari Jakarta sampai ke Pekalongan, Jawa Tengah.
Tantangan pertama pembuatan celana dalam memang mencari penjahit yang pas. Penjahit itu harus terbiasa menjahit bahan kaus dengan tipe pengerjaan halus. Sebab, pilihan bahannya dicari yang tebal, elastis, dan nyaman. Yakni, cotton polyester spandex. Jenis kain tersebut diakui Fabio sangat pas untuk celana dalam.
Pencariannya membuahkan hasil. Fabio menemukan dua penjahit andalan di Pekalongan. Tanpa harus membuat sketch, desain yang matang di pikirannya itu lantas ditumpahkan di atas bahan. Setelah rampung, underwear bikinannya diuji coba. Dia ingin menentukan ukuran S, M, L, dan XL milik orang Indonesia. Dengan begitu, kenyamanan pemakai semakin terjaga.
Biasanya, perusahaan atau pabrik memilih patung atau manekin sebagai standar ukuran. Akibatnya, banyak produk CD yang sering tidak presisi dan gampang ’’selip’’ saat dipakai. Kadang orang dengan ukuran L muat di ukuran M.
Fabio juga mendesain CD-nya agar nyaman dipakai. Dia membikin cutting yang mampu menutup seluruh bagian genital pria, namun tidak ketat. ”Katanya, kalau ketat, bisa sebabkan mandul. Tapi, banyak orang Indonesia yang pilih celana dalam ketat,” terang mantan beauty assistant Body Shop Berlin itu.
Fabio menciptakan tiga tipe celana dalam pria. Yakni, boxer, brief atau ukuran standar dengan lace (jahitan) berbentuk jajaran genjang di bagian crotch, serta bentuk mini yang manis dan seksi. Yakni, memiliki lebar pinggang yang kecil.
Model yang menjadi buruan itu berguna untuk pemakaian celana ketat agar tidak ngecap. Dengan begitu, bentuk pantat si pemakai menjadi mulus sempurna. Tipe mini tidak memiliki crotch yang besar dan renggang. Desain sisi belakangnya juga tidak sampai menutupi seluruh bentuk pantat.
Sejatinya, masih banyak desain underwear pria yang lebih menantang. Misalnya, model tanga, tongs, maupun jocks. Namun, menurut Fabio, saat ini belum banyak peminatnya di dalam negeri.
Agar tiap tipe tersebut sesuai dengan ukuran orang Indonesia, Fabio memburu empat pria yang bersedia menjadi model. Maklum, desain awalnya masih memakai pakem ukuran Prancis yang jauh lebih jumbo. Yakni, 1 berbanding 1,5 sentimeter. Bila diaplikasikan pada tubuh orang Indonesia, itu tentu akan kedodoran.
Akhirnya, terpilih empat pria ’’beruntung’’ asal Pekalongan yang berani memakai rancangannya. ”Kalau nggak gitu, aku nggak tahu mana yang pas. Rada gimana gitu, tapi tetaplah kerja profesional,” ujar alumni SMAK Frateran Surabaya itu.
Dari empat pria itu, Fabio bisa mendapatkan ukuran yang sangat sesuai dengan bentuk tubuh orang Indonesia. ”Dari hasil fitting, ketahuan orang Indonesia itu lebih banyak ukuran L,” imbuhnya.
Selain ukuran, hal penting yang menjadi prioritas dosen fashion Universitas Ciputra itu adalah bentuk crotch atau bagian depan celana dalam. Bentuknya harus pas dan menutupi seluruh anatomi genital.
Kini karya kreatifnya itu mendapat tempat di pasaran. Bentuk dan desain yang dinamis menjadi incaran para pria metroseksual. Saat launching perdana di Jakarta pada 2010, ratusan helai celana dalamnya laris manis. Bahkan, dia kadang kehabisan stok. (*/c6/oni)