25 C
Medan
Saturday, July 6, 2024

Berdiri 1989, Konflik Aksara Plaza Berujung Api

Gedung Aksara Plaza di Medan terbakar, Selasa (12/7/2016) siang dan tak bisa dipadamkan hingga malam hari..
Gedung Aksara Plaza di Medan terbakar, Selasa (12/7/2016) siang dan tak bisa dipadamkan hingga malam hari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak berdirinya plaza di Jalan Aksara pada 1989 sudah mengundang banyak konflik, mulai dari warga sekitar, pedagang hingga antar wilayah Kota Medan dan Deliserdang. Hal tersebut terjadi karena keberadaan plaza di wilayah perbatasan.

Hingga kini, pajak selalu dikelola oleh Pemkab Deliserdang. Sedangkan retribusi dipungut oleh Pemko Medan. Kondisi itu berjalan hingga saat ini dan akibatnya pedagang, serta Pemko Medan sedang mempersoalkan pengelolaan pasar tersebut.

Di tengah kondisi itu, ternyata PT Aksara Jaya Indah (AJI) selaku pengelola gedung sejak 1985 sudah berakhir pada 2011 silam. Tapi, hingga terbakarnya gedung PT AJI belum juga angkat kaki dari gedung tersebut selaku pengelola.

Kondisi ini membuat DPRD Medan pun kesal. Pasalnya, gedung dan pasar tercatat sebagai aset Pemko Medan seseuai dengan perjanjian kontrak yang dipegang oleh Pemko Medan, dan dicatatkan sebagai aktiva tetap oleh PD Pasar selaku pengelola aset pasar milik Pemko Medan.

Kepala Bagian Aset dan Perlengkapan Setda Kota Medan, Agus Suriyono menjelaskan, sejak 1995 PD Pasar sudah diberi amanah Pemko Medan mengelola Pasar Aksara. Dalam pelaksanaan pengelolaannya, ada gedung yang dikelola oleh pihak ketiga yakni PT AJI, dan sudah berakhir masa kontrak kerjasama pada 2011 silam.

“Ada informasi baru setelah berakhirnya kontrak gedung itu sudah pindah ke pengelola lain,” katanya.

Dia menyebutkan, sejak adanya bagian perlengkapan aset 2009 lalu, dokumen yang mereka miliki tidak ada di bawah tahun tersebut.

“Berdasarkan dokumen yang kami terima, kami sampaikan perjanjian itu tidak ada sebelumnya, dan semuanya berada di bagian hukum. Penyerahan antara pemko ke PD Pasar tahun 1993. Setelah dilakukan penyerahan aset pemko, otomatis aset tersebut menjadi aset yang dipisahkan sehingga mutlak itu merupakan domain PD Pasar. Bagian aset tidak melakukan pengawasan bahkan pencatatan juga tidak boleh,” sebutnya.

Dirut PD Pasar, Benny Sihotang membeberkan, dari keseluruhan gedung itu hanya pasar tradisional yang milik pemko. Sedangkan mal milik PT AJI dan sebagian dari gedung itu masuk wilayah Deliserdang, lantaran posisinya berbatasan dengan wilayah Kota Medan.

“Sesuai adendum kedua, dia (pengelola) membangun lantai 2, 3, 4 dan 5. Namun kenyataan di lapangan lantai 3 dan 4 tidak dibangun PT AJI. Kami melihat yang dia kelola ada nilai komersial,” katanya.

“Kalaupun mau dikelola (lantai 3) juga tidak bisa karena modelnya untuk bioskop, jadi ya susah juga. Di adendum 2 tahun 1991, bahwa di adendum 1 mereka minta di atas HPL dibuat HGB. Sementara Pasar Aksara tadinya di seberang (Pasar Bengkok). Di tempat lama mereka minta HGB untuk bangun 19 unit ruko. Sedangkan di adendum II, 3 unit milik pemko. Tapi yang 3 unit itu dihapus dengan uang Rp85 juta yang disetor ke kas pemko,” jelasnya.

Setelah itu sebutnya pada tahun 1993, aset tersebut memang sudah dipisahkan ke PD Pasar. Namun pihaknya telah bukukan di aktiva aset dan tetap tercatat di bagian aset. Itu artinya laporan tersebut tetap tercatat di bagian aset. “Pemko sudah surati tiga kali ke pihak pengelola sejak 2013 kontrak tersebut habis,” tegasnya. (gus/prn)

Gedung Aksara Plaza di Medan terbakar, Selasa (12/7/2016) siang dan tak bisa dipadamkan hingga malam hari..
Gedung Aksara Plaza di Medan terbakar, Selasa (12/7/2016) siang dan tak bisa dipadamkan hingga malam hari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak berdirinya plaza di Jalan Aksara pada 1989 sudah mengundang banyak konflik, mulai dari warga sekitar, pedagang hingga antar wilayah Kota Medan dan Deliserdang. Hal tersebut terjadi karena keberadaan plaza di wilayah perbatasan.

Hingga kini, pajak selalu dikelola oleh Pemkab Deliserdang. Sedangkan retribusi dipungut oleh Pemko Medan. Kondisi itu berjalan hingga saat ini dan akibatnya pedagang, serta Pemko Medan sedang mempersoalkan pengelolaan pasar tersebut.

Di tengah kondisi itu, ternyata PT Aksara Jaya Indah (AJI) selaku pengelola gedung sejak 1985 sudah berakhir pada 2011 silam. Tapi, hingga terbakarnya gedung PT AJI belum juga angkat kaki dari gedung tersebut selaku pengelola.

Kondisi ini membuat DPRD Medan pun kesal. Pasalnya, gedung dan pasar tercatat sebagai aset Pemko Medan seseuai dengan perjanjian kontrak yang dipegang oleh Pemko Medan, dan dicatatkan sebagai aktiva tetap oleh PD Pasar selaku pengelola aset pasar milik Pemko Medan.

Kepala Bagian Aset dan Perlengkapan Setda Kota Medan, Agus Suriyono menjelaskan, sejak 1995 PD Pasar sudah diberi amanah Pemko Medan mengelola Pasar Aksara. Dalam pelaksanaan pengelolaannya, ada gedung yang dikelola oleh pihak ketiga yakni PT AJI, dan sudah berakhir masa kontrak kerjasama pada 2011 silam.

“Ada informasi baru setelah berakhirnya kontrak gedung itu sudah pindah ke pengelola lain,” katanya.

Dia menyebutkan, sejak adanya bagian perlengkapan aset 2009 lalu, dokumen yang mereka miliki tidak ada di bawah tahun tersebut.

“Berdasarkan dokumen yang kami terima, kami sampaikan perjanjian itu tidak ada sebelumnya, dan semuanya berada di bagian hukum. Penyerahan antara pemko ke PD Pasar tahun 1993. Setelah dilakukan penyerahan aset pemko, otomatis aset tersebut menjadi aset yang dipisahkan sehingga mutlak itu merupakan domain PD Pasar. Bagian aset tidak melakukan pengawasan bahkan pencatatan juga tidak boleh,” sebutnya.

Dirut PD Pasar, Benny Sihotang membeberkan, dari keseluruhan gedung itu hanya pasar tradisional yang milik pemko. Sedangkan mal milik PT AJI dan sebagian dari gedung itu masuk wilayah Deliserdang, lantaran posisinya berbatasan dengan wilayah Kota Medan.

“Sesuai adendum kedua, dia (pengelola) membangun lantai 2, 3, 4 dan 5. Namun kenyataan di lapangan lantai 3 dan 4 tidak dibangun PT AJI. Kami melihat yang dia kelola ada nilai komersial,” katanya.

“Kalaupun mau dikelola (lantai 3) juga tidak bisa karena modelnya untuk bioskop, jadi ya susah juga. Di adendum 2 tahun 1991, bahwa di adendum 1 mereka minta di atas HPL dibuat HGB. Sementara Pasar Aksara tadinya di seberang (Pasar Bengkok). Di tempat lama mereka minta HGB untuk bangun 19 unit ruko. Sedangkan di adendum II, 3 unit milik pemko. Tapi yang 3 unit itu dihapus dengan uang Rp85 juta yang disetor ke kas pemko,” jelasnya.

Setelah itu sebutnya pada tahun 1993, aset tersebut memang sudah dipisahkan ke PD Pasar. Namun pihaknya telah bukukan di aktiva aset dan tetap tercatat di bagian aset. Itu artinya laporan tersebut tetap tercatat di bagian aset. “Pemko sudah surati tiga kali ke pihak pengelola sejak 2013 kontrak tersebut habis,” tegasnya. (gus/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/