26 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Rekomendasi Inspektorat Dinilai Kejahatan Pendidikan

Foto: M.Idris/Sumut Pos
Edianto (kiri) dan Fitra, Orang tua siswa kelas tambahan SMAN 2 memberikan keterangan Pers di sekolah tersebut, rabu (13/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Orang tua siswa ‘siluman’ atau siswa yang masuk ke SMA Negeri di Medan tak melalui jalur resmi, menentang hasil keputusan Inspektorat Pemprov Sumut. Hasil keputusan yang menetapkan siswa harus dikeluarkan dan kepala sekolah dipecat, dinilai sebagai kejahatan pendidikan.Hal itu disampaikan Konsorsium Orang Tua Siswa Kelas Tambahan SMA Negeri 2 Medan (Kontras) dalam keterangan pers, Rabu (13/9).

“Rekomendasi Inspektorat itu ada dua yaitu mengeluarkan anak-anak dari sekolah dan pecat kepala sekolah. Namun, hasil itu yakni mengeluarkan siswa merupakan kejahatan pendidikan. Inilah kita anggap semena-mena dan kita akan tantang Inspektorat. Bahkan, bila perlu kita akan menemui Gubernur Sumut, Presiden hingga akan melakukan gugatan ke PTUN,” kata salah satu orang tua siswa Eddiyanto, yang merupakan anggota dari Kontras.

Dia menyebutkan, Kontras meminta tegas agar Pergub No 52 tahun 2017 tentang Tata Cara PPDB Online pada SMA dan SMK Negeri dirubah. Tujuannya, supaya mengakomodir anak-anak yang tinggal di sekitar zona sekolah.”Menteri menyatakan tidak boleh ada anak yang tidak masuk dengan zona ini (sekitar sekolah). Artinya, anak harus sekolah. Namun, kenapa di daerah lain tidak terjadi seperti ini. Karenanya, Kepala Disdik Sumut tidak memahami tentang pendidikan,” cetus Eddiyanto.

Kepada Ombudsman RI perwakilan Sumut, lanjutnya, diminta untuk membantu siswa agar tetap sekolah sehingga tidak memperkeruh suasana, tetapi membantu mencari solusi.

“Kami adalah orang-orang yang menjadi korban. Bila memang pihak sekolah dalam kasus ini ada menerima uang, bisa ditindak secara hukum. Lain halnya bila kepala sekolah ada menerima uang, itu adalah tindak korupsi, maka silahkan ditindak,” terang Eddiyanto didampingi orang tua siswa lainnya.

Menurut dia, siswa tambahan itu muncul karena adanya surat edaran Kemendikbud Nomor 3 tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru. “Kita berdasarkan surat edaran itu, makanya ada kelas tambahan,” paparnya.

Sementara, Kepala Disdik Sumut Arsyad Lubis yang dikonfirmasi belum berhasil memberikan keterangan. Beberapa kali nomor ponselnya dihubungi tidak bersedia menjawab.

Seperti diberitakan, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara menemukan dugaan masuknya seratusan siswa di dua sekolah SMA Negeri di Medan. Mereka masuk di luar jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ada ratusan. Mereka diterima setelah PPDB ini sudah selesai.(ris/ila)

 

Foto: M.Idris/Sumut Pos
Edianto (kiri) dan Fitra, Orang tua siswa kelas tambahan SMAN 2 memberikan keterangan Pers di sekolah tersebut, rabu (13/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Orang tua siswa ‘siluman’ atau siswa yang masuk ke SMA Negeri di Medan tak melalui jalur resmi, menentang hasil keputusan Inspektorat Pemprov Sumut. Hasil keputusan yang menetapkan siswa harus dikeluarkan dan kepala sekolah dipecat, dinilai sebagai kejahatan pendidikan.Hal itu disampaikan Konsorsium Orang Tua Siswa Kelas Tambahan SMA Negeri 2 Medan (Kontras) dalam keterangan pers, Rabu (13/9).

“Rekomendasi Inspektorat itu ada dua yaitu mengeluarkan anak-anak dari sekolah dan pecat kepala sekolah. Namun, hasil itu yakni mengeluarkan siswa merupakan kejahatan pendidikan. Inilah kita anggap semena-mena dan kita akan tantang Inspektorat. Bahkan, bila perlu kita akan menemui Gubernur Sumut, Presiden hingga akan melakukan gugatan ke PTUN,” kata salah satu orang tua siswa Eddiyanto, yang merupakan anggota dari Kontras.

Dia menyebutkan, Kontras meminta tegas agar Pergub No 52 tahun 2017 tentang Tata Cara PPDB Online pada SMA dan SMK Negeri dirubah. Tujuannya, supaya mengakomodir anak-anak yang tinggal di sekitar zona sekolah.”Menteri menyatakan tidak boleh ada anak yang tidak masuk dengan zona ini (sekitar sekolah). Artinya, anak harus sekolah. Namun, kenapa di daerah lain tidak terjadi seperti ini. Karenanya, Kepala Disdik Sumut tidak memahami tentang pendidikan,” cetus Eddiyanto.

Kepada Ombudsman RI perwakilan Sumut, lanjutnya, diminta untuk membantu siswa agar tetap sekolah sehingga tidak memperkeruh suasana, tetapi membantu mencari solusi.

“Kami adalah orang-orang yang menjadi korban. Bila memang pihak sekolah dalam kasus ini ada menerima uang, bisa ditindak secara hukum. Lain halnya bila kepala sekolah ada menerima uang, itu adalah tindak korupsi, maka silahkan ditindak,” terang Eddiyanto didampingi orang tua siswa lainnya.

Menurut dia, siswa tambahan itu muncul karena adanya surat edaran Kemendikbud Nomor 3 tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru. “Kita berdasarkan surat edaran itu, makanya ada kelas tambahan,” paparnya.

Sementara, Kepala Disdik Sumut Arsyad Lubis yang dikonfirmasi belum berhasil memberikan keterangan. Beberapa kali nomor ponselnya dihubungi tidak bersedia menjawab.

Seperti diberitakan, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara menemukan dugaan masuknya seratusan siswa di dua sekolah SMA Negeri di Medan. Mereka masuk di luar jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ada ratusan. Mereka diterima setelah PPDB ini sudah selesai.(ris/ila)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/