Tertinggi Alami Kecelakaan Menjelang Lebaran
MEDAN-Data Ditlantas Poldasu menyebutkan jumlah kecelakaan lalulintas (laka lantas) saat angkutan lebaran tahun 2010 hingga 2011 mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah lakalantas tersebut juga diikuti dengan meningkatnya korban lakalantas tersebut.
Kecelakaan tertinggi yakni untuk pemudik yang menggunakan sepeda motor, dimana jumlah kecelakaannya meningkat sampai 100 persen lebih. Dari 110 lakalantas yang dialami pengguna sepeda motor di tahun 2010, menjadi 263 lakalantas kategori kendaraan yang sama tahun 2011.
Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho kepada Sumut Pos, di Gedung DPRD Sumut, Senin (13/8) menegaskan, sebaiknya para pemudik tahun ini, agar meninggalkan kebiasaan menggunakan sepeda motor, dan lebih memilih angkutan masal.
“Pergerakan atau moving saat mudik, ada dengan sejumlah angkutan, darat, laut dan udara. Khusus untuk pemudik yang menggunakan transportasi darat, sebaiknya menggunakan transportasi masal seperti bus, kereta api (KA) dan lainnya. Jangan kemudian menggunakan transportasi yang lebih kecil, seperti sepeda motor. Dengan banyaknya pemudik yang menggunakan sepeda motor, tentu berpotensi akan menimbulkan kecelakaan,” tegas Gatot.
Dijelaskannya, kendati pada prinsipnya mudik merupakan budaya atau kebiasaan yang tidak terhindarkan. Namun, sebaiknya budaya mudik tersebut dijadikan sebagai sarana transformasi, untuk memberikan pembelajaran budaya, nilai dan lainnya terhadap para keluarga, tetangga dari para pemudik tersebut yang di daerah. Maksud dan tujuannya, sambung Gatot, masyarakat yang ada di daerah atau desa belajar dari pengalaman pemudik, guna mengembangkan dan membangun desa mereka. Terlebih, sudah adanya Undang-undang (UU) tentang Otonomi Desa, yang meletakkan desa sebagai pusat pertumbuhan dan perkembangan di masa depan.
“Yang jelas mudik ini merupakan budaya lokal yang tidak bisa kita hindarkan. Jadi yang kita harapkan, experiencenya tentu sebagai transformasi. Bagi yang tinggal di kota, experience tentu akan lebih maju dari yang tinggal di daerah atau desa. Ini transformasi budaya atau nilai, bagi perantau dari desa untuk memberi mainset. Tapi, kemudian tentu kita berharap itu bisa menjadi proses penyadaran, terutama dengan adanya UU Otonomi Desa, kemudian menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Jadi kita berharap, para pemudik yang kembali saat arus balik, kemudian tidak membawa gerbong baru. Datang ke kota, lalu terjadi Imigrasi dari desa ke kota,” terangnya. (ari)