32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Paparkan Keberhasilan Jokowi pada Kuliah Umum di UISU, Moeldoko Tuai Protes Mahasiswa

BAGUS SYAHPUTRA/SUMUT pos
WAWANCARA: Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, saat memberikan keterangan usai mengisi kuliah umum di UISU, Selasa (12/3).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, memberikan kuliah umum yang berisikan kinerja Presiden Jokowi selama menjabat, pada acara Temu Nasional XI Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Selasa (12/3).

Namun, saat memberikan pemaparan tersebut, Moeldoko sempat mendapat protes yang dilayangkan seorang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau (UIR), Linda Herman.

Linda menilai, apa yang dipaparkan Moeldoko, tidak revelan dengan fakta yang ada di lapangan, terkait pertanian di Indonesia. Sinergisitas dianggapnya masih menjadi kendala dan belum mampu diselesaikan oleh pemerintah.

“Kita sama-sama melihat, saat ini Menteri Pertanian sibuk bekerja memperbaiki kondisi pertanian. Sedangkan sinergisitas, dasarnya sendiri tidak diperbaiki,” ungkap Linda dalam sesi tanya jawab pada kuliah umum itu.

Kemudian, Linda mengungkapkan, masih banyak kondisi petani yang terpuruk dan jauh dari kata sejahtera saat ini. Ditambah lagi, pemerintah juga belum melakukan kerja sama dengan bank untuk menyediakan kredit bagi para petani.

Selanjutnya, menurut Linda, persoalan di dinas pertanian pemerintah-pemerintah daerah, masih terkesan abai dengan kondisi petani. “Petani dibiarkan begitu saja. Menanam padi sendiri, tanpa perbaikan benih,” bebernya.

Kritik itu pun langsung ditanggapi Moeldoko. Dia mengaku, soal sinergitas dalam pertanian memang masih menjadi permasalahan yang belum bisa diselesaikan dalam waktu cepat. Namun, sudah dilakukan secara bertahap. “Koordinasi, sinergisitas, dan kolaborasi, sebuah kata yang mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Ada perbedaan, kebijakan, dan pandangan di ruang publik yang terlihat jelas antara Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian,” katanya.

Moeldoko juga mengungkapkan, sudah pernah mengumpulkan kementrian dan instansi terkait untuk membahas secara detail permasalahan pertanian di Indonesia secara keseluruhan. “Kelemahan orang Indonesia ini masih berputar-putar di sekitar data. Itu yang sungguh menjadi persoalan. Sebagai contoh, untuk meluncurkan data BPS, saat ini Indonesia mengalami penurunan luas lahan baku, masih menjadi sebuah perdebatan. Ini bukan sesuatu yang mudah,” sebutnya.

Sebelumnya, dalam kuliah umum, Moeldoko membahas pencapaian kinerja yang dilakukan Presiden Jokowi dalam pertanian. Yang dinilai sukses untuk menjaga kestabilan harga dan stok pangan di Indonesia. “Kondisi pangan di Indonesia terus membaik,” katanya singkat.

Dalam kesempatan itu, Moeldoko memberikan paparan soal pangan di Indonesia. Mulai dari ketahanan pangan, swasembada pangan. “Tapi mungkin ada yang bertanya, kenapa kalau surplus masih impor?” sebutnya.

Begitupun, Moeldoko tidak memungkiri terkait impor beras yang dilakukan Bulog. Hal itu, menurutnya bersifat untuk menjaga persedian stok beras di gudang. “Itu untuk stok nasional, jadi harus diisi. Tak boleh kurang dari 100 juta ton. Kenapa harus demikian? Kalau nanti terjadi sesuatu yang emergensi (bisa digunakan), impor itu butuh waktu. Untuk itu, kita masih memerlukan impor. Impor beras bukan hal baru,” pungkas Moeldoko. (gus/saz)

BAGUS SYAHPUTRA/SUMUT pos
WAWANCARA: Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, saat memberikan keterangan usai mengisi kuliah umum di UISU, Selasa (12/3).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, memberikan kuliah umum yang berisikan kinerja Presiden Jokowi selama menjabat, pada acara Temu Nasional XI Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Selasa (12/3).

Namun, saat memberikan pemaparan tersebut, Moeldoko sempat mendapat protes yang dilayangkan seorang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau (UIR), Linda Herman.

Linda menilai, apa yang dipaparkan Moeldoko, tidak revelan dengan fakta yang ada di lapangan, terkait pertanian di Indonesia. Sinergisitas dianggapnya masih menjadi kendala dan belum mampu diselesaikan oleh pemerintah.

“Kita sama-sama melihat, saat ini Menteri Pertanian sibuk bekerja memperbaiki kondisi pertanian. Sedangkan sinergisitas, dasarnya sendiri tidak diperbaiki,” ungkap Linda dalam sesi tanya jawab pada kuliah umum itu.

Kemudian, Linda mengungkapkan, masih banyak kondisi petani yang terpuruk dan jauh dari kata sejahtera saat ini. Ditambah lagi, pemerintah juga belum melakukan kerja sama dengan bank untuk menyediakan kredit bagi para petani.

Selanjutnya, menurut Linda, persoalan di dinas pertanian pemerintah-pemerintah daerah, masih terkesan abai dengan kondisi petani. “Petani dibiarkan begitu saja. Menanam padi sendiri, tanpa perbaikan benih,” bebernya.

Kritik itu pun langsung ditanggapi Moeldoko. Dia mengaku, soal sinergitas dalam pertanian memang masih menjadi permasalahan yang belum bisa diselesaikan dalam waktu cepat. Namun, sudah dilakukan secara bertahap. “Koordinasi, sinergisitas, dan kolaborasi, sebuah kata yang mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Ada perbedaan, kebijakan, dan pandangan di ruang publik yang terlihat jelas antara Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian,” katanya.

Moeldoko juga mengungkapkan, sudah pernah mengumpulkan kementrian dan instansi terkait untuk membahas secara detail permasalahan pertanian di Indonesia secara keseluruhan. “Kelemahan orang Indonesia ini masih berputar-putar di sekitar data. Itu yang sungguh menjadi persoalan. Sebagai contoh, untuk meluncurkan data BPS, saat ini Indonesia mengalami penurunan luas lahan baku, masih menjadi sebuah perdebatan. Ini bukan sesuatu yang mudah,” sebutnya.

Sebelumnya, dalam kuliah umum, Moeldoko membahas pencapaian kinerja yang dilakukan Presiden Jokowi dalam pertanian. Yang dinilai sukses untuk menjaga kestabilan harga dan stok pangan di Indonesia. “Kondisi pangan di Indonesia terus membaik,” katanya singkat.

Dalam kesempatan itu, Moeldoko memberikan paparan soal pangan di Indonesia. Mulai dari ketahanan pangan, swasembada pangan. “Tapi mungkin ada yang bertanya, kenapa kalau surplus masih impor?” sebutnya.

Begitupun, Moeldoko tidak memungkiri terkait impor beras yang dilakukan Bulog. Hal itu, menurutnya bersifat untuk menjaga persedian stok beras di gudang. “Itu untuk stok nasional, jadi harus diisi. Tak boleh kurang dari 100 juta ton. Kenapa harus demikian? Kalau nanti terjadi sesuatu yang emergensi (bisa digunakan), impor itu butuh waktu. Untuk itu, kita masih memerlukan impor. Impor beras bukan hal baru,” pungkas Moeldoko. (gus/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/