30 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Sebelum Pedagang Buku Masuk ke Sisi Timur, Pemko Ogah Beri Aspek Legalitas

Sainan, pedagang buku bekas Jalan Pegadaian dalam dialog itu mengungkapkan, mereka sudah menyerahkan nama–nama pedagang buku bekas yang menempati kios tersebut kepada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Medan sejak beberapa waktu lalu.

Dia menyebut dari nama–nama tersebut tidak ada yang memiliki lebih dari satu kios. “Tidak ada yang punya sampai tujuh kios. Nama-nama yang akan menempati kios tersebut sudah diserahkan kepada Dinas Perkim. Semua satu kios. Makanya kami heran kalau dibilang Pak Akhyar tadi bilang sampai ada yang punya tujuh kios. Siapa itu orangnya,” katanya.

Dirinya juga menjelaskan, pihaknya meminta aspek legalitas tersebut agar begitu menempati kios tersebut merasa nyaman, aman dan dinilai legal. Apalagi nanti ada yang mengaku punya hak atas kios tersebut dan mereka diusir. Parahnya lagi mereka dianggap maling.

Pedagang buku bekas lainnya, Ucok, menambahkan setiap orang ingin menempati kios atau bangunan yang pertama kali diminta aspek legalitasnya sebagai pegangan. Sebab, itulah dasar orang masuk ke dalam bangunan tersebut. Apabila itu tidak ada, maka segala tuduhan negatif akan dialamatkan kepada orang tersebut. “Abanglah coba, kalau abang masuk rumah yang abang sewa, tidak ada perjanjiannya apa gak dibilang maling namanya. Kami pun begitulah. Mana mungkin kami mau masuk begitu saja. Dianggap liarlah,” katanya.

Pernyataan berbeda dilontarkan kelompok P2BLM melalui ketuanya Nelson Marpaung. Mereka meminta dilakukan sistem undian ulang pemakaian kios di sisi timur. Sebab P2BLM mengklaim, sejak penggusuran 2013 silam pihaknya yang memperjuangkan revitalisasi lapak pedagang buku. “Hal ini wajar dilakukan karena sistem pemakaian kios pada peruntukkan yang baru,” katanya kepada Sumut Pos belum lama ini.

Pihaknya juga telah memberikan data nama-nama pedagang buku resmi kepada Pemko Medan. Di mana sesuai kesepakatan yang dibangun 2015 lalu, yang difasilitas Komnas HAM, minta penambahan 64 kios. Namun alasan yang menguatkan kenapa sistem kocok ulang pemakaian kios dilakukan, sebab surat keputusan mengenai perjanjian pinjam pakai pada 2003 dianggap sudah gugur.

“Logikanya begini, mereka mengklaim harus ada SK seperti saat berjualan di tempat lama, sedangkan di bangunan sekarang sudah berubah. Harusnya kan SK itu diikuti dengan bangunan yang ada saat ini. Dan itu (SK) lama sudah dianggap gugur,” jelasnya seraya membenarkan bahwa kelompok pedagang di Jalan Pegadaian ada memiliki lebih dari dua kios.

Atas dasar itu, P2BLM mengaku dari awal memperjuangkan revitalisasi lapak pedagang buku bekas. Karena secara historis, lapak pedagang buku di Titi Gantung seyogyanya tidak boleh jauh dari lokasi itu. “Makanya kami perjuangkan di Taman Pakir Dishub yang sekarang ini. Tempo hari kami minta di Gang Buntu Medan Timur tidak dikasih, karena nyatanya di KSO-kan untuk bangunan Centre Point. Begitu juga dengan skybridge yang telah dibangun, dahulu peruntukannya tidak di sini melainkan di Jalan Jawa,” papar Nelson.

Dia menjelaskan, saat pemindahan pedagang ke Jalan Pegadaian yang urung diindahkan pihaknya pun, juga disebabkan mereka mengetahui akan digusur lagi oleh PT. Kereta Api Indonesia untuk pembangunan jalur ganda. “Sebagian kawan-kawan yang berada di kelompok seberang menjadi korban karena tidak mengetahui duduk persoalan sebenarnya,” ungkapnya. (prn/ila)

 

Sainan, pedagang buku bekas Jalan Pegadaian dalam dialog itu mengungkapkan, mereka sudah menyerahkan nama–nama pedagang buku bekas yang menempati kios tersebut kepada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kota Medan sejak beberapa waktu lalu.

Dia menyebut dari nama–nama tersebut tidak ada yang memiliki lebih dari satu kios. “Tidak ada yang punya sampai tujuh kios. Nama-nama yang akan menempati kios tersebut sudah diserahkan kepada Dinas Perkim. Semua satu kios. Makanya kami heran kalau dibilang Pak Akhyar tadi bilang sampai ada yang punya tujuh kios. Siapa itu orangnya,” katanya.

Dirinya juga menjelaskan, pihaknya meminta aspek legalitas tersebut agar begitu menempati kios tersebut merasa nyaman, aman dan dinilai legal. Apalagi nanti ada yang mengaku punya hak atas kios tersebut dan mereka diusir. Parahnya lagi mereka dianggap maling.

Pedagang buku bekas lainnya, Ucok, menambahkan setiap orang ingin menempati kios atau bangunan yang pertama kali diminta aspek legalitasnya sebagai pegangan. Sebab, itulah dasar orang masuk ke dalam bangunan tersebut. Apabila itu tidak ada, maka segala tuduhan negatif akan dialamatkan kepada orang tersebut. “Abanglah coba, kalau abang masuk rumah yang abang sewa, tidak ada perjanjiannya apa gak dibilang maling namanya. Kami pun begitulah. Mana mungkin kami mau masuk begitu saja. Dianggap liarlah,” katanya.

Pernyataan berbeda dilontarkan kelompok P2BLM melalui ketuanya Nelson Marpaung. Mereka meminta dilakukan sistem undian ulang pemakaian kios di sisi timur. Sebab P2BLM mengklaim, sejak penggusuran 2013 silam pihaknya yang memperjuangkan revitalisasi lapak pedagang buku. “Hal ini wajar dilakukan karena sistem pemakaian kios pada peruntukkan yang baru,” katanya kepada Sumut Pos belum lama ini.

Pihaknya juga telah memberikan data nama-nama pedagang buku resmi kepada Pemko Medan. Di mana sesuai kesepakatan yang dibangun 2015 lalu, yang difasilitas Komnas HAM, minta penambahan 64 kios. Namun alasan yang menguatkan kenapa sistem kocok ulang pemakaian kios dilakukan, sebab surat keputusan mengenai perjanjian pinjam pakai pada 2003 dianggap sudah gugur.

“Logikanya begini, mereka mengklaim harus ada SK seperti saat berjualan di tempat lama, sedangkan di bangunan sekarang sudah berubah. Harusnya kan SK itu diikuti dengan bangunan yang ada saat ini. Dan itu (SK) lama sudah dianggap gugur,” jelasnya seraya membenarkan bahwa kelompok pedagang di Jalan Pegadaian ada memiliki lebih dari dua kios.

Atas dasar itu, P2BLM mengaku dari awal memperjuangkan revitalisasi lapak pedagang buku bekas. Karena secara historis, lapak pedagang buku di Titi Gantung seyogyanya tidak boleh jauh dari lokasi itu. “Makanya kami perjuangkan di Taman Pakir Dishub yang sekarang ini. Tempo hari kami minta di Gang Buntu Medan Timur tidak dikasih, karena nyatanya di KSO-kan untuk bangunan Centre Point. Begitu juga dengan skybridge yang telah dibangun, dahulu peruntukannya tidak di sini melainkan di Jalan Jawa,” papar Nelson.

Dia menjelaskan, saat pemindahan pedagang ke Jalan Pegadaian yang urung diindahkan pihaknya pun, juga disebabkan mereka mengetahui akan digusur lagi oleh PT. Kereta Api Indonesia untuk pembangunan jalur ganda. “Sebagian kawan-kawan yang berada di kelompok seberang menjadi korban karena tidak mengetahui duduk persoalan sebenarnya,” ungkapnya. (prn/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/