26.3 C
Medan
Friday, March 28, 2025

Regulasi Taksi Online Diatur Ulang

Kajian Kemenhub Tak Matang

Pemerhati transportasi Sumatera Utara, Sukrinaldi menilai, pembatalan regulasi yang dibuat Kemenhub untuk kedua kalinya oleh Mahkamah Agung, diperkirakan akan menjadi bom waktu. “Jujur, secara pribadi saya terkejut mendengar kabar tersebut. Pertama saya katakan ini aneh. Kenapa aneh? Karena dari awal regulasi itu disusun dan dikaji tidak secara matang,” kata Sukrinaldi menjawab Sumut Pos, Kamis (13/9).

Menurutnya, MA merupakan lembaga tinggi negara untuk urusan produk hukum dan tak mungkin sembarangan mengeluarkan keputusan seperti itu. Justru, kata dia, kekonyolan ditunjukkan Kemenhub yang tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Di mana Permenhub No. 26/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, yang pernah ditolak MA.

“Sebenarnya saya bukan dalam konteks ingin menyalahkan siapapun. Cuma logika berpikir publik tentu ke arah itu. Kenapa bisa sampai gagal dua kali berarti kajian atas regulasi itu ada yang salah. Leading sector-nya kan Kemenhub, toh? Kan gak mungkin MA memutuskan sesuatu atas dasar like or dislike? Tentu sudah melalui klarifikasi yang cermat dan objektif,” kata Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Transportasi Sumut ini.

Persoalan transportasi dalam jaringan (daring) diakuinya tidak akan ada habisnya selama pemerintah tidak tegas untuk membuat payung hukum yang ada. “ Masa sampai dua kali kalah terus. Berarti gak profesional dan apa yang dibuat tidak berdasarkan kebutuhan melainkan kepentingan,” ucap mantan pegawai negeri sipil di Departemen Perhubungan tersebut.

Sukri menambahkan, untuk saat ini pemerintah perlu memikirkan strategi dan mengambil langkah agar tidak terjadi lagi gesekan antara sopir angkutan online dan umum, paska pembatalan Permenhub 108 tersebut. “Ibarat bom waktu, ini sewaktu-waktu akan meledak.

Bisa saja persepsi sopir angkutan umum bahwa transportasi online itu ilegal. Beroperasi tanpa ada payung hukum seperti mereka. Tidak dibebankan pajak seperti speksi, uji Kir dan lainnya. Jadi ini rawan gesekan lagi dan pemerintah harus cepat mengantisipasinya,” pungkasnya seraya meminta secara kesatria agar Menhub Karya Budi Sumadi mundur dari jabatannya.

Meski belum mau merespon kabar penolakan Permenhub 108 ini, Dishub Sumut menyebutkan masih 39 perusahaan transportasi daring yang mendaftarkan diri ke pemerintah provinsi untuk beroperasi di wilayah ini. Jumlah tersebut belum ada pertambahan sedikit pun pada tahun ini.

“Masih segitu (sampai sekarang 39 perusahaan) angkutan online yang mendaftar ke kita. Bahkan sepanjang 2018 belum ada tambah sama sekali,” ungkap Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub Sumut, Iswar, kemarin.

Pihaknya selalu intens mengimbau kepada pelaku angkutan online untuk mendaftarkan diri secara legal ke pemerintah sebelum beroperasional di Sumut. Hal ini bertujuan agar di dalam implementasinya nanti dapat berjalan harmoni dengan angkutan konvensional yang sekarang. “Kita memang selalu mengajak, menyosialisasikan hal ini kepada mereka (pelaku angkutan online) untuk taat akan aturan pemerintah. Ketentuan yang sudah dibuat mari sama-sama dipatuhi, agar tidak terjadi gesekan di lapangan dengan angkutan konvensional,” katanya.

Apalagi, sambung dia, meskipun regulasi yang ada saat ini belum menunjukkan titik terang bagi pelaku usaha angkutan online, namun ada ketentuan yang wajib diikuti sebagaimana yang lebih dulu diterapkan untuk pelaku angkutan konvensional. “Salah satunya kan tentu wajib berplat kuning, memakai stiker, uji Kir dan sebagainya.

Serta juga harus berbadan usaha dan bergabung di dalam sebuah perusahaan (PT),” katanya yang menyebut ke-39 perusahaan itu umumnya mengangkut orang di wilayah Kota Medan dan sekitarnya.

Kajian Kemenhub Tak Matang

Pemerhati transportasi Sumatera Utara, Sukrinaldi menilai, pembatalan regulasi yang dibuat Kemenhub untuk kedua kalinya oleh Mahkamah Agung, diperkirakan akan menjadi bom waktu. “Jujur, secara pribadi saya terkejut mendengar kabar tersebut. Pertama saya katakan ini aneh. Kenapa aneh? Karena dari awal regulasi itu disusun dan dikaji tidak secara matang,” kata Sukrinaldi menjawab Sumut Pos, Kamis (13/9).

Menurutnya, MA merupakan lembaga tinggi negara untuk urusan produk hukum dan tak mungkin sembarangan mengeluarkan keputusan seperti itu. Justru, kata dia, kekonyolan ditunjukkan Kemenhub yang tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Di mana Permenhub No. 26/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, yang pernah ditolak MA.

“Sebenarnya saya bukan dalam konteks ingin menyalahkan siapapun. Cuma logika berpikir publik tentu ke arah itu. Kenapa bisa sampai gagal dua kali berarti kajian atas regulasi itu ada yang salah. Leading sector-nya kan Kemenhub, toh? Kan gak mungkin MA memutuskan sesuatu atas dasar like or dislike? Tentu sudah melalui klarifikasi yang cermat dan objektif,” kata Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Transportasi Sumut ini.

Persoalan transportasi dalam jaringan (daring) diakuinya tidak akan ada habisnya selama pemerintah tidak tegas untuk membuat payung hukum yang ada. “ Masa sampai dua kali kalah terus. Berarti gak profesional dan apa yang dibuat tidak berdasarkan kebutuhan melainkan kepentingan,” ucap mantan pegawai negeri sipil di Departemen Perhubungan tersebut.

Sukri menambahkan, untuk saat ini pemerintah perlu memikirkan strategi dan mengambil langkah agar tidak terjadi lagi gesekan antara sopir angkutan online dan umum, paska pembatalan Permenhub 108 tersebut. “Ibarat bom waktu, ini sewaktu-waktu akan meledak.

Bisa saja persepsi sopir angkutan umum bahwa transportasi online itu ilegal. Beroperasi tanpa ada payung hukum seperti mereka. Tidak dibebankan pajak seperti speksi, uji Kir dan lainnya. Jadi ini rawan gesekan lagi dan pemerintah harus cepat mengantisipasinya,” pungkasnya seraya meminta secara kesatria agar Menhub Karya Budi Sumadi mundur dari jabatannya.

Meski belum mau merespon kabar penolakan Permenhub 108 ini, Dishub Sumut menyebutkan masih 39 perusahaan transportasi daring yang mendaftarkan diri ke pemerintah provinsi untuk beroperasi di wilayah ini. Jumlah tersebut belum ada pertambahan sedikit pun pada tahun ini.

“Masih segitu (sampai sekarang 39 perusahaan) angkutan online yang mendaftar ke kita. Bahkan sepanjang 2018 belum ada tambah sama sekali,” ungkap Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub Sumut, Iswar, kemarin.

Pihaknya selalu intens mengimbau kepada pelaku angkutan online untuk mendaftarkan diri secara legal ke pemerintah sebelum beroperasional di Sumut. Hal ini bertujuan agar di dalam implementasinya nanti dapat berjalan harmoni dengan angkutan konvensional yang sekarang. “Kita memang selalu mengajak, menyosialisasikan hal ini kepada mereka (pelaku angkutan online) untuk taat akan aturan pemerintah. Ketentuan yang sudah dibuat mari sama-sama dipatuhi, agar tidak terjadi gesekan di lapangan dengan angkutan konvensional,” katanya.

Apalagi, sambung dia, meskipun regulasi yang ada saat ini belum menunjukkan titik terang bagi pelaku usaha angkutan online, namun ada ketentuan yang wajib diikuti sebagaimana yang lebih dulu diterapkan untuk pelaku angkutan konvensional. “Salah satunya kan tentu wajib berplat kuning, memakai stiker, uji Kir dan sebagainya.

Serta juga harus berbadan usaha dan bergabung di dalam sebuah perusahaan (PT),” katanya yang menyebut ke-39 perusahaan itu umumnya mengangkut orang di wilayah Kota Medan dan sekitarnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru